JAKARTA, KOMPAS.com - Terik matahari dan kepulan debu menghiasi Jalan Fatmawati di Jakarta Selatan setiap harinya. Namun, di tengah pembangunan MRT dan kepungan hutan beton, sebuah gang bergapura bata merah memiliki pemandangan berbeda.
Menginjakkan kaki ke Jalan Banjarsari terasa nyaman dan sejuk. Berbagai jenis tanaman, mulai dari tanaman hias hingga tanaman obat-obatan, memenuhi setiap sudut rumah dan persimpangan.
Suasana asri ini bermula dari sebuah rumah di pojok Jalan Banjarsari XIV Nomor 4. Suatu ketika, Harini, anak seorang mantri perkebunan di Solo yang pindah ke Jakarta bersama suami dan keempat anaknya 36 tahun silam, memiliki keinginan untuk menjadikan rumahnya asri seperti kampung halamannya.
Harini Bambang Wahono meninggal pada Mei tahun lalu di usia 85 tahun dengan segudang prestasi. Tetangga sekaligus sahabat karibnya, Nyonya Fakhri (73), menuturkan, semua kegiatan penghijauan di Banjarsari bermula dari ajakan Harini.
"Dulu kampung ini namanya masih Swadaya. Tetapi, karena Bu Harini dan penduduk pertama di sini, termasuk saya, itu pendatang dari Solo, kami namai seperti kecamatan di sana. Ibu Harini yang awalnya mengajak tanam-menanam, mimpinya sebagai ketua RT itu membuat lingkungan yang rimbun," ujar Nyonya Fakhri.
Dari kedua tangannya, Harini menanam kesadaran akan pentingnya penghijauan lingkungan yang menginspirasi dunia. Satu per satu pot mulai menghiasi Banjarsari yang tandus. Berbagai tanaman, dari yang berbunga sampai merambat, ada di berbagai rumah di Banjarsari.
Pada tahun 1996, UNESCO mendengar tentang hijaunya kampung ini. Banjarsari pun terpilih sebagai percontohan permukiman pengelolaan limbah rumah tangga.
"Ibu Harini yang jadi penghubung UNESCO sekaligus pelatih. UNESCO membantu, semua rumah dibelikan tanaman dan diajarkan cara mengelola sampah," kata Nyonya Fakhri.
Kini, selepas Harini tiada, kegiatan penghijauan masih berlangsung di Banjarsari. Adalah Dewi Sayekti, anak bungsu Harini yang kini melanjutkan perjuangan Harini. Setiap bulannya, Dewi masih aktif mengumpulkan Kelompok Tani Dahlia, ibu-ibu PKK, komunitas, mahasiswa, dan masyarakat umum untuk belajar ke rumahnya.
"Bagi saya, ini tinggal meneruskan apa yang sudah Eyang lakukan. Rasanya ada utang kalau enggak diteruskan," ucap Dewi.
Selain berbagi tips soal bercocok tanam, Dewi juga mengajak mereka untuk berkreasi dari sampah. Tas dari kemasan pengharum pakaian, gelang dari kresek, dan berbagai kreasi plastik lainnya dibuat oleh Dewi dan kawan-kawan. Bukan sekadar pengisi waktu luang, kreasi ini juga dibeli dan dipesan dalam jumlah banyak.
"Dalam hidup sehari-hari kita menerapkan 4R, yaitu reduce, reuse, recycle, dan replant," kata Dewi.
Adapun untuk sampah organik, warga Banjarsari dapat mengendapkan daun-daun kering dan sampah lainnya yang nantinya akan menjadi kompos.
Kesadaran warga
Untuk urusan teknis, tak ada yang sulit bagi Dewi. Kesulitan yang terbesar baginya adalah menanamkan kesadaran kepada tetangga-tetangganya.
Sebelum terpilih menjadi ketua RT, Dewi mengaku sulit sekali mengajak warga untuk menerapkan 4R. Terlebih lagi, sejak 2010, UNESCO sudah melepas mereka. Beruntung, setelah menjadi ketua RT, Dewi boleh agak memaksa warganya untuk terus mempercantik lingkungan.
"Seiring berjalan waktu, ibu saya sudah enggak ada, dan yang memelopori dulu sepuh semua, sisanya sudah pindah. Rumah-rumah di sini sudah alih fungsi sebagai kos-kosan, yang notabene mereka tidak peduli dengan lingkungannya. Itu kendala yang kami hadapi," ujarnya.
Kini rumah-rumah di Banjarsari sebagian memang beralih fungsi menjadi rumah kos berlantai empat. Sebagian lagi memiliki desain modern dan sebagian lainnya memajang papan “DIJUAL”. Dewi menuturkan, dahulunya Banjarsari benar-benar hijau seperti desa.
Semua warga berlomba-lomba untuk menghiasi rumah dan areanya. Namun, kini ada saja warga yang tak senang dengan tanaman dan membabat pohon di sekitarnya.
Tak banyak yang bisa Dewi lakukan selain terus menginspirasi dan membagi ilmunya. Ia membuka rumahnya bagi siapa saja yang ingin belajar, seperti Kampung Agro Wisata Rawajati yang dulu berguru pada Banjarsari, menurut dia, jauh lebih baik dari Banjarsari.
Bagi Dewi, mewujudkan kota yang asri dan hijau hanya dapat dilakukan dari rumah sendiri. Ia masih percaya bahwa dengan memulai dari sendiri akan menginspirasi orang lain.
"Saya menaruh harapan besar kepada siapa pun kepala pemerintahan Jakarta agar Jakarta semakin asri, banyak pohon, dan hutan buatan, karena ya itu... manfaatnya luar biasa."
*Selengkapnya, bisa dilihat di VIK Kompas.com. JAKARTA YANG MENGINSPIRASI
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.