JAKARTA, KOMPAS.com - Lalu lintas tak begitu padat di Jalan Bintaro Permai siang itu. Namun bagi penjaga palang pintu pelintasan Bintaro Permai, Muhammad Syukur, tak ada bedanya. Kecelakaan bisa terjadi kapan saja, sehingga ia tetap harus bangkit dari bangkunya untuk memeringati para pengemudi dan pejalan kaki agar tidak menyeberang.
"Ah di sini semua orang melanggar, kalau masalah ngasih tahu, semua saya lakuin supaya selamat. Kalau masih nggak bisa dikasih tahu juga, biar saja ketabrak," kata Syukur, saat ditemui di sela-sela kesibukannya, Sabtu (6/8/2016).
Syukur mengatakan, pekerjaannya memang membutuhkan penahan emosi ekstra. Sebab menurutnya sulit sekali mengingatkan orang mengenai keselamatan. Meski berperawakan kecil, kurus, dan tinggi 1,65 meter, Syukur mengaku dirinya jago bela diri.
Di ruang kerjanya, pos penjagaan pelintasan JPL 57a Pondok Betung dengan luas 3 x 4 meter, ada sebuah kamar mandi, dipan, meja berisi telepon, radio, dan di sampingnya terdapat panel besar untuk membunyikan sirine serta membuka tutup palang pintu kereta api.
Di pojokan jendela, Syukur juga meletakkan bungkus rokok yang diisi batu-batu dari rel kereta.
"Oh itu, buat nimpukin kaca mobil," katanya.
Kaca mobil dari mobil mewah hingga mobil angkot memang sering jadi sasaran Syukur dan tiga rekan kerjanya. Mobil-mobil yang sering mereka timpuki batu adalah pelanggar yang tak mengindahkan rambu-rambu.
"Paling sering sih saya berantem sama angkot, pernah juga cewek naik mobil keren tapi lawan arah saya timpuk juga," ujarnya.