JAKARTA, KOMPAS.com - Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan terus mengusut kasus dugaan korupsi lahan Pemprov DKI Jakarta di Grogol Utara, Jakarta Selatan.
Kemarin, Kejaksaan telah mengekspos hasil penyidikan sementara mereka ke Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Perwakilan (BPKP) Provinsi DKI Jakarta dan meminta audit untuk memperkuat alat bukti.
Sejauh ini, Kejaksaan telah menetapkan dua tersangka. Mereka adalah AS, bekas pejabat eselon IV Badan Pertanahan Negara (BPN) Wilayah Jakarta Selatan yang kala itu menjabat Wakil Ketua Panitia Pemeriksa Tanah A, dan IR, orang yang memohon penerbitan sertifikat dengan dugaan melakukan suap ke AS.
Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Yovandi Yazid menjelaskan, masih ada kemungkinan tambahan tersangka dalam kasus ini. Namun, mereka harus bersabar karena benang merah antara pihak-pihak yang terlibat perlu dibuktikan.
"Semua kami periksa. Total sampai kemarin sudah 32 saksi," ujarnya saat ditemui di halaman BPKP DKI Jakarta, Jalan Pramuka, Matraman, Jakarta Timur, Rabu (10/8/2016).
Adapun tanah yang jadi masalah adalah tanah milik Pemprov DKI Jakarta seluas 2.975 meter persegi di Jalan Biduri Bulan RT 08 RW 01, Kelurahan Grogol Utara, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Tanah itu diserahkan oleh PT Permata Hijau sebagai kewajiban fasos dan fasum pada 1996. Penyerahan kala itu ditandatangani oleh Wali Kota Jakarta Selatan Pardjoko, pihak PT Permata Hijau, dan Kepala Badan Pertanahan Negara (BPN) Kantor Wilayah Jakarta Selatan Sungkono.
"BPN waktu itu ngakunya surat penyerahan tanah enggak ada, makanya kami geledah," ujar Yovandi.
Sayangnya, surat penyerahan itu hilang. Setelah penyerahan itu, Pemprov DKI Jakarta juga disebut tak pernah mengusulkan pengurusan sertifikat atas aset itu. Di BPN pun tanah itu tidak terdaftar sebagai milik Pemprov DKI Jakarta, melainkan 'tak bertuan'.
Hingga pada 2013, IR memohon ke BPN Jakarta Selatan untuk menerbitkan HGB atas lahan itu. Nama IR ada di urutan ke delapan dari 10 ahli waris yang ada dalam girik tanah itu.
"Paling atas nama Rohani, IR dianggap paling pintar, jadi dikuasakan ke dia pengurusan sertifikat itu. Tapi dipastikan girik itu rekayasa," ujarnya.
Tanah senilai Rp 150 miliar dijual Rp 36 miliar
Yovandi mengatakan, setelah Rohani, IR, dan mereka yang namanya tercantum dalam HGB dari BPN, tanah tersebut dijual ke orang bernama AH hanya dalam hitungan hari. Tanah itu dijual dengan harga sekitar Rp 36 miliar, jauh di bawah nilainya Rp 150 miliar.
Kepada jaksa, IR mengaku di belakangnya ada orang yang memodali pengurusan HGB ini. IR juga mengaku menggelontorkan uang dari pemodal itu sebanyak Rp 5 miliar untuk mengurus kepemilikan.
Kejaksaan kini telah mengantongi nama pemodal yang dimaksud, namun enggan membocorkannya karena takut yang bersangkutan akan melarikan diri. Pemodal itu disebut sebagai 'pemain lama' dalam penyerobotan tanah negara.
Kejaksaan menduga masih ada tangan lain yang bermain dalam korupsi lahan ini selain pejabat BPN. Sebab untuk mengurus HGB, ahli waris juga membutuhkan warkah atau riwayat tanah dan surat tidak sengketa yang diterbitkan oleh Kelurahan, berdasarkan keterangan dari Ketua RT dan Ketua RW.
Surat dari kelurahan itu ditemukan saat penggeledahan di BPN, namun pihak-pihak yang tanda tangannya tercantum di situ mengaku tak pernah menandatangani. Untuk memiliki tanah, bea-nya juga perlu dibayar ke Suku Dinas Pelayanan Pajak Jakarta Selatan.
Lurah Grogol Utara Jumadi mengaku memang ada orang yang sempat membayar PBB atas lahan itu. Namun tak menyebut siapa dan kapan.
Dari hasil pemeriksaan sementara oleh jaksa, IR merupakan warga di sekitar situ. Begitu juga saudara-saudaranya yang tercantum dalam girik. Bapaknya disebut-sebut sebagai jagoan Betawi di kawasan itu.
Kompas.com telah menemui dua orang pedagang tanaman yang selama berpuluh-puluh tahun mengokupasi lahan ini. Mereka adalah Cakram dan Nuri.
Nuri menceritakan, pada tahun 1974, warga Betawi yang tinggal di kawasan itu angkat kaki setelah ada pengusaha yang membebaskan tanah itu.
Sejak itu, rumah-rumah mewah mulai dibangun, ruko dan pusat perbelanjaan juga didirikan. Dia dan Cakram memilih berdagang tanaman di lahan yang disebut sebagai 'buangan' itu.
Ia mengaku tak kenal dengan IR, hanya pernah mendengar namanya disebut-sebut. Cakram menyebut sudah ratusan kali orang silih berganti ke lahan itu untuk mengukur.
Mereka berdua tak tahu secara pasti lahan ini milik siapa. Hanya saja, bulan lalu, segerombolan pejabat pemerintah datang memasang plang yang menyatakan tanah itu milik Pemprov.
Di dalam plang hanya tertulis tanah yang terbelah oleh Jalan Biduri Bulan itu masing-masing milik Pemprov DKI Jakarta dengan peruntukan sarana pendidikan dan sarana olahraga, yang dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Aset dan Daerah.
Namun di plang tidak tercantum nomor Surat Pelepasan Hak (SPH) yang seharusnya ada sebagai bukti hak kepemilikan.
Yovandi menyebut penyerobotan aset Pemprov bukan hal baru. Banyaknya aset yang tak diurus kepemilikannya menjadi celah bagi jual beli tanah secara serampangan.
Jaksa telah memeriksa Wali Kota Jakarta Selatan Pardjoko, pejabat BPN Jakarta Selatan tahun 2013 dan 2014, pihak PT Permata Hijau, Lurah Grogol Utara tahun 2011 dan 2014, Camat Kebayoran Lama tahun 2011, dan 10 orang ahli waris yang mengaku memiliki tanah tersebut.
Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah, Heru Budi Hartono juga diperiksa. Heru sempat mengatakan membantah bahwa pihaknya berkewajiban mengurus sertifikat setiap aset berupa lahan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). Sebab, ia menyatakan pengurusan lahan dapat langsung dilakukan oleh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait.
"SKPD yang memohon ke BPN. Nanti BPN mengundang BPKAD, BPKAD merekomendasikan itu aset yang sudah tercatat," kata Heru di Balai Kota, Kamis (30/6/2016).
Ia juga mengungkapkan pendataan ulang aset Pemerintah Provinsi DKI Jakarta hingga kini belum selesai. Kekusutan data warisan sejak 1971 ini membuat proses verifikasi aset menjadi tidak mudah.
"Separuh dari sekitar 700 SKPD/UKPD (satuan dan unit kerja perangkat daerah) telah menyelesaikan verifikasi. Datanya sebagian telah kami publikasi di peta aset di kolom BPKAD di smartcity.jakarta.go.id. Aset yang belum rampung dicek umumnya dikelola dinas bina marga, tata air, dan pendidikan," kata Heru.
Menurut Heru, selain waktu yang relatif lama, verifikasi menyita tenaga karena petugas harus mengecek dokumen, lapangan, dan mengonfirmasi ke pihak terkait. Perubahan metode pencatatan serta ketidakrapian data warisan menjadi kendala lain. Namun, pendataan ulang diharapkan rampung tahun depan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.