Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wisnu Nugroho
Pemimpin Redaksi Kompas.com

Wartawan Kompas. Pernah bertugas di Surabaya, Yogyakarta dan Istana Kepresidenan Jakarta dengan kegembiraan tetap sama: bersepeda. Menulis sejumlah buku tidak penting.

Tidak semua upaya baik lekas mewujud. Panjang umur upaya-upaya baik ~ @beginu

Ahok Benar, Jakarta Tidak Ada Bandingannya

Kompas.com - 22/08/2016, 07:11 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorHeru Margianto

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok benar. Jika keliru, kebenaran akan dinyatakan dalam singkatnya waktu untuk membuat penilaian tentang kekeliruan itu tampak keliru. 

Posisi Ahok sebagai media darling lantaran ceplas-ceplos ucapannya membuat dirinya bisa tampil segera di berbagai media massa untuk menyatakan kebenaran sesuai versinya itu. 

Banyak contoh untuk kasus ini. Terakhir, medio Agustus, pernyataan Ahok terkait pembangunan trotoar dan taman di Surabaya yang menurutnya tidak setara jika dibandingkan dengan DKI Jakarta. Pembangunan Surabaya setara jika dibandingkan dengan Jakarta Selatan.

Pernyataan Ahok yang hendak maju sebagai calon gubernur DKI Jakarta di Pilkada 2017 ini menyinggung Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dan harga diri warga Surabaya yang dipimpinnya. Menurut hasil survei sejumlah lembaga, Risma adalah pesaing Ahok paling potensial.

(Baca: Risma: Surabaya Salah Apa sama Pak Ahok?)

Merasa direndahkan, Risma minta Ahok berbicara soal Surabaya menggunakan data. Betul bahwa DKI Jakarta terdiri dari empat kota dan satu kabupaten. Namun, Surabaya yang menurut Ahok cuma setara dengan Jakarta Selatan, menurut Risma luasnya lebih dari separuh Jakarta.

Selain itu, Risma juga menyebut jumlah APBD Surabaya Rp 7,9 triliun atau seperdelapan APBD Jakarta Rp 64 triliun. Meskipun kecil dibandingkan ABPD Jakarta, menurut Risma, Surabaya bisa membangun trotoar, sekolah gratis, kesehatan gratis, dan memberi makan gratis kepada orang-orang jompo setiap hari.

Atas ketersinggungan Risma ini, Ahok lantas berbicara kepada wartawan yang selalu ada di sekitarnya. Ahok bingung mendapati Risma khusus menggelar jumpa pers. Berbeda dengan Ahok, Risma amat jarang berbicara kepada media untuk kerja-kerjanya.

Ahok mengklarifikasi sekaligus menyatakan kebenaran sesuai versinya. Maksud Ahok membandingkan Surabaya dengan Jakarta Selatan dan bukan DKI Jakarta karena keduanya sama-sama kota.

Ahok mengaku tidak pernah membandingkan luas Kota Surabaya dengan Provinsi DKI Jakarta yang oleh Risma dipaparkan datanya. Untuk pernyataan awal yang kemudian ditanggapi Risma dengan serius ini, Ahok merasa diadu domba oleh media.  

(Baca: Ahok Merasa Diadu Domba dengan Risma)

Usai pernyataan ketersinggungan Risma yang segera diklarifikasi Ahok, ketegangan keduanya di media lantas mereda. Ketegangan yang kemudian reda antara Ahok dengan Risma macam ini bukan kali pertama terjadi.

Jessi Carina Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.
Awal Agustus, Risma pernah disebut Ahok punya ambisi jadi presiden dengan patokan Wali Kota Solo Joko Widodo yang lebih kecil kotanya dari Surabaya. Ketegangan lantas muncul. Tidak hanya antara Ahok dan Risma, tetapi antara Risma dan Jokowi.

Atas ketegangan ini dan jika dianggap mengadu domba Jokowi dengan Risma, Ahok minta maaf. Ketegangan di media lantas reda karena permintaan maaf Ahok.

(Baca: Jika Dianggap Mengadu Domba Jokowi dengan Risma, Ahok Bilang "Sorry")

Mencoba membandingkan

Membandingkan Jakarta dengan Surabaya memang tidak sepadan. Dengan logika Ahok, tidak satu pun provinsi di Indonesia sebanding dengan Jakarta yang kini dipimpin dan hendak dipimpinnya kembali. 

Status Jakarta sebagai Ibukota Negara yang dinyatakan dalam nama "Daerah Khusus Ibukota" (DKI) tidak ada duanya. Kepadatan penduduk berikut keragaman warga serta kompleksitas persoalannya tidak ada bandingannya.

Terkait aktivitas ekonomi dan besarannya, Jakarta juga juara. Begitu juga aktivitas politik tentunya. Belum masalah-masalah sosial dan lingkungan seperti banjir yang kerap datang tak terduga penyebabnya. Jakarta tidak ada bandingannya.

Dengan posisi khas seperti ini, kepala daerah dari mana pun akan terlihat "kecil" dan tidak sepadan disandingkan dengan pemimpin Jakarta. Karenanya, membandingkan Jakarta dengan daerah mana pun akan mendapati nasib seperti Surabaya yang merupakan kota kedua terbesar di Indonesia.

Situasi seperti ini yang mungkin membuat sejumlah kepala daerah atau pemimpin lain ciut atau mengukur diri sebelum bertarung di Pilkada Jakarta. Situasi ini terlihat membebani ditambah petahana yang terlihat begitu kuat dan banyak serta berisik pendukungnya.

Namun, Pilkada Jakarta 2012 menjelaskan kepada kita bahwa kemustahilan itu bisa ditaklukkan. Jokowi yang sukses sebagai Wali Kota Solo bersama Ahok mampu menunjukkan bahwa mereka tidak "kecil" sehingga petahana yang "besar" bisa tumbang meskipun harus lewat dua putaran.

Petahana di Pilkada Jakarta 2012 tumbang karena pemilih diyakinkan akan adanya gaya kepemimpinan yang berbeda. Perbedaan gaya kepemimpinan itu membuat para pemilih berani bertaruh karena adanya harapan perbaikan.

Petahana yang formal dan elitis dilawan Jokowi-Ahok yang nonformal dan populis. Penggunaan kemeja kotak-kotak lengan panjang tergulung dan blusukan ke kampung-kampung adalah terjemahan perbedaan ini.

Melihat pengalaman politik ini, Risma yang sukses di Surabaya sejatinya memiliki semua potensi untuk menguji bahwa kemustahilan melawan petahana di Jakarta bisa dilakukan. Hasil survei sejumlah lembaga memotret potensi Risma ini.

Kadar "berisik"

Meskipun sama-sama nonformal dan populis, kepemimpinan Ahok dan Risma berbeda baik dari penampilan, gaya, dan karakternya.

Di luar soal suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) yang kita sepakat tidak digunakan sebagai materi kampanye, menurut saya, pembeda Ahok dan Risma yang sama-sama sukses di daerah yang dipimpinnya adalah kadar "berisiknya".

Jika Ahok sudah kita ketahui bagaimana ceplas-ceplos dan suara lantangnya melalui media selama bekerja, Risma cenderung hening dalam kerja-kerjanya. Sejumlah orang yang saya jumpai di Surabaya menyebut keheningan ini.

Kompas/Wisnu Nugroho Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini antre keluar pesawat dari baris belakang setelah penerbangan dari Jakarta-Surabaya, Jumat (19/8/2016).
Keheningan itu saya rasakan saat tanpa sengaja berada dalam satu penerbangan dari Jakarta menuju Surabaya, Jumat (19/8/2016) pagi. Di penerbangan GA 302, saya duduk di barisan belakang di kursi 37H dan Risma persis di depan saya di kursi 36H.

Mengenakan celana panjang hitam dan batik warna hijau kecoklatan dipadu jilbab warna senada, tak banyak yang mengenali dirinya. Ketika berdiri sekitar 10 menit untuk antre keluar pesawat dari barisan balakang, tak ada kehebohan karena kehadirannya.

Dalam penerbangan itu, Risma bersama tiga perempuan dan satu laki-laki dengan bawaan masing-masing. Mereka berjalan melintasi terminal Bandara Juanda seperti layaknya penumpang lainnya tanpa pengawalan.

Beberapa petugas di bandara menyapa Risma yang cepat sekali jalannya. Risma membalas senyum dan sapa tanpa kehebohan.

Saat keluar terminal, Risma lantas naik mobil hitam tanpa penanda bahwa itu mobil wali kota. Tidak ada penyambutan untuk Risma seperti sering terjadi pada pejabat-pejabat di Jakarta yang datang dari luar kota melalui bandara .

Untuk nihilnya penyambutan ini, mungkin benar kata Ahok, Surabaya tidak selevel Jakarta. Jakarta tidak ada bandingannya.

Soal tandingan petahana di Jakarta, Pilkada DKI Jakarta 2012 bisa jadi tempat berkaca. Yang ditetapkan di akhir-akhir dengan pertimbangan matang bisa mengubah dan kemudian memenangkan pertandingan yang semula diperkirakan tidak akan seimbang.

Untuk pertandingan ini, Risma yang potensial sebagai lawan sepadan petahana ini irit bicara. Perempuan yang beberapa kali bertemu Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri ini mengaku masih bertahan di Surabaya. Pernyataan serupa disampaikan sesaat setelah kembali dari Jakarta, Jumat lalu.

Sampai kapan Risma bertahan di Surabaya? Masih ada waktu sebulan untuk mendapat pastinya jawaban. Pendaftaran calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta dari partai politik akan dibuka, 19-21 September 2016. 

Sebulan ke depan, ketidakpastian-ketidakpastian akan menemukan kepastian. Sebaliknya, hal yang tampaknya sudah pasti, bisa menjadi ketidakpastian. Partai politik yang semula dicemooh dan diabaikan akan memegang peranan.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bakal Maju di Pilkada Depok, Imam Budi Hartono Klaim Punya Elektabilitas Besar

Bakal Maju di Pilkada Depok, Imam Budi Hartono Klaim Punya Elektabilitas Besar

Megapolitan
Seorang Pria Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar

Seorang Pria Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar

Megapolitan
74 Kelurahan di Jakarta Masih Kekurangan Anggota PPS untuk Pilkada 2024

74 Kelurahan di Jakarta Masih Kekurangan Anggota PPS untuk Pilkada 2024

Megapolitan
Denda Rp 500.000 Untuk Pembuang Sampah di TPS Lokbin Pasar Minggu Belum Diterapkan

Denda Rp 500.000 Untuk Pembuang Sampah di TPS Lokbin Pasar Minggu Belum Diterapkan

Megapolitan
Warga Boleh Buang Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu pada Pagi Hari, Petugas Bakal Lakukan 'OTT'

Warga Boleh Buang Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu pada Pagi Hari, Petugas Bakal Lakukan "OTT"

Megapolitan
Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Ditahan Selama 7 Hari

Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Ditahan Selama 7 Hari

Megapolitan
Dubes Palestina: Gaza Utara Hancur Total, Rafah Dikendalikan Israel

Dubes Palestina: Gaza Utara Hancur Total, Rafah Dikendalikan Israel

Megapolitan
Warga Luar Jadi Biang Kerok Menumpuknya Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu

Warga Luar Jadi Biang Kerok Menumpuknya Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu

Megapolitan
Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Kini Berstatus Anak Berhadapan dengan Hukum

Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Kini Berstatus Anak Berhadapan dengan Hukum

Megapolitan
Seorang Pria Ditemukan Meninggal Dunia di Dalam Bajaj, Diduga Sakit

Seorang Pria Ditemukan Meninggal Dunia di Dalam Bajaj, Diduga Sakit

Megapolitan
PKS-Golkar-Nasdem Masih Terbuka ke Parpol Lain untuk Berkoalisi di Pilkada Depok 2024

PKS-Golkar-Nasdem Masih Terbuka ke Parpol Lain untuk Berkoalisi di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Dukung Penertiban Jukir Liar, Pegawai Minimarket: Kadang Mereka Suka Resek!

Dukung Penertiban Jukir Liar, Pegawai Minimarket: Kadang Mereka Suka Resek!

Megapolitan
Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Megapolitan
Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Megapolitan
Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com