Di Kali Pesanggrahan, bersamaan dengan Kali Angke dan Sunter, Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bersama Pemprov DKI Jakarta melaksanakan program normalisasi sungai sejak tahun 2014 hingga akhir 2015.
Saat ini, sesuai data dari Kementerian PUPR dan DKI, total panjang pekerjaan di Kali Pesanggrahan 26,74 kilometer. Saat berperahu menyusuri Kali Pesanggrahan bersama tim BBWSCC, 27-28 Juli lalu, penampang sungai itu kini rata-rata 20-30 meter. Namun, di beberapa titik kali menyempit hingga selebar hanya 5 meter karena okupasi.
Selain oleh permukiman padat penduduk, okupasi juga dipicu pertumbuhan bangunan tinggi, seperti di sekitar Jembatan Cipulir serta di antara Srengseng dan Kedoya.
Dirjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR Mudjiadi, beberapa waktu lalu, menggarisbawahi kendala pembebasan lahan dan masalah sosial saat menjalankan normalisasi. Dengan kondisi seperti itu, program normalisasi berlangsung sepotong- sepotong. Pembangunan jalan inspeksi dan penurapan dinding kali kerap terputus.
Guru Besar Manajemen Lanskap dan Ekologi Daerah Aliran Sungai Institut Pertanian Bogor, Hadi Susilo Arifin, mengatakan, perlu dipahami aturan bantaran kali adalah ruang milik publik yang harus bebas dari bangunan apa pun. Siapa pun wajib mematuhi Surat Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63 Tahun 1993 dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011.
”Kenyataan bahwa mereka sudah bermukim di bantar sungai jauh sebelum peraturan itu diberlakukan tak bisa menjadi pembenaran,” katanya.
(JAL/MDN/ILO/WAD/ART/WIN/PIN/DHF/IRE/UTI/RTS/RYO/NEL)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 29 Agustus 2016, di halaman 1 dengan judul "Penataan Sungai Kian Mendesak".