Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Heru Margianto
Managing Editor Kompas.com

Wartawan Kompas.com. Meminati isu-isu politik dan keberagaman. Penikmat bintang-bintang di langit malam. 

Kawan, Janganlah Pilkada DKI Menghilangkan Kewarasan dan Kegembiraanmu

Kompas.com - 13/10/2016, 11:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Kawans, apa sih yang kita bela dengan menjadi haters dan lovers? Apakah mereka yang kalian bela dengan penuh makian kebencian dengan mengorbankan persahabatan bahkan persaudaraan juga memikirkan dirimu?

Kita ini hanya dijadikan konsumen demokrasi oleh mereka yang membutuhkan suara.

Kita bisa memilih untuk tidak sekadar dijadikan atau menjadi konsumen demokrasi dengan menjaga kewarasan kita sebagai warganegara yang punya hak untuk sejahtera.

Beberapa waktu lalu seorang kawan menulis di dinding laman Facebooknya, mengabarkan bahwa ia baru saja meng-unfriend-tiga orang temannya karena tidak tahan oleh aneka caci maki pada salah seorang calon gubernur DKI Jakarta pada dinding laman Facebook tiga temannya itu.

Belum lama juga, kabar serupa diumumkan kawan lain. Ia baru saja “bersih-bersih” pertemanan karena merasa tidak nyaman oleh beragam status yang penuh kebencian.

Sementara, dalam waktu hampir bersamaan,  seorang kawan lain mengunggah status yang menggugah.

Dia menulis, “Rasanya lebih baik tak ada pilkada atau pemilu ketimbang rusak Indonesiaku.”

Masa kampanye belum dimulai, tiga calon yang bakal bertanding pun belum ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum, tapi rasanya kewarasan kita sebagai Indonesia yang bhineka sudah dihantam sana sini.

Luka Pilpres 2014 belum lagi pulih, kini bayang-bayang luka yang sama seperti menghantui di depan.

Apa sih yang kalian perjuangkan?

Saya masih sering menemukan di linimasa Facebook saya postingan yang mencaci Jokowi dengan sentimen agama. Wadaaw, belum sembuh juga luka itu.

Saya tidak sedang membela Jokowi. Saya hanya ingin membela akal sehat kita. Seharusnya, kita sudah kenyang dijadikan obyek demokrasi dalam bentuk perebutan dukungan suara.

Karena itu, yang seharusnya kita bela adalah kewarasan kita, hak-hak kita untuk disejahterakan sebagai warga negara. Itu yang harus disuarakan dan selayaknya memenuhi dinding-dinding laman media sosial kita.

Jika yang dibela semata-mata para politisi itu, tidakah Anda lihat “kelucuan” mereka yang centang perentang terungkap di publik. Kita lalu seperti terjebak oleh arus “kelucuan”  mereka-mereka itu.

KOMPAS.COM/ANDREAS LUKAS ALTOBELI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tersenyum saat dipakaikan jas berwarna merah oleh Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri di KPU DKI Jakarta, Rabu (21/9/2016).
Ahok yang gonta-ganti partai

Calon petahana Basuki Tjahaja Purna disebut-sebut sebagai calon terkuat menurut beberapa survei. Karir politiknya dimulai dari wilayah kecil bernama Belitung. Ia pernah menjadi bupati lalu kalah saat maju dalam pemilihan gubernur Bangka Belitung.

Ia pernah bergabung dengan Partai Indonesia Baru pimpinan almarhun Syahrir sebelum akhirnya bergabung dengan Golkar dan masuk gedung parlemen sebagai wakil rakyat.

Dalam pilkada DKI Jakarta 2012, ia dipasangkan dengan Jokowi dan memilih hengkang dari Senayan dan juga Partai Golkar untuk bergabung dengan Gerindra sebagai salah satu partai pengusungnya.

Kita tahu, di tengah jalan ia kembali hengkang dari Gerindra karena berbeda haluan politik. Ia gubernur tanpa dukungan partai.

Tak punya dungan partai politik, Ahok pernah menetapkan hati akan maju dari jalur independen. Bersama "Teman Ahok", kelompok relawan pendukungnya, ia menggalang 1 juta KTP dukungan dari warga Jakarta.

Sukses. Satu juta KTP tergalang.

Di tengah jalan, menjelang pencalonan, ia terpikat untuk membatalkan niatnya maju dari jalur independen dan memilih jalur lempang partai politik. Ia mendapat dukungan dari Hanura, Nasdem, Golkar, dan PDI-P.

Teman Ahok yang sudah "capek-capek" mengumpulkan KTP pun harus melegawakan hatinya atas pilihan Ahok.

KOMPAS.COM/ ANDREAS LUKAS ALTOBELI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Djarot diabadikan di Kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta, Senin (20/9/2016). Partai PDI P mengusung Ahok dan Djarot untuk Pilkada DKI 2017 mendatang. Paling kiri adalah Prasetyo Edi Marsudi yang ditunjuk sebagai ketua pemenangan Ahok-Djarot.
Politisi PDI-P dan kambing dibedakin

Kisah para politisi PDI-P yang kini mendukung Ahok pun tak kalah "lucu"nya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Suasana Berbeda di RTH Tubagus Angke yang Dulunya Tempat Prostitusi, Terang Setelah Pohon Dipangkas

Suasana Berbeda di RTH Tubagus Angke yang Dulunya Tempat Prostitusi, Terang Setelah Pohon Dipangkas

Megapolitan
Dedie Rachim Daftar Penjaringan Cawalkot ke Partai Lain, Bentuk Bujuk Rayu PAN Cari Koalisi di Pilkada

Dedie Rachim Daftar Penjaringan Cawalkot ke Partai Lain, Bentuk Bujuk Rayu PAN Cari Koalisi di Pilkada

Megapolitan
Kemenhub Tambah CCTV di STIP usai Kasus Pemukulan Siswa Taruna hingga Tewas

Kemenhub Tambah CCTV di STIP usai Kasus Pemukulan Siswa Taruna hingga Tewas

Megapolitan
Kasus Kecelakaan HR-V Tabrak Bus Kuning UI Diselesaikan Secara Kekeluargaan

Kasus Kecelakaan HR-V Tabrak Bus Kuning UI Diselesaikan Secara Kekeluargaan

Megapolitan
Taruna STIP Dipukul Senior hingga Tewas, Kemenhub Bentuk Tim Investigasi

Taruna STIP Dipukul Senior hingga Tewas, Kemenhub Bentuk Tim Investigasi

Megapolitan
Dedie Rachim Ikut Penjaringan Cawalkot Bogor ke Beberapa Partai, PAN: Agar Tidak Terkesan Sombong

Dedie Rachim Ikut Penjaringan Cawalkot Bogor ke Beberapa Partai, PAN: Agar Tidak Terkesan Sombong

Megapolitan
Kebakaran Landa Ruko Tiga Lantai di Kebon Jeruk, Petugas Masih Padamkan Api

Kebakaran Landa Ruko Tiga Lantai di Kebon Jeruk, Petugas Masih Padamkan Api

Megapolitan
Kronologi Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas, Pukulan Fatal oleh Senior dan Pertolongan yang Keliru

Kronologi Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas, Pukulan Fatal oleh Senior dan Pertolongan yang Keliru

Megapolitan
Dijenguk Adik di RSJ Bogor, Pengemis Rosmini Disebut Tenang dan Tak Banyak Bicara

Dijenguk Adik di RSJ Bogor, Pengemis Rosmini Disebut Tenang dan Tak Banyak Bicara

Megapolitan
Senior yang Aniaya Taruna STIP Panik saat Korban Tumbang, Polisi: Dia Berusaha Bantu, tapi Fatal

Senior yang Aniaya Taruna STIP Panik saat Korban Tumbang, Polisi: Dia Berusaha Bantu, tapi Fatal

Megapolitan
Pengemis yang Suka Marah-marah Dijenguk Adiknya di RSJ, Disebut Tenang saat Mengobrol

Pengemis yang Suka Marah-marah Dijenguk Adiknya di RSJ, Disebut Tenang saat Mengobrol

Megapolitan
BOY STORY Bawakan Lagu 'Dekat di Hati' Milik RAN dan Joget Pargoy

BOY STORY Bawakan Lagu "Dekat di Hati" Milik RAN dan Joget Pargoy

Megapolitan
Lepas Rindu 'My Day', DAY6 Bawakan 10 Lagu di Saranghaeyo Indonesia 2024

Lepas Rindu "My Day", DAY6 Bawakan 10 Lagu di Saranghaeyo Indonesia 2024

Megapolitan
Jelang Pilkada 2024, 8 Nama Daftar Jadi Calon Wali Kota Bogor Melalui PKB

Jelang Pilkada 2024, 8 Nama Daftar Jadi Calon Wali Kota Bogor Melalui PKB

Megapolitan
Satpol PP Minta Pihak Keluarga Jemput dan Rawat Ibu Pengemis Viral Usai Dirawat di RSJ

Satpol PP Minta Pihak Keluarga Jemput dan Rawat Ibu Pengemis Viral Usai Dirawat di RSJ

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com