Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Heru Margianto
Managing Editor Kompas.com

Wartawan Kompas.com. Meminati isu-isu politik dan keberagaman. Penikmat bintang-bintang di langit malam. 

Kawan, Janganlah Pilkada DKI Menghilangkan Kewarasan dan Kegembiraanmu

Kompas.com - 13/10/2016, 11:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Politisi PDI-P yang merupakan Ketua DPRD DKI Jakarta Presetyo Edi Marsudi adalah salah satu seteru Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dalam sejumlah rapat DPRD yang membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis‎ Pantai Utara Jakarta (RTRKSP).

Kisah RTRKSP berujung dugaan suap. Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Ketua Komisi D DPRD DKI Mohamad Sanusi, ‎mantan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL) Ariesman Widjaja, dan Personal Assistant PT APL Trinanda Prihantoro.

Dalam persidangan Ariesman dan Trinanda nama Prasetio disebut sebagai diduga bertindak sebagai perantara suap dari perusahaan pengembang properti kepada sejumlah anggota DPRD DKI Jakarta.

Suap tersebut diduga terkait percepatan pembahasan Rancangan Perda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKSP).

Baca: Rekaman Ungkap Dugaan Prasetio Edi Marsudi Jadi Perantara Suap Pengembang

Keduanya juga pernah berseteru soal langkah Ahok yang kala itu pernah memilih jalur independen untuk maju dalam Pilkada DKI Jakarta karena tidak memiliki dukungan partai politik.

Prasetyo menyebut langkah Ahok sebagai deparpolisasi.

Yang paling anyar, sebelum PDI-P memutuskan mendukung Ahok, sejumlah kader PDI-P termasuk Prasetyo pernah menyanyikan lagu “Ahok pasti tumbang”. Lihatlah videonya di bawah ini.

Saat itu sejumlah politisi PDI-P tengah mesra-mesranya dengan koalisi kekeluargaan. Selain PDI-P enam partai lain yang mendeklarasikan koalisi kekeluargaan adalah Gerindra, PKS, PPP, Demokrat, PKB dan PAN.

Koalisi yang umurnya cuma sebentar ini pernah bersepakat untuk mencari kandidat di luar Ahok.

Bahkan, karena begitu bersemangatnya menentang Ahok, politisi PDI-P Masinton Pasaribu sempat berujar kalau “kambing dibedakin” pun akan menang lawan petahana.

PDI-P hengkang dari koalisi karena Ketua Umum PDI-P Megawati  Soekarnoputri memutuskan untuk mendukung pasangan Ahok-Djarot di Pilkada DKI Jakarta. Seteru Ahok, Prasetyo, ditunjuk untuk menjadi ketua tim pemenangan pasangan ini.

Prasetyo pun kini “berpelukan mesra” dengan Ahok. Semua politisi PDI-P yang dulu menentang Ahok kini dituntut balik badan untuk menyuarakan dukungan.

Anies dan mafia

Tidak kah juga Anda merasa “lucu” melihat Anies Baswedan. Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini dikenal sebagai sosok yang santun.

Ia bukan politisi, bukan anggota partai politik. Ia akademisi,  pernah menjadi rektor Universitas Paramadina sebelum akhirnya diangkat menjadi menteri oleh Jokowi.

Anies punya jasa besar di masa kampanye Jokowi di Pilpres 2014. Ia adalah jurubicara kubu Jokowi yang kala itu berhadap-hadapan dengan Prabowo.

Kenapa harus pilih Jokowi? Kata Anies kala itu, karena memilih Jokowi tidak memiliki beban moral. Prabowo dianggap sebagai bagian dari masa lalu yang memiliki sejumlah beban moral.

“Monolog” Anies kenapa harus pilih Jokowi ketimbang Prabowo dapat dilihat pada video di bawah ini.

Di luar sosok prabowo yang dianggapnya sarat dengan beban moral masa lalu, kata Anies kala itu, para pendukungnya pun disebutnya sebagai bagian dari mafia.

Sejumlah politisi di partai pendukung Prabowo ada yang tersangkut kasus korupsi migas, haji, impor daging, Alquran, dan lumpur Lapindo.

Pada Pilpres 2014, Prabowo yang juga Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra diusung oleh Golkar, PAN, PKS, PPP, PBB, dan Demokrat.

Kini Anies memilih berdamai dengan kata-katanya dulu. Ia menerima pinangan kelompok yang dulu disebutnya sebagai bagian dari mafia.  

Anies maju sebagai calon gubernur DKI Jakarta berpasangan dengan Sandiaga Uno. Partai pengusungnya adalah Gerindra dan PKS.

Saat diundang dalam acara Mata Najwa dan ditanya soal pilihan politiknya yang berubah haluan, ia mengatakan bahwa pilpres sudah selesai.  Sudah tidak relevan lagi bicara soal pilpres.

Halaman:


Terkini Lainnya

Nasib Nahas Efendy yang Tewas di Kali Sodong, Diburu Mata Elang dan Dipukuli hingga Tak Berdaya

Nasib Nahas Efendy yang Tewas di Kali Sodong, Diburu Mata Elang dan Dipukuli hingga Tak Berdaya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024 dan Besok: Pagi ini Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024 dan Besok: Pagi ini Cerah Berawan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Kapolri Beri Hadiah Casis Bintara yang Dibegal dengan Diterima Jadi Polisi | Kilas Balik Kronologi Pembunuhan Vina Cirebon

[POPULER JABODETABEK] Kapolri Beri Hadiah Casis Bintara yang Dibegal dengan Diterima Jadi Polisi | Kilas Balik Kronologi Pembunuhan Vina Cirebon

Megapolitan
Berkoordinasi dengan Polda Jabar, Polda Metro Jaya Bantu Buru 3 DPO Pembunuh Vina

Berkoordinasi dengan Polda Jabar, Polda Metro Jaya Bantu Buru 3 DPO Pembunuh Vina

Megapolitan
Pria di Kali Sodong Dibunuh 'Debt Collector' Gadungan karena Tolak Serahkan Motor

Pria di Kali Sodong Dibunuh "Debt Collector" Gadungan karena Tolak Serahkan Motor

Megapolitan
KPU DKI Verifikasi Dokumen Dukungan Bacagub Independen Dharma Pongrekun hingga 29 Mei

KPU DKI Verifikasi Dokumen Dukungan Bacagub Independen Dharma Pongrekun hingga 29 Mei

Megapolitan
PPK GBK Ungkap Riwayat Kepemilikan Tanah Tempat Berdirinya Hotel Sultan

PPK GBK Ungkap Riwayat Kepemilikan Tanah Tempat Berdirinya Hotel Sultan

Megapolitan
Perubahan Jadwal KRL, Transjakarta, MRT, dan LRT Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta 19 Mei

Perubahan Jadwal KRL, Transjakarta, MRT, dan LRT Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta 19 Mei

Megapolitan
Epy Kusnandar Isap Ganja di Atas Pohon pada Waktu Subuh

Epy Kusnandar Isap Ganja di Atas Pohon pada Waktu Subuh

Megapolitan
'Bullying' Siswi SMP di Bogor Diduga karena Rebutan Cowok

"Bullying" Siswi SMP di Bogor Diduga karena Rebutan Cowok

Megapolitan
KDRT dan Terlibat Kasus Penistaan Agama, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan

KDRT dan Terlibat Kasus Penistaan Agama, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan

Megapolitan
Mayat di Kali Sodong Ternyata Korban Perampokan dan Pembunuhan, Polisi Tangkap Pelakunya

Mayat di Kali Sodong Ternyata Korban Perampokan dan Pembunuhan, Polisi Tangkap Pelakunya

Megapolitan
Ini Rekayasa Lalu Lintas di Bundaran HI Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta pada 19 Mei

Ini Rekayasa Lalu Lintas di Bundaran HI Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta pada 19 Mei

Megapolitan
Epy Kusnandar Direhabilitasi sedangkan Yogi Gamblez Ditahan, Ini Alasan Polisi

Epy Kusnandar Direhabilitasi sedangkan Yogi Gamblez Ditahan, Ini Alasan Polisi

Megapolitan
Sidang Konflik Lahan, Hakim Periksa Langsung Objek Perkara di Hotel Sultan

Sidang Konflik Lahan, Hakim Periksa Langsung Objek Perkara di Hotel Sultan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com