Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hilangnya Air Bawah Tanah Jakarta

Kompas.com - 18/10/2016, 17:00 WIB

Oleh: Saiful Rijal Yunus

Air bawah tanah Jakarta terus menghilang akibat pengambilan yang tak terkendali. Ribuan pelanggan tidak tercatat mengambil air tanah setiap hari.

Ini belum termasuk ekstraksi dari sumur ilegal yang jumlahnya bisa jauh lebih besar. Lingkungan makin terdegradasi, potensi pajak pun menguap seiring tingginya celah korupsi.

Melihat data Dinas Tata Air DKI Jakarta sepanjang Juli 2016, dari 4.432 sumur air tanah yang terdaftar, hanya 2.666 sumur yang pemakaian tanahnya tercatat, atau ada 1.764 pelanggan air tanah yang tidak tercatat.

Total volume pemakaian air tanah yang tercatat pada bulan itu 605.982 meter kubik.

Tidak hanya itu, dari 2.270 pelanggan yang tercatat, sebanyak 991 pelanggan (sekitar 22 persen dari total pelanggan) tercatat pemakaiannya nol meter kubik.

Data dari 2015 hingga Juli 2016 menunjukkan, pola pencatatan seperti ini terjadi setiap bulan. Data pemanfaatan air tanah tersebut juga digunakan tim Sumber Daya Alam Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menganalisis pemakaian air tanah di Ibu Kota.

"Data yang ada sekarang sangat memungkinkan terjadinya celah korupsi. Untuk memulai analisisnya saja kami mengumpulkan data dari awal. Sengkarut data terjadi sehingga proses pengambilan air tanah berlebihan terkesan dibiarkan," kata Dian Patria, Koordinator Tim SDA KPK, pertengahan September.

Dian menambahkan, dari pola pengawasan pencatatan yang tak berjalan selama ini, pelanggan mudah memanipulasi penggunaan air tanah.

"Saya lebih baik bayar Rp 500 dibanding bayar pajak Rp 10.000. Logikanya begitu," ujarnya.

Pajak air tanah memang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tarif air perpipaan. Hal itu sesuai sejumlah aturan, termasuk Perda DKI Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pajak Air Tanah.

Peraturan Gubernur DKI No 37/2009 menyebutkan, rumus penetapan pajak air tanah adalah 20 persen dari hasil kali pemakaian air tanah (dalam meter kubik) dan nilai air berdasarkan kategori pemakai yang berlaku secara progresif. Pajak air tanah di kawasan yang terjangkau air perpipaan (air PAM) juga lebih tinggi daripada di daerah yang belum terjangkau.

Salah satu simulasi pembayaran pajak air tanah untuk pemakaian air tanah sebanyak 5.000 meter kubik pada kategori niaga besar (meliputi hotel bintang 4-5, apartemen, dan bank) di wilayah jangkauan layanan PAM adalah Rp 95.058.010.

Berdasarkan tarif air perpipaan di laman resmi PD PAM Jaya, untuk jumlah pemakaian dan kategori pemakai yang sama, pelanggan hanya perlu membayar Rp 62.750.000.

Pelanggan-pelanggan yang terdaftar ini adalah industri, pusat perbelanjaan, apartemen, instansi, dan rumah tangga mewah. Mereka menggunakan air tanah untuk keperluan produksi maupun untuk sehari-hari.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sebelum Terperosok dan Tewas di Selokan Matraman, Balita A Hujan-hujanan dengan Kakaknya

Sebelum Terperosok dan Tewas di Selokan Matraman, Balita A Hujan-hujanan dengan Kakaknya

Megapolitan
Kemiskinan dan Beban Generasi 'Sandwich' di Balik Aksi Pria Bayar Makan Seenaknya di Warteg Tanah Abang

Kemiskinan dan Beban Generasi "Sandwich" di Balik Aksi Pria Bayar Makan Seenaknya di Warteg Tanah Abang

Megapolitan
Cerita Warga Sempat Trauma Naik JakLingko karena Sopir Ugal-ugalan Sambil Ditelepon 'Debt Collector'

Cerita Warga Sempat Trauma Naik JakLingko karena Sopir Ugal-ugalan Sambil Ditelepon "Debt Collector"

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Seorang Pria Ditangkap Buntut Bayar Makan Warteg Sesukanya | Taruna STIP Tewas di Tangan Senior Pernah Terjadi pada 2014 dan 2017

[POPULER JABODETABEK] Seorang Pria Ditangkap Buntut Bayar Makan Warteg Sesukanya | Taruna STIP Tewas di Tangan Senior Pernah Terjadi pada 2014 dan 2017

Megapolitan
Libur Nasional, Ganjil Genap Jakarta Tanggal 9-10 Mei 2024 Ditiadakan

Libur Nasional, Ganjil Genap Jakarta Tanggal 9-10 Mei 2024 Ditiadakan

Megapolitan
Curhat ke Polisi, Warga Klender: Kalau Diserang Petasan, Apakah Kami Diam Saja?

Curhat ke Polisi, Warga Klender: Kalau Diserang Petasan, Apakah Kami Diam Saja?

Megapolitan
Polisi Dalami Peran Belasan Saksi Dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP yang Dianiaya Senior

Polisi Dalami Peran Belasan Saksi Dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Kepada Kapolres Jaktim, Warga Klender Keluhkan Aksi Lempar Petasan dan Tawuran

Kepada Kapolres Jaktim, Warga Klender Keluhkan Aksi Lempar Petasan dan Tawuran

Megapolitan
Belasan Taruna Jadi Saksi dalam Prarekonstruksi Kasus Tewasnya Junior STIP

Belasan Taruna Jadi Saksi dalam Prarekonstruksi Kasus Tewasnya Junior STIP

Megapolitan
Polisi Tangkap Lebih dari 1 Orang Terkait Pengeroyokan Mahasiswa di Tangsel

Polisi Tangkap Lebih dari 1 Orang Terkait Pengeroyokan Mahasiswa di Tangsel

Megapolitan
RTH Tubagus Angke Dirapikan, Pedagang Minuman Harap Bisa Tetap Mangkal

RTH Tubagus Angke Dirapikan, Pedagang Minuman Harap Bisa Tetap Mangkal

Megapolitan
Prarekonstruksi Kasus Penganiayaan Taruna STIP Digelar hingga 4 Jam

Prarekonstruksi Kasus Penganiayaan Taruna STIP Digelar hingga 4 Jam

Megapolitan
Masih Bonyok, Maling Motor di Tebet Belum Bisa Diperiksa Polisi

Masih Bonyok, Maling Motor di Tebet Belum Bisa Diperiksa Polisi

Megapolitan
Cegah Prostitusi, RTH Tubagus Angke Kini Dipasangi Lampu Sorot

Cegah Prostitusi, RTH Tubagus Angke Kini Dipasangi Lampu Sorot

Megapolitan
Balita yang Jasadnya Ditemukan di Selokan Matraman Tewas karena Terperosok dan Terbawa Arus

Balita yang Jasadnya Ditemukan di Selokan Matraman Tewas karena Terperosok dan Terbawa Arus

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com