JAKARTA, KOMPAS.com - Azzam Mujahid Izzulhaq mengaku salah karena menuding kamerawan Kompas TV Muhammad Guntur sebagai provokator pada aksi damai 4 November 2016 yang diwarnai kericuhan di depan Istana Merdeka, Jalan Merdeka Utara, sekitar pukul 19.00.
Azzam menyampaikan kekeliruan dan permintaan maafnya melalui akun Facebook Azzam Mijahid Izzulhaq, Minggu (6/11/2016) malam.
Dalam kesempatan itu, Azzam juga mengucapkan terima kasih kepada Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin karena ikut memberikan klarifikasi.
"Bahwa sesuai atas klarifikasi dari Prof. Din Syamsuddin tersebut, menyatakan bahwa saudara Muhammad Guntur, yg fotonya pertama diposting oleh Ustadz Muhammad Faizin Hasby pada tanggal 5 November 2016 pukul 03.55 LT, adalah benar-benar wartawan Kompas dan BUKAN provokator," tulis Azzam.
"Atas ketergesaan dan kekeliruan yg saya lakukan, saya memohon maaf yg sebesar-besarnya kepada saudara Muhammad Guntur secara pribadi dan kepada Kompas secara company," sambung dia.
(Baca: Din Syamsuddin: Kamerawan Kompas TV Bukan Provokator)
Tudingan provokator
Tudingan provokator diunggah akun Azzam Mujahid Izzulhaq di Facebook pada Sabtu, (5/11/2016). Ia menulis pada statusnya,
"Provaktor kericuhan ini, sebelumnya ditangkap aparat kepolisian setelah melakukan aksi provokasi dengan melempar botol minuman dari arah demonstran ke arah petugas keamanan. Ia mengaku wartawan salah satu media (Kompas).
Tetiba, sosok wajah dan tubuhnya hadir di Kompas TV dan telah berubah status menjadi korban kericuhan."
Hingga Minggu (6/11/2016) sore, informasi tidak benar tersebut telah di-share lebih dari 7.000 kali.
(Baca: Tuduhan Provokator Dinilai Kameramen "Kompas TV" Sangat Tidak Logis)
Klarifikasi Din Syamsuddin
Informasi yang diunggah Azzam itu kemudian ditanggapi oleh Din Syamsuddin. Dalam pesan Whatsapp yang diterima Kompas.com, Minggu (6/11/2016), Din mengatakan, ia mengenal Guntur.
"Dia meliput di lapangan Aksi Damai 4 November 2016 dan bukan provokator," kata Din.
Pesan Din mengklarifikasi tudingan terhadap Guntur yang tersebar berantai. Dihubungi Kompas.com, Din mengakui pesan itu memang ia tulis untuk meluruskan informasi yang tidak benar.
Berikut pesan lengkap Din Syamsuddin.
Ikhwany al-A'izza',
Wartawan dlm gambar di atas adalah Mas Muhammad Guntur, kamerawan Kompas TV, yg saya kenal. Dia meliput di lapangan Aksi Damai 4 November 2016 dan bukan provokator.
Utk diketahui, Kompas TV adalah satu dari dua TV Berita Nasional yg menyiarkan secara langsung Aksi Damai secara objektif dan proporsional.
Kebetulan pada sesi pra shalat Jum'at saya bersama Prof. Azra (Azyumardi Azra-red) menjadi narasumber di studio, dan pada sesi pasca shalat Jum'at Dr. Abdul Mukti, Sekum PP Muhammadiyah, dan Dr. Gun Gun Heryanto, dosen fakultas dakwah UIN Jakarta, yg jadi narasumber.
Mohon maklum dan tdk disebarluaskan Kompas TV sbg anti Aksi Damai. Silakan lihat rekaman siarannya sepanjang hari Jum'at.
Saya bahkan menyampaikan terima kasih atas peliputan Kompas TV yg simpatik.
Syukran.
Salam, Din Syamsuddin.
Dirampas dan dipukul
Kejadian sesungguhnya, Guntur tengah menjalankan tugas jurnalistiknya mengambil gambar saat kericuhan terjadi. Sebagai jurnalis, tugas Guntur melakukan reportase dilindungi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Seperti ditayangkan di Kompas TV, Guntur bercerita, saat itu ia tengah meliput aksi di jalan veteran, antara Istana Merdeka dan Gedung Mahkamah Agung. Posisinya berada di tengah, antara barikade polisi dan massa demonstran.
Tiba-tiba, kata Guntur, ada lemparan botol air mineral dari arah massa ke arah polisi yang disusul dengan aksi saling dorong antara pengunjuk rasa dan polisi.
Baca juga: Melempar Air Mineral sambil Mengambil Gambar Sangat Tidak Logis
Saat Guntur tengah mengambil gambar, salah seorang pengunjuk rasa menghardiknya, "Ngapain lu ngambil gambar." Guntur ditarik oleh sekelompok pengunjuk rasa itu ke tengah kerumunan mereka.
Kartu identitas wartawan yang dikenakan Guntur dirampas. Mereka juga merampas memory card dan kabel.
Dua orang dari kerumunan massa lantas membawanya menjauh dari para pengunjuk rasa yang marah. Sambil jalan, sejumlah orang memukul kepala guntur.
Sudah dipukul, Guntur difitnah sebagai provokator di media sosial. Perbuatan sejumlah orang yang menghalangi kerja jurnalistik Guntur adalah tindak pidana, pelanggaran terhadap Undang-Undang Pers
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.