Kepala Unit I Subdirektorat Cyber Crime, Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Komisaris Joko Handono menyebut, W dan DF juga pelaku kejahatan seksual pada anak, sedangkan DS dan SH hanya admin. DF yang paling banyak memangsa anak-anak (enam korban), beberapa di antaranya direkam, termasuk keponakannya.
”Ia bahkan lupa sudah berapa kali,” kata Joko.
Pengungkapan kasus berawal dari masuknya informasi terdapat grup-grup Facebook yang patut dicurigai mengandung materi pornografi anak. Tim melakukan patroli siber, mengecek grup mana yang terkonfirmasi sebagai jaringan paedofil.
Dijumpai fakta, para predator berjejaring dengan predator dari negara lain. Buktinya dari grup-grup pornografi anak di aplikasi Whatsapp yang diikuti para admin. Ada 10 grup internasional dengan admin menggunakan nomor ponsel Peru, Argentina, Meksiko, El Salvador, Cile, Bolivia, Kolombia, Kosta Rika, dan Amerika Serikat. Hanya satu grup Whatsapp dengan admin pengguna nomor Indonesia.
Menurut tersangka DF, ia sudah lama menikmati berbagai jenis video porno hingga bosan. ”Saya menonton video porno dewasa sejak kelas IV SD,” kata pemuda putus sekolah itu.
Ia justru menemukan ketertarikan pada video porno yang melibatkan anak-anak. ”Waktu kelas V SD saya menjadi korban pelecehan seksual sesama jenis. Setelah itu saya tidak mau keluar rumah seminggu,” katanya.
Sementara W, awalnya ia membuat grup di aplikasi Whatsapp untuk berbagi konten pornografi. Namun, karena jumlahnya terbatas, anggota grup mendesak untuk membuat grup di Facebook.
”Grup Facebook itu isinya campuran, enggak cuma anak. Tapi, banyak anggota yang suka genre anak-anak,” kata pencandu film porno yang mulai tertarik pornografi anak belum lama itu.
Perasaan suka pornografi anak-anak tumbuh ketika ada orang lain yang suka.
Pengakuan dua tersangka lain, DS yang bekerja di perusahaan konfeksi dan SH yang berstatus pelajar SMA, mereka hanya ikut-ikutan. Namun, mereka tak bisa membuat alasan yang masuk akal saat didesak kenapa tidak dari dulu meninggalkan grup predator itu.
Hukuman tak cukup
Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian berharap peran semua pihak untuk melindungi anak-anak dari ancaman kejahatan. ”Kita harus cegah potensi aksi kejahatan pada anak, masa depan bangsa. Tidak cukup penegakan hukum,” katanya.
Secara khusus, Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Susanto mengapresiasi langkah polisi dalam membongkar sindikat itu. Untuk pencegahan, anak-anak perlu terus didampingi dan diberi pemahaman yang benar tentang pornografi agar tak mudah terpengaruh iming-iming dan bujuk rayu yang berujung obyek pornografi.
”Selanjutnya, yang terpenting adalah anak-anak diajarkan menggunakan media sosial seperlunya, memanfaatkan untuk hal positif,” katanya.
Pemerintah, kata Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Samuel Abrijani Pangerapan, terus bergerak cepat menangani laporan penyalahgunaan internet.
”Untuk kasus pornografi anak, kami kejar ke mana pun pelakunya,” katanya. (ELD/SON/SAN)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.