Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jaringan Predator Anak di Grup ”Permen”

Kompas.com - 16/03/2017, 20:29 WIB

Oleh: Wisnu Aji Dewabrata dan J Galuh Bimantara

Permen, kudapan favorit anak yang mendatangkan kesenangan. Namun, bagi para penikmat kekerasan seksual pada anak, kata ”permen” menjadi kode bertemu di ranah maya, yang membawa kegetiran dan kepedihan tiada tara.

Kisah bermula pada Operasi Candy 1 oleh tim penyidik kejahatan siber Kepolisian Daerah Metro Jaya saat menguntit grup Facebook yang jadi sarana berbagi foto dan video pornografi anak oleh para pemangsa (predator). Nama grupnya Official Loli Candy’s Group. Candy (permen) dan loli berarti anak-anak, dalam bahasa para predator.

Empat pengelola grup, yaitu tiga lelaki berinisial W (27), DF (17), dan DS (24) serta satu perempuan, SH (16), ditahan polisi. Official Loli Candy’s Group dibuat September 2016 oleh tersangka W. Jumlah anggotanya 7.800-an akun.

Para anggota grup tertutup tersebut, melalui Facebook, mengakses gambar dan video porno, baik melibatkan orang dewasa maupun anak-anak. Untuk bisa bergabung, pengelola grup menerapkan sistem memberi dan menerima. Anggota baru wajib mengunggah foto dan video porno agar bisa menjelajahi unggahan lebih banyak yang dibagikan kepada anggota lain.

Penyidik membuat akun palsu di Facebook, lalu mengklik permintaan menjadi anggota grup ke pengelola, tentu dengan memenuhi syarat yang diminta. ”Mau nangkep penjahat harus menyamar,” ujar seorang penyidik.

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Wahyu Hadiningrat mengungkapkan, tak mudah masuk lingkaran predator. Apalagi syarat menjadi anggota grup harus mengirimkan foto atau video porno dan diseleksi admin. Namun, admin pun terkecoh.

Setelah diterima bergabung, penyidik mengumpulkan bahan dari grup sebagai bukti. Mereka berteman di Facebook dengan keempat admin grup. Penyidik juga mempelajari kode-kode yang digunakan. Kode SSI, misalnya, singkatan sanjung-sanjung iblis. Gombal, kata anak muda masa kini.

Kode CP—child porn—disematkan jika materi digital yang diunggah berisi pornografi anak. Lainnya, kode JJK, kependekan dari jejak, biasanya diketikkan di kolom komentar di bawah foto atau video. Ini berarti permintaan agar alamat laman sumber foto atau video itu dibagikan.

Pengelola juga menerapkan aturan yang harus dipatuhi jika tak ingin ditendang keluar grup. Salah satu tujuannya, Facebook dan akun non-anggota kesulitan mendeteksi adanya foto dan video porno di grup itu sehingga grup tak diblokir Facebook.

Salah satunya, aturan dalam menyertakan alamat laman sumber foto dan video. ”Link tidak boleh dibirukan,” ujar penyidik. Maksudnya, alamat laman ditambahi karakter tertentu sehingga tak langsung menautkan ke laman dimaksud ketika diklik.

 Tampaknya, pelanggaran aturan itu membuat pengelola berkonflik dengan salah satu anggota. Akibatnya, grup predator itu ditutup Facebook.

Ditutup Selasa (7/3) tak lantas memutus asa pendirinya. W membuat grup Facebook baru pada hari yang sama, untuk tujuan sama. Jumlah anggota 700-an pengguna Facebook, sebelum aktivitas di grup terhenti akibat akun W dan sesama pengelola diblokir Facebook.

”Sejak grup ditutup, penyidik sempat kesulitan mencari data anggota grup. Ini sangat bergantung pada peralatan,” kata Wahyu Hadiningrat.

Tentang pelaku

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Datangi Sekolah, Keluarga Korban Kecelakaan Maut di Ciater: Saya Masih Lemas...

Datangi Sekolah, Keluarga Korban Kecelakaan Maut di Ciater: Saya Masih Lemas...

Megapolitan
Soal Peluang Usung Anies di Pilkada, PDI-P: Calon dari PKS Sebenarnya Lebih Menjual

Soal Peluang Usung Anies di Pilkada, PDI-P: Calon dari PKS Sebenarnya Lebih Menjual

Megapolitan
Polisi Depok Jemput Warganya yang Jadi Korban Kecelakaan Bus di Ciater

Polisi Depok Jemput Warganya yang Jadi Korban Kecelakaan Bus di Ciater

Megapolitan
Warga Sebut Suara Mobil di Sekitar Lokasi Penemuan Mayat Dalam Sarung Terdengar Pukul 05.00 WIB

Warga Sebut Suara Mobil di Sekitar Lokasi Penemuan Mayat Dalam Sarung Terdengar Pukul 05.00 WIB

Megapolitan
Pria Dalam Sarung di Pamulang Diduga Belum Lama Tewas Saat Ditemukan

Pria Dalam Sarung di Pamulang Diduga Belum Lama Tewas Saat Ditemukan

Megapolitan
Penampakan Lokasi Penemuan Mayat Pria dalam Sarung di Pamulang Tangsel

Penampakan Lokasi Penemuan Mayat Pria dalam Sarung di Pamulang Tangsel

Megapolitan
Warga Sebut Ada Benda Serupa Jimat pada Mayat Dalam Sarung di Pamulang

Warga Sebut Ada Benda Serupa Jimat pada Mayat Dalam Sarung di Pamulang

Megapolitan
Soal Duet Anies-Ahok di Pilkada DKI, PDI-P: Karakter Keduanya Kuat, Siapa yang Mau Jadi Wakil Gubernur?

Soal Duet Anies-Ahok di Pilkada DKI, PDI-P: Karakter Keduanya Kuat, Siapa yang Mau Jadi Wakil Gubernur?

Megapolitan
Warga Dengar Suara Mobil di Sekitar Lokasi Penemuan Mayat Pria Dalam Sarung di Pamulang

Warga Dengar Suara Mobil di Sekitar Lokasi Penemuan Mayat Pria Dalam Sarung di Pamulang

Megapolitan
Bungkamnya Epy Kusnandar Setelah Ditangkap Polisi karena Narkoba

Bungkamnya Epy Kusnandar Setelah Ditangkap Polisi karena Narkoba

Megapolitan
Polisi Cari Tahu Alasan Epy Kusnandar Konsumsi Narkoba

Polisi Cari Tahu Alasan Epy Kusnandar Konsumsi Narkoba

Megapolitan
Epy Kusnandar Terlihat Linglung Usai Tes Kesehatan, Polisi: Sudah dalam Kondisi Sehat

Epy Kusnandar Terlihat Linglung Usai Tes Kesehatan, Polisi: Sudah dalam Kondisi Sehat

Megapolitan
Usai Tes Kesehatan, Epy Kusnandar Bungkam Saat Dicecar Pertanyaan Awak Media

Usai Tes Kesehatan, Epy Kusnandar Bungkam Saat Dicecar Pertanyaan Awak Media

Megapolitan
Polisi Selidiki Penemuan Mayat Pria Terbungkus Kain di Tangsel

Polisi Selidiki Penemuan Mayat Pria Terbungkus Kain di Tangsel

Megapolitan
Polisi Tes Kesehatan Epy Kusnandar Usai Ditangkap Terkait Kasus Narkoba

Polisi Tes Kesehatan Epy Kusnandar Usai Ditangkap Terkait Kasus Narkoba

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com