Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Najwa Shihab
Jurnalis Televisi

Pendiri Narasi.

Ahok vs Anies di Mata Najwa, Siapa yang "Menang"?

Kompas.com - 29/03/2017, 13:36 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

BANYAK sekali yang bertanya ke saya, siapa yang “memenangkan” Debat Mata Najwa Babak Final Pilkada Jakarta, Senin (27/3/2017)? Pertanyaan yang tentu tidak mungkin saya jawab dengan alasan yang saya yakini juga Anda pahami.

Tapi, ada hal yang ingin saya bagi. Cerita tentang proses kami merancang dan mencari format debat Pilkada DKI.

Sejak awal, saya langsung teringat serunya debat final Donald Trump dan Hillary Clinton dalam Pemilihan Presiden Amerika Serikat tempo hari.

Selain gaya masing-masing yang mengasyikkan, adu argumen antarkandidat sangat cair karena debat diramu dalam diskusi terbuka yang tidak dibatasi durasi atau aturan yang terlampau ketat.

Debat antar kandidat yang disiarkan televisi di AS adalah tradisi demokrasi yang sudah berjalan sejak pertarungan antara Richard Nixon vs John F Kennedy di Pilpres AS pada 1960.

Sejak itulah debat capres di televisi menjadi instrumen utama kontestasi politik yang diperlakukan sangat serius di AS.

Sampai-sampai dibentuk komisi independen khusus (CPD- The Commission on Presidential Debates) yang bertugas merumuskan format, menentukan moderator dan merancang aturan main debat.

Sejak 1987, CPD telah mengembangkan beragam format debat yang fokus untuk memaksimalkan waktu dan perhatian publik kepada capres dan pandangan mereka.

Model debat pun bervariasi. Mulai dari menggunakan satu moderator hingga panel yang terdari dari tiga jurnalis atau model town hall meeting dengan mengundang perwakilan warga untuk bertanya pada kandidat.

Pemilihan topik, pembagian waktu, hingga pengaturan tempat dan variasi meja dalam debat juga menjadi perhatian komisi independen ini.

Semua itu bertujuan utama memberikan kesempatan maksimal kepada pemilih untuk mendapatkan informasi dan membandingkan pilihan mereka.

Baca juga: Debat Pertama Tanpa Sandiaga, Anies Merasa Waktu Berjalan Cepat

Jadi, ketika kami berkesempatan untuk merancang sebuah debat politik, kami tidak ragu untuk mengadopsi sejumlah format yang telah diuji dalam berbagai debat pilpres AS.

Walaupun tentu saja itu bukan tanpa keraguan. Selama ini debat-debat pemilihan pejabat publik di negeri ini berlangsung dalam format yang kaku dan cenderung searah dalam menjawab pertanyaan yang diajukan oleh panelis atau moderator.

Interaksi antarkandidat juga dibatasi pada format ‘saling bertanya’ yang kerap kali berujung hambar karena masing-masing kandidat akan berangkat dengan isu yang diyakini menguntungkan posisinya.

Sementara format diskusi terbuka yang kami rancang akan “memaksa” kandidat untuk beradu argumen secara langsung atas topik yang ditentukan oleh moderator.

Durasi yang lebih cair dalam debat juga membuat para kandidat leluasa berbicara sembari menyodorkan data yang paling relevan, mengatur ritme, hingga mengontrol emosi.

Hampir tidak ada sekat dalam proses pertukaran ide. Masing-masing kandidat harus saling beradu pendapat secara cepat dan terkadang spontan. Dengan format ini kandidat tidak hanya perlu piawai menyampaikan pendapat tapi juga peka untuk mendengarkan jawaban lawan.


Meyakinkan para kandidat

Saya juga ditanya oleh seorang teman, butuh waktu berapa lama untuk menyakinkan kedua kandidat hadir di debat Mata Najwa. Saya menjawab terus terang, meyakinkan kandidatnya tidak sulit, karena toh Mata Najwa kerap kali mengundang keduanya sendiri-sendiri maupun berdua.

Bahkan seperti diakui oleh Pak Basuki dan Pak Anies di Ulang Tahun Mata Najwa ke-7, mereka pertama kali berjumpa dan berkenalan justru di forum Mata Najwa beberapa tahun silam.

Tetapi tentu saja momen pilkada mempengaruhi banyak hal, terlebih saat pertarungan akhir seperti ini. Tim sukses kandidat kadang bekerja ‘terlalu’ maksimal, untuk menjaga jagoan masing-masing.

Baca juga: Sandiaga: Debat Semalam Keren, Tampilkan Dua Putra Terbaik Bangsa

Tantangan justru ada pada proses menyakinkan tim sukses soal aturan main debat yang menurut kami lebih ideal ini. Format baru yang rasanya jarang atau bahkan mungkin belum pernah dilakukan dalam debat-debat pejabat publik selama ini.

Kami sangat sadar debat dengan format apa pun akan sangat mudah berubah menjadi diskusi yang normatif jika saja isu yang dibahas terlalu umum. Karenanya pertanyaan awal maupun pertanyaan lanjutan dirancang spesifik untuk membuat para kandidat mengutarakan pendapat secara detail dan terperinci.

Angle perbandingan program pun sengaja dimaksudkan agar kedua kandidat bisa saling menunjukkan perbedaan, jika ada.

Kami berangkat dari asumsi bahwa pemilih Jakarta sudah sedikit banyak mengetahui sejumlah program unggulan kandidat, toh kampanye sudah berlangsung selama 6 bulan.

Saling klaim sebagai pionir dan tudingan saling contek program sejak awal kampanye sengaja kami tonjolkan untuk menggambarkan sengitnya pertarungan.

Kartu Jakarta Pintar vs Kartu Jakarta Pintar Plus, Kartu Jakarta Lansia vs Tunjangan Orang Tua, Ok Otrip vs integrasi moda transportasi, misalnya.

Serupa tapi tak mau dibilang sama, siapa yang lebih dulu dan siapa yang hanya bisa meniru. Itu pun hanyalah bumbu dalam debat.

Baca juga: Djarot Salut Ahok Bisa Kendalikan Emosi tetapi Kaget Lihat Anies Emosional

Bumbu yang kami perlukan untuk meramu tontonan, walau diam-diam kami sesungguhnya sadar bahwa orisinalitas program tidak punya nilai lebih dalam demokrasi.

Karena seharusnya yang diukur bukan itu, melainkan efektivitas, kapasitas dan komitmen kandidat untuk menjalankan berbagai programnya.

Itu juga alasan mengapa secara khusus saya bertanya tentang gaya kepemimpinan. Meminta kandidat untuk menggambarkan gaya masing-masing dan menbandingkannya dengan lawan.


"Rahasia" tersisa

Ada satu "rahasia". Saya sesungguhnya masih menyimpan satu pertanyaan lanjutan untuk kedua kandidat.

Siapa lebih cocok menjadi anak buah siapa? Apakah Anies lebih cocok menjadi anak buah Ahok? Atau Anies lebih pantas menjadi bos Ahok? Tapi saya memutuskan untuk menghentikan perdebatan soal itu saat Ahok dan Anies saling berbalas tentang siapa yang bisa memecat siapa.

Baca juga: Ahok Sedih Anies Ingin Pecat Dirinya dari Jabatan Gubernur DKI

Ada banyak PR kami sebagai penyelenggara debat. Masukan soal topik, alur debat dan kesempatan berbicara untuk ke dua kandidat secara lebih cair saat diskusi terbuka menjadi catatan pembelajaran penting untuk Mata Najwa yang sejak awal berusaha sekuat tenaga untuk menjaga keberimbangan.

Apresiasi tertinggi tentu harus diberikan kepada Pak Basuki dan Pak Anies. Tidak ada keharusan bagi mereka untuk hadir di Mata Najwa.

Karena ini bukanlah debat resmi yang diselenggarakan KPU, institusi yang bisa memberikan sanksi kepada kandidat yang mangkir. Namun, keduanya tidak sekadar datang memenuhi undangan, tapi juga telah bersedia berpartisipasi dalam suatu "eksperimen" demokrasi.

Berdebat terbuka atas gagasan dan isu. Hasilnya? Semoga cukup seru dan bisa membantu Anda yang masih ragu. Sampai bertemu di Mata Najwa tiap Rabu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Berencana Usung Kader Sendiri di Pilgub DKI 2024

Gerindra Berencana Usung Kader Sendiri di Pilgub DKI 2024

Megapolitan
Munculnya Keraguan di Balik Wacana Pemprov DKI Beri Pekerjaan ke Jukir Liar Minimarket Usai Ditertibkan

Munculnya Keraguan di Balik Wacana Pemprov DKI Beri Pekerjaan ke Jukir Liar Minimarket Usai Ditertibkan

Megapolitan
Perolehan Kursi DPR RI dari Jakarta Berkurang 5, Gerindra DKI Minta Maaf

Perolehan Kursi DPR RI dari Jakarta Berkurang 5, Gerindra DKI Minta Maaf

Megapolitan
Polda Metro Minta Masyarakat Lapor jika Ada Juru Parkir Memalak

Polda Metro Minta Masyarakat Lapor jika Ada Juru Parkir Memalak

Megapolitan
Polisi Akan Bantu Dishub Tertibkan Juru Parkir Liar di Jakarta

Polisi Akan Bantu Dishub Tertibkan Juru Parkir Liar di Jakarta

Megapolitan
Perolehan Kursi DPR RI dari Jakarta Berkurang 5, Gerindra Tetap Akan Usung Kader di Pilkada DKI 2024

Perolehan Kursi DPR RI dari Jakarta Berkurang 5, Gerindra Tetap Akan Usung Kader di Pilkada DKI 2024

Megapolitan
Prabowo Belum Bahas Isu Penambahan Menteri di Kabinetnya

Prabowo Belum Bahas Isu Penambahan Menteri di Kabinetnya

Megapolitan
Berantas Jukir Liar, DPRD Usul Pemprov DKI-Minimarket Kerja Sama

Berantas Jukir Liar, DPRD Usul Pemprov DKI-Minimarket Kerja Sama

Megapolitan
Bulan Depan, Gerindra Akan Umumkan Nama yang Diusung untuk Pilgub DKI

Bulan Depan, Gerindra Akan Umumkan Nama yang Diusung untuk Pilgub DKI

Megapolitan
Tak Tutup Kemungkinan Usung Anies di Pilkada DKI, PDIP: Tergantung Penilaian DPP dan Rekam Jejak

Tak Tutup Kemungkinan Usung Anies di Pilkada DKI, PDIP: Tergantung Penilaian DPP dan Rekam Jejak

Megapolitan
Jukir Liar Akan Ditertibkan lalu Dikasih Pekerjaan, DPRD DKI: Tidak Semudah Itu 'Ferguso'!

Jukir Liar Akan Ditertibkan lalu Dikasih Pekerjaan, DPRD DKI: Tidak Semudah Itu "Ferguso"!

Megapolitan
Gerindra DKI Usul 4 Nama Bacagub Jakarta ke DPP, Ada Ariza Patria dan Rahayu Saraswati

Gerindra DKI Usul 4 Nama Bacagub Jakarta ke DPP, Ada Ariza Patria dan Rahayu Saraswati

Megapolitan
Jangan Seolah Lepas Tangan, Direktur STIP dan BPSDM Diminta Ikut Tanggung Jawab atas Tewasnya Putu

Jangan Seolah Lepas Tangan, Direktur STIP dan BPSDM Diminta Ikut Tanggung Jawab atas Tewasnya Putu

Megapolitan
DPRD DKI: Tidak Ada Anggaran untuk Beri Pekerjaan Eks Jukir Liar Minimarket

DPRD DKI: Tidak Ada Anggaran untuk Beri Pekerjaan Eks Jukir Liar Minimarket

Megapolitan
Prabowo Kantongi Nama Kader Gerindra yang Akan Maju Pilgub DKI Jakarta

Prabowo Kantongi Nama Kader Gerindra yang Akan Maju Pilgub DKI Jakarta

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com