JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaksana tugas Gubernur DKI Jakarta Sumarsono kemarin mengunjungi Rumah Tahanan Salemba untuk mengetahui kesiapan Pilkada DKI 2017.
Sebab, Sumarsono mendapat laporan banyak warga binaan yang tidak bisa menggunakan hak suaranya pada putaran pertama yang lalu.
"Kami enggak tahu persis bagaimana kualitas pemilihannya di sana. Jadi sekarang perlu memastikan ke kepala-kepala lapas, mengenai prosedur bagaimana mereka bisa terdaftar. Kalau suket saja tidak ada bagaimana mau memilih?" ujar Sumarsono di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Selasa (4/4/2017).
Di Rutan Salemba, Sumarsono bertemu dengan Ketua Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta Sumarno dan Ketua Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DKI Jakarta Endang Sudirman.
Baca:Penggunaan Hak Suara Rendah, Sumarsono Akan Keliling Lapas dan Apartemen
Endang menjelaskan memang banyak warga binaan lembaga permasyarakatan (lapas) dan rutan yang tidak masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT).
Endang mengatakan hanya 4.396 warga binaan di enam lapas dan rutan yang masuk DPT pada putaran pertama Pilkada DKI 2017.
"Warga binaan di dalam berharap punya kesempatan melakukan pencoblosan pada pilkada. Namun berdasarkan informasi DPT yang ada di seluruh lapas ada 4.396 saja," ujar Endang.
Endang mengatakan total warga binaan di Jakarta ada 16.309 orang. Mereka merupakan warga binaan dari enam lapas dan rutan yaitu Lapas Klas I Cipinang, Lapas Narkotika Jakarta, Lapas Klas II Salemba, Rutan Klas I Cipinang, Rutan Klas I Jakarta Pusat, dan Rutan Klas II A Jakarta Timur (Pondok Bambu).
Dari 16.309 orang itu, warga binaan yang merupakan warga DKI Jakarta ada 10.741 orang. Data tersebut mereka dapatkan dari pengadilan.
Setelah itu, kata Endang, pihaknya menyerahkan data tersebut kepada KPU DKI untuk dimasukan dalam DPT.
"Dari data yang kami peroleh dari pengadilan yaitu 10.741 orang, itu kami ajukan ke KPU. Namun yang masuk DPT hanya 4.396," ujar Endang.
Endang paham bahwa data warga binaan yang mereka serahkan kepada KPU DKI tidak lengkap. Mereka hanya memberikan daftar nama tanpa ada rincian NIK KTP mereka.
Baca: Warga yang Lapor Kehilangan Hak Suara pada Pilkada DKI Diminta Sertakan Identitas
Kurangnya data profil warga binaan
Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI Jakarta, Edison Sianturi, menjelaskan kendala dalam melakukan verifikasi DPT warga binaan di lapas dan rutan di Jakarta.
Edison mengatakan mereka hanya memperoleh data berupa nama saja dari Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DKI Jakarta.
"Kami hanya menerima nama, tidak ada tempat tanggal lahir dan alamat, hanya nama saja," kata Edison. Hal itu membuat proses verifikasi menjadi terhambat.
"Kalau saja ada tempat lahirnya, kami bisa urai. Ini hanya ada nama dan kami jadi kesulitan verifikasi. Hanya nama dan itu pun ada yang menggunakan nama alias," ujar Edison.
Ketua KPU DKI Jakarta Sumarno mengatakan memang tidak semua data yang diberikan Kanwil Kemenkumham bisa langsung dikonversikan menjadi DPT pilkada.
Sebab, beberapa nama tidak terdapat di database Disdukcapil. Sumarno mengatakan KPU tidak bisa memasukan nama warga yang tidak terdaftar ke dalam DPT.
"Kami punya rambu-rambu yang harus dipatuhi," ujar Sumarno.
Sementara itu, Plt Gubernur DKI Jakarta Sumarsono meminta Disdukcapil, KPU DKI, dan Kamwil Kemenkumham DKI terus berkoordinasi terkait data DPT di rutan dan lapas. Sumarsono sepakat warga binaan yang masuk DPT harus sesuai dengan prosedur.
Namun, dia meminta data antara tiga lembaga itu dicocokan kembali agar penggunaan suara di lapas dan rutan lebih maksimal.
"Jangan ada satu orang pun warga DKI Jakarta yang kehilangan hak politiknya di putaran kedua. Makanya kami susuri segmen yang selama ini kurang terjangkau dan tingkat partisipasinya rendah," kata Sumarsono.