Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengacara: Kenapa Penahanan Ahok Kesannya Dipaksakan?

Kompas.com - 10/05/2017, 11:27 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota tim kuasa hukum Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, Ronny Talapessy, menemukan kejanggalan dalam upaya penahanan kliennya pada Selasa (9/5/2017).

Menurut Ronny, wewenang untuk memerintahkan Ahok ditahan sudah tidak pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara, melainkan pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

"Hakim Pengadilan Negeri tidak berhak memerintahkan penahanan. Jaksa, dalam hal ini, salah menerapkan eksekusi (penahanan) dengan tidak memperhatikan Pasal 238 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana)," kata Ronny saat berbincang dengan Kompas.com, Rabu (10/5/2017) pagi.

Baca: Vonis Ahok Dinilai Jadi Cerminan Rule of Law Diganti Rule by Mass

Pasal terkait yang dimaksud oleh Ronny dalam Pasal 238 KUHAP, yakni Pasal 2 berbunyi, "Wewenang untuk menentukan penahanan beralih ke pengadilan tinggi sejak saat diajukannya permintaan banding".

Dengan begitu, menurut Ronny, seharusnya perintah penahanan datang dari Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, bukan dari hakim Pengadilan Negeri.

Tim kuasa hukum juga menyayangkan jaksa yang disebut sulit ditemui kemarin saat mereka hendak menyampaikan berkas banding perkara Ahok untuk disampaikan ke Pengadilan Tinggi.

Adapun hal lain terkait penahanan Ahok, dikatakan Ronny bahwa surat perintah penahanan dikeluarkan belakangan setelah Ahok sudah di dalam Rutan Klas 1 Cipinang.

"Ini tentunya pelanggaran HAM berat. Ada apa ini? Kenapa kesannya dipaksakan untuk ditahan? Pak Ahok selama ini sangat kooperatif dan tidak ada kekhawatiran beliau menghilangkan barang bukti," tutur Ronny.

Sebelumnya, tim kuasa hukum telah mengajukan permohonan banding ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Selain itu, tim juga telah mengajukan permohonan agar Ahok tidak ditahan.

Semua permohonan itu masih dalam proses sampai saat ini. Ahok divonis hukuman dua tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada sidang putusan di auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, kemarin siang.

Hakim menilai Ahok memenuhi unsur tindak pidana penodaan agama dan menimbulkan kegaduhan karena menyinggung Surat Al-Maidah ayat 51.

Kompas TV Menakar Vonis Penjara Ahok (Bag 3)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Pengemis yang Suka Marah-marah Dijenguk Adiknya di RSJ, Disebut Tenang saat Mengobrol

Pengemis yang Suka Marah-marah Dijenguk Adiknya di RSJ, Disebut Tenang saat Mengobrol

Megapolitan
BOY STORY Bawakan Lagu 'Dekat di Hati' Milik RAN dan Joget Pargoy

BOY STORY Bawakan Lagu "Dekat di Hati" Milik RAN dan Joget Pargoy

Megapolitan
Lepas Rindu 'My Day', DAY6 Bawakan 10 Lagu di Saranghaeyo Indonesia 2024

Lepas Rindu "My Day", DAY6 Bawakan 10 Lagu di Saranghaeyo Indonesia 2024

Megapolitan
Jelang Pilkada 2024, 8 Nama Daftar Jadi Calon Wali Kota Bogor Melalui PKB

Jelang Pilkada 2024, 8 Nama Daftar Jadi Calon Wali Kota Bogor Melalui PKB

Megapolitan
Satpol PP Minta Pihak Keluarga Jemput dan Rawat Ibu Pengemis Viral Usai Dirawat di RSJ

Satpol PP Minta Pihak Keluarga Jemput dan Rawat Ibu Pengemis Viral Usai Dirawat di RSJ

Megapolitan
Mulai Hari Ini, KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Cagub Independen

Mulai Hari Ini, KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Cagub Independen

Megapolitan
Kala Senioritas dan Arogansi Hilangkan Nyawa Taruna STIP...

Kala Senioritas dan Arogansi Hilangkan Nyawa Taruna STIP...

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Megapolitan
Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com