Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nur Khalik, Kakek 101 Tahun Penjual Abu Gosok yang Viral di Medsos

Kompas.com - 06/06/2017, 08:33 WIB
Tim Cek Fakta

Penulis


TANGERANG, KOMPAS.com -
Nur Khalik tengah berbaring ketika Kompas.com mengunjungi gubuk tempat tinggalnya, Senin (5/6/2017). Pria berusia 101 tahun itu baru saja pulang berjualan abu gosok dan balon, di sekitar tempat tinggalnya, di Pisangan, Ciputat, Tangerang.

"Jualan setiap hari kalau Rp 100.000 dapat, tapi kebanyakan itu sedekah," kata Nur Khalik.

Nur Khalik menceritakan abu gosok dan balon yang dia jual hasilnya memang tidak seberapa. Tapi belas kasih dari orang-orang yang memberi uang lebih itulah yang membantu dia mampu memenuhi kebutuhannya dan keluarganya.

Apalagi mulai beberapa hari lalu, dia mendapat banyak sumbangan uang dan barang setelah seorang netizen membagikan cerita tentang Nur Khalik di akun Facebook miliknya.

"Dari Jumat ramai banget dah bawain kasur, beras, segala macam, orang dari mana-mana. Mungkin itu petunjuk dari Allah SWT, enggak pernah ketemu engkong kok bisa ke sini," kata Nur Khalik menjawab kebingungannya.

Dia mengaku kini jadi lebih sering berada di rumah sejak banyak kedatangan tamu. Gerobak tua yang biasa dia bawa dari pagi hingga malam, kini hanya diajak berkeliling hingga pukul 14.00.

Nur Khalik mengatakan harus siap berada di rumah untuk beberes dan berbincang dengan tamu yang ingin mengenalnya.

"Engkong seneng, ada yang nemenin, enggak kesepian," katanya.

Kondisi fisik Nur Khalik masih sangat bugar, Pada usia 101 tahun, dia masih kuat berjalan mendorong gerobak puluhan kilometer setiap hari. Matanya pun masih jelas melihat dengan bantuan kacamata.

Ia mengaku sejak lahir satu abad lalu, tak pernah mengeluh sakit berarti. Nur Khalik bercerita pada beberapa hari lalu sempat bertengkar dengan seorang dokter perihal kebiasaannya mengisap rokok. Menurut Nur Khalik, kebiasaannya merokok tidak mengganggu kesehatan.

Sehari-hari, Nur Khalik sering memakan nasi dengan lauk favoritnya tahu, tempe, dan kangkung atau genjer. Dia juga seorang penikmat kopi, tapi tidak suka memakan daging, ikan, dan telur.

"Paling kuping aja ini sekarang, kalau ada orang yang mau beli, akhirnya nyamperin soalnya enggak kedengeran jelas suaranya," kata dia.

Meski kadang merasa malu karena keterbatasan pendengaran, Nur Khalik mengaku tak pernah malu atas pekerjaan dan penghasilannya. Dia bekerja karena tak ingin menyusahkan anak-anaknya.

Ingin terus bekerja

Ia sebenarnya sudah dipaksa oleh anak-anaknya untuk kembali ke kampung halamannya, di Kampung Garon, Kabupaten Bekasi, namun Nur Khalik melawan dan ingin terus bekerja. Nur Khalik memiliki 10 anak dari istri pertama,  anak tertua berusia 70 tahun dan yang paling bungsu berusia 30 tahun. Tiga dari 10 anaknya sudah meninggal.

Dari istri keduanya, Nur Khalik mendapat empat anak tiri. Istri dan anaknya tinggal di rumah mereka di Kampung Garon, Bekasi, Jawa Barat.

Nur Khalik tinggal di Ciputat bersama dua anaknya yang bekerja sebagai pemulung. Mereka tinggal di gubuk beratap dan berdinding seng berukuran sekitar 3x5 meter.

Bos pengepul barang bekas sekaligus pemilik lahan membiarkan tanahnya ditinggali oleh anak buahnya. Nur Khalik yang tidak memulung juga dibolehkan tinggal, cukup membayar uang listrik saja tiap bulannya.

Di gubuk sempit itu hanya ada tumpukan barang-barang pribadi, meja berisi piring gelas, kasur dengan kelambu, dan kipas angin. Kasur kapuk yang digunakan Nur Khalik didapatnya dari tempat pemulungan.

Beberapa mahasiswa UIN Syarifhidayatullah berbaik hati dua hari lalu membawakan sprei untuk mengalasi kasur itu.

"Lah biasa pake kardus jelek juga udah pules tidurnya, ini dikasih kasur lagi," ungkap Nur Khalid.

Profesi berjualan abu gosok ini sudah dikerjakannya sejak 50 tahun lalu. Abu gosok dari kampung mengantarkannya ke Ibu Kota. Nur Khalik pertama bermukim di Pondok Ranji, Tangerang Selatan puluhan tahun lalu ketika abu gosok masih dibutuhkan.

Dia masih mengingat nama bos-bosnya yang sudah meninggal. Nur Khalik memang selalu "ikut" dengan bos pengepul barang bekas.

Ia berpindah-pindah tempat, namun biasanya tidak pernah jauh dari Tangerang Selatan, tempat dia pertama keluar dari kampungnya.

Setiap pekannya, Nur Khalik mendapat sekarung abu gosok untuk dijual. Abu yang dijual per kantong itu laku Rp 3.000 hingga Rp 10.000. Balon karet anak-anak juga dibelinya di warung, untuk kemudian dipompa dan dijual di sekitar kawasan UIN.

Mantan dalang

Sebelum menggeluti dagangan ini, Nur Khalik dikenal sebagai dalang selama 37 tahun. Nur Khalik terpaksa berhenti menjadi dalang ketika giginya satu per satu tanggal dan bicaranya mulai tidak jelas.

Nur Khalik menolak tawaran gigi palsu dari para mahasiswa kedokteran UIN.

"Gak pengin gua ganti-ganti gigi, Tuhan udah ambil semua, masalah gak bisa makan enak gua juga tahu, makanya makan yang kita kuat aja," ungkap dia.

Nur Khalid masih ingat masa kecilnya puluhan tahun lalu ketika masih ada penjajah di Tanah Air. Nur Khalik mondok dan mengenyam pendidikan di pesantren.

Dulu, dia bahkan hanya bisa menulis dan membaca aksara Arab. Sekolah, kata Nur Khalik, hanya untuk orang yang sangat kaya di zamannya.

"HBS (Hoogere Burgerschool) tuh dulu nama sekolahnya, enggak kaya sekarang, di rumah sekolahnya, kalau orang setengah kaya enggak mampu sekolahin anak," kata Nur Khalik.

Masa muda Nur Khalik dihabiskan dengan bertani dan mendalang. Dari pekerjaan itu, dia bisa membeli rumah, memiliki sepetak sawah, dan menikahkan 10 anaknya.

Lalu, untuk apa Nur Khalik masih berdagang keliling di Ciputat? Ia tak ingin kaya berlimpah rezeki, hanya ada lima perkara yang menurutnya penting.

"Satu, aki-aki ini udah tua, ibarat matahari ini udah lewat ashar mau maghrib, pengin hidupnya tenang," ungkap Nur Khalik.

"Dua, pengin aki-aki ini bahagiain bini jangan sampai nemu keributan soal rumah tangga, banyak yang ribut karena kekurangan. Tiga, supaya bisa menolong orang yang kesusahan dan kesulitan. Keempat, ya Allah supaya saya bisa menyantuni fakir miskin dan anak yatim setiap lebaran, kelima, ya Allah supaya begitu dipanggil masih ada sisanya untuk wakafin masjid," ucap dia lagi.

Uang jerih payah yang dia dapatkan ini selalu diberikan kepada istrinya di kampung untuk biaya berobat diabetes. Tiap lebaran, Nur Khalik juga menabung agar bisa menyantuni anak-anak sebagai bentuk dia bersyukur.

"Ini rezeki dari mana sih? Dari Allah, engkong wajib bagi-bagi," katanya.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Megapolitan
Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Megapolitan
Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com