JAKARTA, KOMPAS.com - Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok telah dinyatakan terbukti menodai agama dan divonis dua tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam sidang putusan pada 9 Mei 2017. Putusan hakim didasari Pasal 156a KUHP tentang penodaan agama.
Adapun vonis hakim itu lebih tinggi dibanding tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut Ahok dengan Pasal 156 KUHP tentang permusuhan terhadap suatu golongan dan menyebut tidak terbukti menodai agama. Jaksa menuntut Ahok dihukum satu tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun.
Setelah vonis terhadap Ahok diputuskan hakim, jaksa mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Salah satu alasan pengajuan banding adalah putusan hakim yang dianggap tidak sesuai dengan tuntutan jaksa.
Saat Pengadilan Tinggi DKI Jakarta telah menunjuk lima hakim untuk memeriksa dan mengadili kasus Ahok, jaksa memutuskan mencabut banding. Berkas pencabutan banding dikirimkan Kejaksaan Negeri Jakarta Utara ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada Selasa (6/6/2017).
Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Utara Roberth M Tacoy mengatakan, jaksa mencabut banding karena Ahok juga telah menerima vonis hakim dan batal mengajukan banding.
"Pak Ahok kan juga sudah mencabut (banding), manfaatnya itu apa (dilanjutkan). Yang bersangkutan saja sudah menerima," kata Roberth kepada Kompas.com, Kamis (8/6/2017).
(baca: Setelah Kasusnya Berkekuatan Hukum Tetap, di Mana Ahok Ditahan?)
Ahok sebelumnya berencana mengajukan banding. Namun, dia membatalkan rencana itu dan menerima vonis hakim.
Anggota tim penasihat hukum Ahok, I Wayan Sudirta, mengatakan bahwa pencabutan banding oleh jaksa tak berpengaruh signifikan terhadap Ahok.
"Jadi tidak ada sama sekali (dampak positif dan negatifnya)," kata Wayan, Kamis.
Berkekuatan hukum tetap
Pengadilan Negeri Jakarta Utara telah menerima berkas pencabutan banding dari Kejaksaan Negeri Jakarta Utara. PN Jakarta Utara akan memberitahukan pencabutan banding tersebut kepada tim penasihat hukum Ahok.
PN Jakarta Utara kemudian akan mengirimkan berkas pencabutan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Kepala Humas Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Johanes Suhadi memastikan kasus Ahok akan berkekuatan hukum tetap setelah hakim memproses permintaan pencabutan banding dari jaksa.
"Kalau dua-duanya (terdakwa dan jaksa) sudah mencabut, pasti inkracht (berkekuatan hukum tetap)," ujar Johanes, Kamis.
(baca: Jaksa Cabut Banding, Kasus Ahok Dipastikan Berkekuatan Hukum Tetap)
Setelah berkas pencabutan banding diterima dari PN Jakarta Utara, Kepala Pengadilan Tinggi DKI Jakarta akan menyerahkannya kepada majelis hakim yang memeriksa berkas perkara.
Majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta kemudian akan mengeluarkan penetapan atas kasus penodaan agama tersebut.
"Nanti hakim mengeluarkan penetapan, nanti jadi inkracht," kata Johanes.
Menurut Johanes, waktu yang dibutuhkan untuk memproses pencabutan banding tersebut tidak akan lama setelah berkas diterima.
Di mana Ahok akan ditahan?
Sementara itu, Kejaksaan Negeri Jakarta Utara belum memastikan tempat Ahok akan ditahan saat kasus dugaan penodaan agama yang menjeratnya berkekuatan hukum tetap. Saat ini, Ahok ditahan di Rumah Tahanan Mako Brimob Depok.
"Belum tahu ini, belum ada," ujar Roberth.
Menurut Roberth, jika berdasarkan wilayah, terpidana kasus-kasus yang ditangani Pengadilan Negeri Jakarta Utara akan ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang.
Begitu pun saat Ahok divonis dua tahun penjara oleh PN Jakarta Utara. Ketika itu, dia langsung ditahan di Rutan Cipinang.
"Selama ini kalau dalam perkara yang normal-normal di Cipinang," kata Roberth.
(baca: Kakak Angkat: Ahok Nggak Kurus, Cuma Nggak Ada Perut)
Kasus yang menjerat Ahok bermula saat dia melakukan kunjungan kerja ke Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, sebagai gubernur DKI Jakarta pada September 2016.
Dalam kesempatan itu, Ahok mengutip surat Al Maidah ayat 51 saat memberikan sambutan di hadapan warga. Dia kemudian dilaporkan karena dinilai menodai agama,