Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Mika: Tidur, Makan, hingga Buang Hajat di Tempat yang Sama

Kompas.com - 14/06/2017, 17:21 WIB
Dian Maharani,
Ana Shofiana Syatiri

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mika Harni (33) tertidur pulas di sudut ruangan rumahnya di daerah Kebayoran, Jakarta Selatan. Hanya beralaskan kasur tipis, ruangan itu telah bertahun-tahun menjadi tempat tidurnya.

Tempat tidur Mika bukan berupa kamar yang lengkap dengan pintu dan jendela, tetapi hanya ruangan yang dibatasi sekat dari tripleks dan terdapat kayu penyangga.

Siapa pun yang mondar-mandir di ruangan itu pasti bisa melihat tempat tidur Mika yang berukuran sekitar 1,5 x 1 meter persegi.

Di sudut ruangan itu, sebuah rantai panjang tergantung. Rantai itu terakhir kali digunakan untuk mengikat kaki kanan Mika pada April 2017 lalu.

Selama 2 tahun, kaki kanan Mika diikat rantai yang sudah berkarat itu. Selama 2 tahun itu pula, di sudut ruangan tersebut menjadi tempat Mika melakukan segala hal, mulai dari makan, tidur, termasuk buang air kecil dan besar.

"Enggak pernah minta mandi pas diiket. Jadi pipis, pup (buang air besar) di ember yang ditaruh di situ," ujar adik ipar Mika, Clodia Deprita Anggraini (25) atau yang akrab disapa Devi saat ditemui Kompas.com beberapa pekan lalu.

Baca: Akhirnya Pasung Rusli Dibuka...

Selama dipasung, Mika diurus oleh ibu dan ayahnya dengan penuh kasih sayang. Sang ibu tak pernah kehabisan kesabaran setiap kali menyuapi makan, meski Mika melempar sepiring nasi yang diberikan.

Toples dengan tutup berwarna merah berisi kue-kue kering atau aneka camilan juga sengaja diletakkan di tempat tidur agar Mika tak pernah merasa kelaparan.

Bahkan setiap bulan, ibunya rutin membersihkan darah yang berceceran di tempat tidur Mika. Sebagaimana perempuan pada umumnya, satu bulan sekali Mika mengalami menstruasi.

Devi menceritakan, Mika terpaksa dirantai karena sering mengamuk, berhalusinasi, kemudian marah-marah. Tak jarang Mika menyakiti dirinya sendiri, seperti menampar pipinya berulang kali dan menjambak rambutnya.

Mika juga suka berpergian dan mengganggu tetangga atau orang-orang yang ditemuinya. Pernah suatu kali Mika pergi ke tempat neneknya di Sukabumi. Padahal, ia tak membawa uang sepersen pun.

Sang ayah tak mau Mika menjadi orang terlantar di jalanan. Ayahnya juga khawatir, putri keduanya itu dilecehkan orang-orang di jalan.

"Dulu Teh Mika suka ke pasar. Suka dikerjain orang, sopir-sopir angkot gitu. Tetangga juga ada yang suka iseng, melecehkan Teh Mika, padahal dia sakit. Jadi sama bapak diiket, daripada nanti hamil enggak ada suaminya," cerita Devi.

Baca: Senyum Yanto Setelah Lepas dari Pasung

 

Putus obat

Kondisi itu terjadi ketika Mika tak lagi minum obat untuk mengatasi skizofrenia yang dialaminya sejak sekitar puluhan tahun lalu.

"Putus obat, karena dulu sama apotek, ngasih bungkus aja dikasih obatnya. Kalau akhir-akhir ini kalau enggak pakai resep dokter, enggak dikasih, agak susah obatnya," kata Devi.

Akses obat yang tak mudah dan kemampuan ekonomi yang pas-pasan membuat keluarga tak lagi membeli obat untuk Mika. Pemasungan akhirnya menjadi jalan terakhir.

Keluarga mengaku sudah berusaha penuh untuk membawa Mika berobat. Sejak terjadi perubahan pada Mika sekitar 14 tahun lalu, keluarga rajin membawa Mika ke rumah sakit di Grogol dan Fatmawati.

Tak diketahui pasti penyebab Mika mengalami gangguan jiwa. Clodia menceritakan, Mika mengalami perubahan sejak pulang dari tempat bekerjanya di Bogor.

Desember 2016, ayah Mika meninggal dunia. Sejak saat itu, mulai ada perhatian dari dinas kesehatan untuk dibawa berobat. Rantai yang membelenggu Mika akhirnya dilepas.

Baca: Pantau 2.090 Korban Pasung, Jatim Bikin Aplikasi E-Pasung

Namun, pengobatan juga belum tuntas. Sesekali Mika masih teriak-teriak dan mengeluarkan kata-kata kasar. Mika terpaksa kembali dipasung.

Sampai akhirnya, keluarga Mika dipertemukan dengan Anna dari Komunitas Peduli Skizofenia Indonesia bagian Jakarta Selatan. Oleh Anna, Mika diantar berobat ke Rumah Sakit Duren Sawit, Jakarta Timur.

Mika menjalani rawat inap selama 3 minggu di sana. Sepulang dari Duren Sawit, Mika sudah jauh lebih tenang.

“Sekarang kalau kita ajak ngobrol, biasanya sensitif, sekarang enggak, masih mau jawab. Kalau dulu kita yang perempuan juga enggak berani ngasih obat karena dilemparin obatnya. Kalau sekarang enggak apa-apa,” kata Devi.

Mulai bulan April hingga saat ini, Mika sudah benar-benar dilepas dari rantai yang mengikat kakinya. Ia sudah tidak berhalusinasi atau merasa mendengar bisikan-bisikan. Perempuan yang gemar menjahit kain itu rutin minum 3 obat alam 2 kali sehari.

“Kata dokter, yang penting obatnya enggak boleh putus. Kalau putus nanti bisikannya datang lagi,” jelas Devi.

Sayangnya, sang ibu hanya sebentar merasakan jiwa Mika yang kembali tenang. Pada Sabtu (28/5/2017) lalu, ibunya menyusul ayah Mika. Kini Mika menjadi anak yatim piatu. Perawatan Mika sehari-hari diteruskan oleh Devi yang saat ini sedang hamil 8 bulan.

Devi berharap, Mika bisa berangsur pulih setelah menjalani pengobatan medis. Selanjutnya, ia ingin Mika kembali produktif dengan menjahit pakaian untuk meneruskan pekerjaan almarhum ayahnya.

Kompas TV Penyakit gangguan jiwa merupakan epidemi yang sulit dihilangkan. Di Klungkung, Bali, kerap ditemukan desa yang memasung anggota keluarganya karena gangguan penyakit ini. Pemerintah setempat sempat menyambangi desa dan memeriksa kondisi orang-orang yang menderita gangguan jiwa namun tak ditangani dengan semestinya. Mereka dipasung dan dikurung pihak keluarga. Banyak anggota keluarga yang merasa malu dan tak melaporkan kondisi keluarganya yang mengalami penyakit ini sehingga penanganannya pun tak sesuai dengan yang dibutuhkan. Jika sedang kambuh, maka orang dengan gangguan jiwa bisa mengamuk dan merusak barang serta meresahkan warga sekitar. Dinas Kesehatan Kabupaten Klungkung mencatat sekitar 375 penderita ODGJ berat dan 384 penderita ODGJ ringan ada di seluruh Kabupaten Klungkung. Pihak pemerintah berencana akan memberikan pengobatan langsung dan para penderitanya akan dirawat oleh Dinas Sosial setempat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Megapolitan
Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Megapolitan
Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Megapolitan
Ketimbang “Jogging Track”, RTH Tubagus Angka Diusulkan Jadi Taman Bermain Anak untuk Cegah Prostitusi

Ketimbang “Jogging Track”, RTH Tubagus Angka Diusulkan Jadi Taman Bermain Anak untuk Cegah Prostitusi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Keluarga Minta Keadilan dan Tanggung Jawab Kampus

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Keluarga Minta Keadilan dan Tanggung Jawab Kampus

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior, Keluarga Temukan Banyak Luka Lebam

Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior, Keluarga Temukan Banyak Luka Lebam

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com