JAKARTA, KOMPAS.com - September ini, Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat memperpanjang program Bulan Tertib Trotoar.
Satuan polisi pamong praja pun siap melanjutkan program tersebut. Namun, ada yang berbeda dari program Bulan Tertib Trotoar yang diperpanjang ini.
Bulan lalu, para pengokupasi trotoar hanya diberi peringatan ketika ketahuan petugas. Pengendara motor yang menerobos trotoar misalnya, diberi sanksi tilang.
"Kemarin kita kan bersifat edukasi untuk penerobos trotoar, paling ditilang sama Ditlantas," ujar Kepala Satpol PP Yani Wahyu di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Rabu (6/9/2017).
Bulan ini, satpol PP akan menerapkan sanksi tindak pidana ringan seperti yang tercantum dalam Pasal 61 ayat 1 Perda Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. Mereka bisa kena denda atau pidana.
"Dendanya itu mulai dari Rp 100.000 sampai dengan Rp 20 juta. Kurungan minimal 10 hari maksimal 60 hari," ujar Yani.
(Baca juga: Pada September, Pengendara Motor yang Terobos Trotoar Bisa Dipidana)
Selain itu, pengendara yang menerobos trotoar akan dicabut Kartu Jakarta Pintar atau BPJS Kesehatannya.
Hukuman untuk pengendara motor yang menerobos trotoar menjadi lebih berat dibandingkan pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di trotoar.
Untuk PKL, mereka tetap dikenakan tindak pidana ringan jika melanggar. Biasanya sanksi untuk para PKL berupa denda atau dagangan mereka diangkut satpol PP. Namun, KJP atau BPJS Kesehatan mereka tidak terancam dicabut seperti pengendara motor.
Mengapa lebih berat?
Menurut Yani, sanksi bagi pengendara motor yang menerobos trotoar lebih berat dari PKL karena pengendara motor bukan hanya melanggar perda, melainkan juga melanggar undang-undang lalu lintas dan peraturan pemerintah.
(Baca juga: Djarot: Sanksi Denda atau Kurungan supaya Warga Tertib Trotoar)
Aturan-aturan yang dilanggar yakni Perda No 8 Tahun 2007,Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, serta Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan.
"Selain itu penerobos trotoar lebih berbahaya loh. Kalau dia menabrak pejalan kaki, itu bukan hanya tipiring (tindak pidana ringan) lagi tetapi sudah pidana umum," kata Yani.
Hal ini berbeda dengan PKL yang berdagang di atas trotoar. Sejatinya, PKL-PKL itu harus dibina oleh pemerintah agar bisa berjualan dengan tertib.
Itu sebabnya, petugas dari Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan Perdagangan DKI Jakarta selalu ikut dalam kegiatan satpol PP yang menertibkan PKL.
"Kalau PKL kan perlu kita bina, dia kan mencari uang. Makanya saya koordinasi dengan Kadis UMKM," kata Yani.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.