Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjalanan PK Ahok yang Berujung Penolakan MA

Kompas.com - 27/03/2018, 09:21 WIB
David Oliver Purba,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

Artidjo merupakan hakim agung yang kerap menangani kasus-kasus berat, khususnya kasus korupsi. Sejumlah kasus korupsi yang melibatkan pejabat dan politisi pernah ditangani Artidjo, sebut saja Luthfi Hasan Ishaaq, Angelina Sondakh, Akil Mochtar, hingga Anas Urbaningrum.

Oleh Artidjo, mereka dijatuhi hukuman penjara lebih lama ketimbang putusan di pengadilan tingkat pertama. Bahkan, ada beberapa terdakwa yang mencabut permohonan kasasi ketika mengetahui Artidjo yang akan menangani perkaranya.

Senin kemarin, putusan MA sudah keluar. MA menolak PK yang diajukan Ahok. Putusan MA itu berselang sebulan dari sidang PK pertama yang digelar di PN Jakarta Utara pada 26 Februari.

Majelis hakim tidak mengabulkan seluruh alasan yang diajukan Ahok dalam PK tersebut. Terkait alasan lebih rinci, jubir MA, Suhadi masih enggan menjelaskan.

Upaya pengajuan PK Ahok tersebut merupakan yang pertama dan terakhir baginya. 

"Kalau melihat apa yang sudah digariskan Mahkamah Agung itu adalah final, satu kali. Hanya satu kali dan tidak boleh ada PK lain," kata Suhadi.

Baca juga : Setelah PK Ditolak MA, Ahok Tak Bisa Mengajukan Lagi

Pada 2014, MA menerbitkan surat edaran (SEMA) Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pembatasan PK, yang pada intinya memperbolehkan peninjauan kembali lebih dari sekali. Sejumlah terdakwa juga tercatat pernah mengajukan PK lebih dari sekali, seperti terpidana mati kasus narkoba Zainal Abidin.

Suhadi mengatakan, alasan Ahok tidak lagi bisa mengajukan PK karena MA melihat kondisi yang ada, manajemen perkara ada UU lain yang menentukan satu kali.

"UU MA, UU Kekuasaan Kehakiman, putusan PK tidak boleh dilakukan PK," ujarnya.

Suhadi menjelaskan, PK lebih dari sekali diupayakan terpidana mati lantaran putusan hukuman mati tidak kunjung dieksekusi kejaksaan. PK juga menjadi cara mengulur-ulur hukuman.

"Kematian tidak bisa ditukar dengan apa pun, jadi orang berusaha menghindari," katanya.

Keadaan yang bisa membuat perkara ditinjau kembali lebih dari sekali yakni jika ada putusan yang bertentangan satu dengan lain. Misalnya, penggugat menang di pengadilan tata usaha negara (PTUN), tetapi kalah di ranah perdata sehingga tidak bisa dieksekusi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jasad Balita Tersangkut di Selokan Matraman, Orangtua Sempat Lapor Kehilangan

Jasad Balita Tersangkut di Selokan Matraman, Orangtua Sempat Lapor Kehilangan

Megapolitan
Jasad Balita di Matraman Ditemukan Warga Saat Bersihkan Selokan, Ternyata Sudah 3 Hari Hilang

Jasad Balita di Matraman Ditemukan Warga Saat Bersihkan Selokan, Ternyata Sudah 3 Hari Hilang

Megapolitan
Polisi Ungkap Penyebab Mahasiswa di Tangsel Bertikai dengan Warga Saat Beribadah

Polisi Ungkap Penyebab Mahasiswa di Tangsel Bertikai dengan Warga Saat Beribadah

Megapolitan
KPU DKI Pastikan Keamanan Data 618.000 KTP yang Dikumpulkan untuk Syarat Dukung Cagub Independen

KPU DKI Pastikan Keamanan Data 618.000 KTP yang Dikumpulkan untuk Syarat Dukung Cagub Independen

Megapolitan
Ketua RW: Aktivitas Ibadah yang Dilakukan Mahasiswa di Tangsel Sudah Dikeluhkan Warga

Ketua RW: Aktivitas Ibadah yang Dilakukan Mahasiswa di Tangsel Sudah Dikeluhkan Warga

Megapolitan
Pemilik Warteg Kesal, Pria yang Bayar Makanan Sesukanya 'Nyentong' Nasi Sendiri

Pemilik Warteg Kesal, Pria yang Bayar Makanan Sesukanya "Nyentong" Nasi Sendiri

Megapolitan
Hampir Dua Pekan, Preman yang Hancurkan Gerobak Bubur di Jatinegara Masih Buron

Hampir Dua Pekan, Preman yang Hancurkan Gerobak Bubur di Jatinegara Masih Buron

Megapolitan
Warga Bogor yang Rumahnya Ambruk akibat Longsor Bakal Disewakan Tempat Tinggal Sementara

Warga Bogor yang Rumahnya Ambruk akibat Longsor Bakal Disewakan Tempat Tinggal Sementara

Megapolitan
Jelang Kedatangan Jemaah, Asrama Haji Embarkasi Jakarta Mulai Berbenah

Jelang Kedatangan Jemaah, Asrama Haji Embarkasi Jakarta Mulai Berbenah

Megapolitan
KPU DKI Terima 2 Bacagub Independen yang Konsultasi Jelang Pilkada 2024

KPU DKI Terima 2 Bacagub Independen yang Konsultasi Jelang Pilkada 2024

Megapolitan
Kecamatan Grogol Petamburan Tambah Personel PPSU di Sekitar RTH Tubagus Angke

Kecamatan Grogol Petamburan Tambah Personel PPSU di Sekitar RTH Tubagus Angke

Megapolitan
Alasan Pria Ini Bayar Sesukanya di Warteg, Ingin Makan Enak tapi Uang Pas-pasan

Alasan Pria Ini Bayar Sesukanya di Warteg, Ingin Makan Enak tapi Uang Pas-pasan

Megapolitan
Bakal Maju di Pilkada DKI Jalur Independen, Tim Pemenangan Noer Fajrieansyah Konsultasi ke KPU

Bakal Maju di Pilkada DKI Jalur Independen, Tim Pemenangan Noer Fajrieansyah Konsultasi ke KPU

Megapolitan
Lindungi Mahasiswa yang Dikeroyok Saat Beribadah, Warga Tangsel Luka karena Senjata Tajam

Lindungi Mahasiswa yang Dikeroyok Saat Beribadah, Warga Tangsel Luka karena Senjata Tajam

Megapolitan
Taruna STIP Dianiaya Senior hingga Tewas, Pengamat: Mungkin yang Dipukulin tapi Enggak Meninggal Sudah Banyak

Taruna STIP Dianiaya Senior hingga Tewas, Pengamat: Mungkin yang Dipukulin tapi Enggak Meninggal Sudah Banyak

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com