Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PN Jaksel Tolak Praperadilan MAKI soal Dugaan Korupsi PT TPPI

Kompas.com - 26/02/2019, 18:08 WIB
Rindi Nuris Velarosdela,
Kurnia Sari Aziza

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan menolak permohonan praperadilan yang diajukan Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) terkait kasus dugaan korupsi penjualan kondensat oleh PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI).

Sidang putusan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (26/2/2019).

"Permohonan praperadilan pemohon dinyatakan ditolak," kata Hakim Ketua Sudjarmanto di Ruang Sidang 3, PN Jakarta Selatan, Selasa.

Baca juga: Alasan MAKI Ajukan Praperadilan Kasus BLBI

Majelis hakim menilai, permohonan tersebut tidak masuk ke dalam ranah praperadilan.

"Mengenai permohonan yang diajukan pemohon tersebut, hakim mencermatinya dan memutuskan sebagaimana telah disimpulkan bahwa materi permohonan tersebut bukanlah materi kewenangan terhadap praperadilan," ujarnya. 

Ditemui dalam kesempatan yang sama, Kepala Biro Hukum Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia Rizky Dwi Cahyo Putra mengatakan, pihaknya menuntut kasus dugaan korupsi PT TPPI segera disidangkan.

Baca juga: Berkas Perkara Kasus Korupsi Kondensat TPPI Dinyatakan Lengkap

Dalam permohonan praperadilan itu, MAKI mengajukan tiga tuntutan.

Pertama, MAKI meminta hakim memerintahkan Kapolri sebagai termohon satu untuk melakukan pelimpahan tahap dua berkas perkara kasus dugaan korupsi penjualan kondensat oleh PT TPPI ke Kejaksaan Agung.

Adapun, Kejaksaan Agung tercatat sebagai termohon dua.

Baca juga: Berkas Perkara Tiga Tersangka Korupsi Penjualan Kondensat TPPI Selesai

"Untuk termohon dua menerima pelimpahan itu, lalu melanjutkan lagi perkaranya ke pengadilan. Untuk termohon tiga yakni KPK untuk mengambil alih kasus ini," kata Rizky.

MAKI akan mengajukan permohonan praperadilan lanjutan terkait kasus dugaan korupsi tersebut.

"Kami segera mengajukan praperadilan lagi. Rencananya 1-3 bulan ke depan," ujarnya.

Baca juga: Menteri ESDM: Beroperasinya TPPI Bisa Perkuat Rupiah

Adapun, kasus dugaan korupsi penjualan kondensat oleh PT TPPI melibatkan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).

Berdasarkan penghitungan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), negara dirugikan sebesar 2,716 miliar dollar Amerika Serikat.

Jika dikonversi ke rupiah, nilainya sekitar Rp 35 triliun.

Baca juga: Bareskrim Periksa Pemegang Saham TPPI sebagai Saksi Korupsi Kondensat

Kejaksaan Agung telah menyatakan berkas perkara dugaan korupsi kondensat telah lengkap (P21) pada Januari 2018. 

Direktur Utama PT TPPI Honggo Wendratno, Raden Priyono, dan Djoko Harsono ditetapkan sebagai tersangka.

Dalam kasus ini, Honggo maupun dua tersangka lainnya dijerat Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

DLH DKI Angkut 83 Meter Kubik Sampah dari Pesisir Marunda Kepu

DLH DKI Angkut 83 Meter Kubik Sampah dari Pesisir Marunda Kepu

Megapolitan
Janggal, Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

Janggal, Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

Megapolitan
8 Pasien DBD Masih Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

8 Pasien DBD Masih Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

Megapolitan
Pengelola Imbau Warga Tak Mudah Tergiur Tawaran Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Pengelola Imbau Warga Tak Mudah Tergiur Tawaran Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Megapolitan
UPRS IV: Banyak Oknum yang Mengatasnamakan Pengelola dalam Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru

UPRS IV: Banyak Oknum yang Mengatasnamakan Pengelola dalam Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Megapolitan
9 Jam Berdarah: RM Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

9 Jam Berdarah: RM Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

Megapolitan
Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 2 Mei 2024, dan Besok: Malam Ini Hujan Petir

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 2 Mei 2024, dan Besok: Malam Ini Hujan Petir

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang | Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi Ditangkap

[POPULER JABODETABEK] Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang | Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi Ditangkap

Megapolitan
Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Megapolitan
Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Megapolitan
Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Megapolitan
Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com