JAKARTA, KOMPAS.com - Menjadi kota dengan tingkat polusi tertinggi di Asia Tenggara membuat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus memutar otak untuk mulai menekan tingginya polusi.
Dari menggunakan bahan bakar ramah lingkungan hingga menghadirkan transportasi zero emition.
Sebagai salah satu perusahaan transportasi milik pemerintah, PT Transjakarta turut mengurangi dampak lingkungan ini.
Rencananya, PT Transjakarta akan mulai menguji coba bus listrik ramah lingkungan.
Baca juga: PT Transjakarta Minta Subsidi Listrik jika Bus Listrik Sudah Beroperasi
Berikut beberapa fakta yang dirangkum Kompas.com tentang bus listrik ramah lingkungan:
Bus rendah emisi ini akan diuji coba di jalanan Jakarta sebanyak 10 unit.
Uji coba tersebut rencananya dilakukan pada Mei 2019 dan berjalan selama enam bulan.
"Uji coba dilakukan tergantung kesiapan mitra. Untuk mencapai operasi di kami harus ada legalitas. Tapi kami targetkan Mei ini dan akan berlangsung enam bulan," ujar Direktur Utama PT Transjakarta Agung Wicaksono di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (21/3/2019).
Agung menyebutkan, berdasarkan studi, bus listrik ini lebih rendah emisi, bahkan zero emition. Dengan demikian, bus tersebut lebih ramah lingkungan.
"Studi menunjukan emisi karbon 40 persen dari transportasi, jadi kalau terus-terusan menggunakan (bensin) akan besar sekali emisi," kata dia.
Selain tidak mengandung emisi, biaya perawatan operasi bus listrik dijamin lebih rendah.
"Kalau dilihat dari bentuk semua hampir sama, tetapi dia lebih rendah keperluan dan perawatan biaya operasi, sehingga jangka panjang keseluruhan biaya perawatan bus lebih rendah," ucapnya.
Baca juga: Transjakarta Uji Coba Bus Listrik, Rute Pertama Bundaran Senayan - Monas
Meski demikian, harga pembelian bus listrik diakui lebih mahal dibandingkan bus biasa.
Hal inilah yang membuat PT Transjakarta memutuskan tidak membeli bus listrik dan bermitra dengan operator.
"Kekurangannya harga beli di awal lebih tinggi, makanya transjakarta akan melakukan uji coba. Jadi tidak membeli armada, kami bermitra dengan operator. Operator yang mengoperasikan, PT Transjakarta hanya membayar biaya operasi, kami bisa memperkirakan berapa biaya operasi," ujar Agung.
Ia menyebut, saat uji coba, bus listrik hanya akan melalui jalur feeder atau non bus rapid transit (BRT).
Uji coba tidak bisa dilakukan di jalur transjakarta atau busway lantaran produksi awal bus listrik dirancang dengan pintu yang rendah.
"Uji cobanya nanti kami lihat mana rute yang paling siap, kalau unit ini kami lihat ini kan low entry berarti bukan di koridor, apakah misalkan di jalur feeder non-BRT," ucapnya.