Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ditolak Perusahaan Berulang Kali, 3 Sahabat Ini Bangun Bisnis Kopi Tuli

Kompas.com - 11/05/2019, 04:14 WIB
Vitorio Mantalean,
Icha Rastika

Tim Redaksi

Mereka menyulap garasi rumah milik teman Adhika menjadi kedai. Lima bulan berselang, mereka sanggup membuka cabang baru di bilangan Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Ditolak kerja berulang kali

Ide berbisnis mereka bukan datang bak bintang jatuh dari langit.

Ada serangkaian proses pahit sehubungan dengan rekrutmen pekerjaan yang membuat mereka dengan mantap banting setir sebagai wirausaha.

“Sejak aku lulus, aku selalu ikut kalau ada pameran kerja. Di sana, apa pun kantornya, ada yang kuliner, ada yang oil and gas, semua aku ambil kartu namanya. Semuanya aku lamar. Lewat e-mail sudah, sampai Putri kirim lewat amplop juga sudah. Enggak ada satu pun yang menerima aku jadi pegawai,” tutur Putri kepada Kompas.com saat dijumpai di kedainya di Duren Tiga, Selasa (7/5/2019).

Putri berkisah, awalnya ia selalu membubuhkan keterangan “disabilitas tuli” pada surat lamarannya.

Tak satu pun perusahaan menggubris lamarannya. Curiga namanya dicoret karena diketahui sebagai disabilitas, Putri emoh menulis lagi keterangan tersebut. Ia tetap berburu lowongan di pameran kerja.

Baca juga: Dunia Kopi, Kedai Kopi Pasar Berpelanggan Pejabat hingga Turis Mancanegara

Siasat tersebut membuahkan hasil. Beberapa perusahaan memanggilnya untuk sesi wawancara.

Akan tetapi, beda perlakuan bagi kalangan disabilitas dalam memperoleh akses pekerjaan memang nyata adanya.

“Sempet aku diwawancara salah satu perusahaan di Sudirman, mereka panggil Putri tapi dari jauh. Akhirnya, aku dikasih tahu orang resepsionis supaya ketemu HRD,” ujar Putri yang lulus sejak 2015 itu.

“HRD tanya nama kamu siapa, terus dia kaget karena suaraku begini. Dia sempat tanya Putri beberapa kali, Putri baru merespons pas ditanya ketiga kali. Di situ Putri dimarahi, katanya, ‘Kenapa enggak ditulis disabilitas tuli’? Aku jawab, kalau saya tulis tuli, enggak ada yang mau terima,” Putri bercerita.

Kata Putri, panggilan sesi wawancara selalu berujung penolakan. Kebanyakan perusahaan menolak secara halus dengan melontarkan dalih-dalih yang ia anggap tak masuk akal.

“Pernah ada lowongan, butuh 25 orang desain grafis. Aku daftar, lalu dipanggil wawancara. Habis wawancara, HRD-nya bilang kalau mereka sudah dapat orangnya. Ya, kalau sudah dapat ngapain panggil Putri?”


Putri menyebut, kurang lebih 500 lamaran sudah ia sebar ke berbagai perusahaan. Begitu pun Adhika, menurut Putri, sudah menyebar 200 lamaran pekerjaan.

Semuanya dianggap angin lalu karena mereka difabel.

“Di perusahaan kan mereka butuh kerja cepat, kalau teman tuli agak susah untuk cepat-cepat, apalagi enggak semua orang kantor sabar pakai bahasa isyarat. Padahal, yang kita perlukan hanya akses, bahwa kita sama saja lho,” ujar dia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Viral Video Maling Motor Babak Belur Dihajar Massa di Tebet, Polisi Masih Buru Satu Pelaku Lain

Viral Video Maling Motor Babak Belur Dihajar Massa di Tebet, Polisi Masih Buru Satu Pelaku Lain

Megapolitan
Personel Gabungan TNI-Polri-Satpol PP-PPSU Diterjunkan Awasi RTH Tubagus Angke dari Prostitusi

Personel Gabungan TNI-Polri-Satpol PP-PPSU Diterjunkan Awasi RTH Tubagus Angke dari Prostitusi

Megapolitan
Tumpahan Oli di Jalan Juanda Depok Rampung Ditangani, Lalu Lintas Kembali Lancar

Tumpahan Oli di Jalan Juanda Depok Rampung Ditangani, Lalu Lintas Kembali Lancar

Megapolitan
Warga Minta Pemerintah Bina Pelaku Prostitusi di RTH Tubagus Angke

Warga Minta Pemerintah Bina Pelaku Prostitusi di RTH Tubagus Angke

Megapolitan
Jakarta Disebut Jadi Kota Global, Fahira Idris Sebut   Investasi SDM Kunci Utama

Jakarta Disebut Jadi Kota Global, Fahira Idris Sebut Investasi SDM Kunci Utama

Megapolitan
Kilas Balik Benyamin-Pilar di Pilkada Tangsel, Pernah Lawan Keponakan Prabowo dan Anak Wapres, Kini Potensi Hadapi Kotak Kosong

Kilas Balik Benyamin-Pilar di Pilkada Tangsel, Pernah Lawan Keponakan Prabowo dan Anak Wapres, Kini Potensi Hadapi Kotak Kosong

Megapolitan
Jejak Kekerasan di STIP dalam Kurun Waktu 16 Tahun, Luka Lama yang Tak Kunjung Sembuh...

Jejak Kekerasan di STIP dalam Kurun Waktu 16 Tahun, Luka Lama yang Tak Kunjung Sembuh...

Megapolitan
Makan dan Bayar Sesukanya di Warteg Tanah Abang, Pria Ini Beraksi Lebih dari Sekali

Makan dan Bayar Sesukanya di Warteg Tanah Abang, Pria Ini Beraksi Lebih dari Sekali

Megapolitan
Cerita Pelayan Warteg di Tanah Abang Sering Dihampiri Pembeli yang Bayar Sesukanya

Cerita Pelayan Warteg di Tanah Abang Sering Dihampiri Pembeli yang Bayar Sesukanya

Megapolitan
Cegah Praktik Prostitusi, Satpol PP DKI Dirikan Tiga Posko di RTH Tubagus Angke

Cegah Praktik Prostitusi, Satpol PP DKI Dirikan Tiga Posko di RTH Tubagus Angke

Megapolitan
Oli Tumpah Bikin Jalan Juanda Depok Macet Pagi Ini

Oli Tumpah Bikin Jalan Juanda Depok Macet Pagi Ini

Megapolitan
RTH Tubagus Angke Jadi Tempat Prostitusi, Komisi D DPRD DKI: Petugas Tak Boleh Kalah oleh Preman

RTH Tubagus Angke Jadi Tempat Prostitusi, Komisi D DPRD DKI: Petugas Tak Boleh Kalah oleh Preman

Megapolitan
DPRD DKI Minta Warga Ikut Bantu Jaga RTH Tubagus Angke

DPRD DKI Minta Warga Ikut Bantu Jaga RTH Tubagus Angke

Megapolitan
Mayat Laki-laki Mengapung di Perairan Kepulauan Seribu, Kaki dalam Kondisi Hancur

Mayat Laki-laki Mengapung di Perairan Kepulauan Seribu, Kaki dalam Kondisi Hancur

Megapolitan
Mayat Laki-laki Mengapung di Perairan Laut Pulau Kotok Kepulauan Seribu

Mayat Laki-laki Mengapung di Perairan Laut Pulau Kotok Kepulauan Seribu

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com