Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dewan Komite Sebut Pungutan di SDN Pondok Pucung 02 sebagai Sumbangan Sukarela

Kompas.com - 01/07/2019, 21:15 WIB
Verryana Novita Ningrum,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Dewan Komite SD Negeri Pondok Pucung 02, Tangerang Selatan, Suryadi menampik adanya pungutan liar di sekolah tersebut. Dia menyebutnya sebagai sumbangan sukarela.

Menurut dia, semua kebijakan sekolah yang tidak dibiayai oleh dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), wali murid boleh berpartisipasi dalam menyumbang.

"Jadi, ini hasil kesepakatan bersama dan musyawarah yang disebut sumbangan sukarela," kata Suryadi ditemui di SDN Pondok Pucung 02, Tangerang Selatan pada Senin (01/07/2019).

Dia mencontohkan uang praktik komputer, yang mengharuskan siswa membayar Rp 20.000 per bulan ke sekolah.

Baca juga: Hanya 1 Jam Investigasi, Dikdas Tangsel Sebut Tak Ada Pungli di SDN Pondok Pucung 02

Menurut dia, wali murid yang berjumlah 550 orang dari total 18 kelas sudah menyetujui hal tersebut.

"Jadi begini, ini sudah kesepakatan bersama. Saya koordinasi dengan paguyuban kelas, yaitu perwakilan wali murid yang berjumlah 5-7 orang per kelas. Perwakilan itu yang menyampaikan ke semua wali murid lain," kata Suryadi.

Begitu pula dengan pemasangan instalasi proyektor, yang bernilai Rp 2 juta per kelas. Suryadi menjelaskan itu juga hasil dari musyawarah.

"Proyektornya kan dibiayai dinas pendidikan, biaya pemasangannya kita sudah koordinasi dengan paguyuban tadi," ujar Suryadi yang sudah 15 tahun menjadi dewan komite sekolah tersebut.

Sebelumnya, seorang guru honorer bernama Rumini mengaku dipecat karena terlalu vokal membicarakan pungli di sekolah tersebut.

Dia dipecat pada tanggal 3 Juni 2019 dan ditandatangani langsung oleh Kepala Dinas Pendidikan Tangerang Selatan, Taryono.

Dia mengungkapkan adanya uang praktik komputer yang dibebankan kepada siswa sebesar Rp 20.000 per bulan dan iuran instalasi infokus Rp 2 juta per kelas.

Dia juga mengatakan murid harus membeli buku paketnya sendiri dan ada pungutan uang kegiatan kesenian seperti Hari Kartini sebesar Rp 130.000 per siswa per tahun.

Sementara itu, untuk permasalahan buku paket, Suryadi enggan mengatakan lebih detail. Dia mengatakan itu bukan urusan komite sekolah.

"Bukan komite, itu kembali kepada sekolah ada aturan mainnya. Saya nggak tahu, saya kembalikan ke sekolah," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Sendiri Pakai Senpi

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Sendiri Pakai Senpi

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi Online di Jakbar, Leher Sopir Dijerat dan Ditusuk

2 Pria Rampok Taksi Online di Jakbar, Leher Sopir Dijerat dan Ditusuk

Megapolitan
Polisi Periksa Kejiwaan Orangtua yang Buang Bayi ke KBB Tanah Abang

Polisi Periksa Kejiwaan Orangtua yang Buang Bayi ke KBB Tanah Abang

Megapolitan
Golkar Buka Peluang Lanjutkan Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada DKI 2024

Golkar Buka Peluang Lanjutkan Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada DKI 2024

Megapolitan
Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Megapolitan
Cekoki Remaja dengan Narkoba hingga Tewas, Pelaku: Saya Tidak Tahu Korban Masih Dibawah Umur

Cekoki Remaja dengan Narkoba hingga Tewas, Pelaku: Saya Tidak Tahu Korban Masih Dibawah Umur

Megapolitan
Polisi Periksa 5 Saksi Terkait Kasus Begal Mobil di Tajur Bogor

Polisi Periksa 5 Saksi Terkait Kasus Begal Mobil di Tajur Bogor

Megapolitan
Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, Petugas: Mereka Keukeuh Ingin Gunakan Alamat Tak Sesuai Domisili

Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, Petugas: Mereka Keukeuh Ingin Gunakan Alamat Tak Sesuai Domisili

Megapolitan
Keluarga Tolak Otopsi, Korban Tewas Kebakaran Cinere Depok Langsung Dimakamkan

Keluarga Tolak Otopsi, Korban Tewas Kebakaran Cinere Depok Langsung Dimakamkan

Megapolitan
Beberapa Warga Tanah Tinggi Terpaksa Jual Rumah karena Kebutuhan Ekonomi, Kini Tinggal di Pinggir Jalan

Beberapa Warga Tanah Tinggi Terpaksa Jual Rumah karena Kebutuhan Ekonomi, Kini Tinggal di Pinggir Jalan

Megapolitan
Polisi Tewas dengan Luka Tembak di Kepala, Kapolres Jaksel Sebut karena Bunuh Diri

Polisi Tewas dengan Luka Tembak di Kepala, Kapolres Jaksel Sebut karena Bunuh Diri

Megapolitan
Polisi Dalami Dugaan Perempuan Dalam Koper di Bekasi Tewas karena Dibunuh

Polisi Dalami Dugaan Perempuan Dalam Koper di Bekasi Tewas karena Dibunuh

Megapolitan
Bursa Pilkada DKI 2024, Golkar: Ridwan Kamil Sudah Diplot buat Jabar

Bursa Pilkada DKI 2024, Golkar: Ridwan Kamil Sudah Diplot buat Jabar

Megapolitan
Prioritaskan Kader Internal, Golkar Belum Jaring Nama-nama untuk Cagub DKI

Prioritaskan Kader Internal, Golkar Belum Jaring Nama-nama untuk Cagub DKI

Megapolitan
Korban Kebakaran di Depok Ditemukan Terkapar di Atas Meja Kompor

Korban Kebakaran di Depok Ditemukan Terkapar di Atas Meja Kompor

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com