Merawat harapan
Saat siang hari, anak-anak berusia enam hingga 17 tahun "nongkrong" di depan warung dengan bermain gawai maupun sekedar ngobrol menunggu bantuan datang.
Sementara orangtua mereka tiduran di gedung tak terpakai itu.
Dari balik tirai kain, muncul seorang laki-laki yang fasih menggunakan bahasa Indonesia. Laki-laki itu bernama Mohammad Ali yang berusia 25 tahun asal Afganistan.
Ali mengaku telah tinggal di Indonesia sejak 2014. Ia kabur dari negaranya untuk menghindari konflik yang berkepanjangan.
Ia datang sendirian karena ayah dan ibunya meninggal akibat perang.
"Saya dari Afganistan ke India lalu ke Malaysia dan transit di Indonesia," kata dia.
Ali adalah salah satu dari sejumlah pengungsi dan pencari suaka yang menunggu di Indonesia sebelum ditempatkan kembali di negara baru.
Indonesia hanya bisa menjadi tempat transit sementara, sebelum UNHCR menentukan negara ketika yang akan mengadopsi seorang pengungsi.
Cerita pun berlanjut. Ali berasal dari etnis Hazara, etnis yang dimusuhi oleh etnis Pasthun.
Saat berada di negara asalnya, etnis Pasthun tak segan-segan untuk melukai bahkan membunuh Hazara.
"Teman-teman saya jadi korban, banyak yang meninggal," kata dia.
Hingga lima tahun bergelantung pada nasib tak jelas di Indonesia, ia bersama yang lainnya masih tetap merawat harapan untuk bisa pergi ke negeri impian.
Negeri yang membuka pintu secara terbuka bagi pengungsi dan pencari suaka.
"Aku ingin bisa ke Australia atau New Zealand (Selandia Baru) ataupun Amerika. Di sana aku mungkin bisa bekerja dan mendapatkan pendidikan," kata dia.