Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Catatan Kontras, Ada 51 Kasus Salah Tangkap Sejak Juli 2018

Kompas.com - 18/07/2019, 16:12 WIB
Rindi Nuris Velarosdela,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menyoroti kasus salah tangkap yang dilakukan aparat penegak hukum.

Catatan Kontras, terjadi 51 peristiwa salah tangkap sejak Juli 2018 hingga Juni 2019.

"Data tersebut dihimpun mulai Juli 2018. Ada yang didapatkan dari monitoring media dan ada juga yang kita bantu pendampingan," kata Kepala Divisi Pembelaan HAM Kontras Arif Nur Fikri saat dikonfirmasi Kompas.com, Kamis (18/7/2019).

Baca juga: Jadi Korban Salah Tangkap, Empat Pengamen Minta Ganti Rugi Rp 746 Juta

Hal itu disampaikan Kontras menyikapi tuntutan empat orang korban salah tangkap kepada Kepolisian dan Kejaksaan.

Arif menjelaskan, kasus-kasus salah tangkap terjadi karena penyidik fokus pada pengakuan orang yang dituduh.

Atas dasar pengakuan tersebut, penyidik kemudian menetapkan tersangka.

Baca juga: Kisah Fikri Pribadi, Pengamen yang Tuntut Polisi dan Jaksa demi Keadilan

Padahal, Pasal 184 Ayat 1 KUHAP menyebutkan, pengakuan seharusnya menjadi pertimbangan terakhir penyidik untuk menetapkan tersangka.

"Ketika pengakuan dari terduga tersangka itu sudah didapatkan, tinggallah disusun bukti-bukti oleh penyidik. Padahal kalau di KUHAP, pengakuan dari terduga tersangka itu berada di urutan terakhir," ujar Arif.

"Fakta di lapangan, kita banyak menemukan kasus-kasus yang diduga salah tangkap itu berawal dari pengakuan orang yang disangkakan," lanjutnya.

Baca juga: Digugat 4 Pengamen Rp 746 Juta, Kepolisian Merasa Tak Salah Tangkap

Masalah lain, lanjut Arif, sebagian besar orang yang divonis bebas enggan melaporkan kasus salah tangkap itu. Pasalnya, laporan harus dilakukan ke Kepolisian.

"Yang ribet itu mekanisme hukumnya karena ketika korban diduga salah tangkap, dia harus melaporkan ke kepolisian terlebih dahulu. Dia harus menyertakan pembuktiannya, misalnya visum penyiksaan selama penyidikan, itu biasanya sulit karena bukti lukanya sudah tidak ada," ujar Arif.

Empat pengamen melalui Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta sebelumnya menuntut ganti rugi kepada Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Tinggi DKI.

Kepolisian dan Kejaksaan dianggap salah menangkap empat tersangka atas penyidikan kasus pembunuhan Dicky Maulana di kolong jembatan samping Kali Cipulir, pada 2013.

Saat itu, kepolisian menjerat empat tersangka yang masih di bawah umur, yakni Fikri, Fatahillah, Ucok, dan Pau.

Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis 3 hingga 4 tahun kepada keempatnya.

Namun, belakangan mereka dinyatakan tidak bersalah dalam putusan Mahkamah Agung melalui putusan Nomor 131 PK/Pid.Sus/2016.

Mereka melalui Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta kemudian menuntut kerugian sebesar Rp 186.600.000 untuk per anak.

Biaya itu meliputi total kehilangan penghasilan sampai biaya makan selama dipenjara. Dengan demikian, total untuk keempatnya sebesar Rp 746.400.000.

Tidak hanya tuntuan secara materi, pihaknya juga meminta pihak Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Tinggi DKI untuk mengakui semua kesalahan karena salah menangkap orang dan melakukan tindak intimidasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

9 Jam Berdarah: RN Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

9 Jam Berdarah: RN Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

Megapolitan
Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 2 Mei 2024, dan Besok: Malam Ini Hujan Petir

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 2 Mei 2024, dan Besok: Malam Ini Hujan Petir

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang | Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi Ditangkap

[POPULER JABODETABEK] Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang | Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi Ditangkap

Megapolitan
Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Megapolitan
Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Megapolitan
Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Megapolitan
Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Megapolitan
Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Megapolitan
Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Megapolitan
Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Megapolitan
Rayakan 'May Day Fiesta', Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Rayakan "May Day Fiesta", Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Megapolitan
Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com