Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Sesuram Bayangan, Bagaimana Penampakan Kampung Kusta?

Kompas.com - 09/09/2019, 10:39 WIB
Ryana Aryadita Umasugi,
Palupi Annisa Auliani

Tim Redaksi

KAMPUNG kusta. Namanya mungkin langsung bikin kita bergidik. Terlebih lagi bila bayangan yang berkelabat adalah gambaran yang keliru.

Di kepala kami, bayangan soal kampung yang seluruhnya adalah penderita kusta tak dimungkiri juga ada. 

Namun, apa yang kami—tim dari Kompas.com, Litbang Kompas, dan Kompas TV—temui pada Selasa (20/8/2019) membantah bayangan-bayangan tersebut.

Pada hari itu, kami bertandang ke Kampung Sitanala di Kelurahan Karangsari, Neglasari, Kota Tangerang, Banten. Inilah yang kerap disebut sebagai Kampung Kusta di Tangerang.

Baca juga: Ada Kusta di Antara Kita...

Semula, kami mengandalkan aplikasi peta di ponsel untuk mencari lokasi kampung ini. Ternyata tak ada. 

Bertanya. Cara itu terbukti lebih efektif. Dengan bertanya ke petugas RS Sitanala, kampung ini pun langsung bisa dituju. 

Jaraknya terpaut sekitar 500 meter dari rumah sakit tersebut. 

Memasuki kampung ini, suasana tak sesuram yang kami perkirakan. Tampak tiga lelaki tengah menikmati es teh di tengah terik siang di bangunan semacam saung terbuka.

Di belakang mereka, terlihat lorong perkampungan yang cukup dilintasi kendaraan roda dua.

Tata letak bangunan rapi, kondisinya juga terlihat bersih. Seorang ibu tampak sedang menimang anak balita.

Baca juga: Penyebab dan Penyebaran Kusta yang Perlu Anda Ketahui

Lalu seorang lelaki paruh baya melintas dan tersenyum saat disapa. Penasaran kami soal kusta dan kampung ini menguat, saat melihat lelaki ini berjalan dengan bantuan tongkat kayu.

Kaki kanannya terlihat hanya menjulur sampai ke lutut. Kembali bayangan awal bahwa akan ada banyak orang dengan kondisi ini di Kampung Kusta berkelabat.

Namun, tentu saja, rasanya tak sopan jika kami menyelonong masuk ke dalam kampung. Kami pun menyapa tiga lelaki yang sedang berbincang santai di saung tadi.

Tak disangka, kami justru langsung berjumpa dengan salah satu orang yang telah bertahun-tahun mengenal kampung ini.

Namanya, Raslijar Azwar. Dia juga bukan penderita ataupun mantan penderita kusta.

Kampung berusia 38 tahun

Setelah percakapan awal, Raslijar bercerita panjang lebar tentang kampungnya. 

"Di sini ada 5 RT (rukun tetangga). Dulunya disebut Kampung Transit," ujar Raslijar.

Keberadaan kampung tersebut berkait erat dengan RS Sitanala. Awalnya, penghuni kampung adalah mereka yang sedang menjalani pengobatan di rumah sakit itu.

"1981 dibikin Kampung Transit (bagi penderita kusta) untuk rawat jalan sebulan atau dua bulan sekali," lanjut dia.

Namun, karena banyak pasien yang kemudian tak diterima kembali oleh keluarga, akhirnya kampung tersebut didirikan secara paten oleh pemerintah dan dikhususkan bagi penderita kusta.

Baca juga: Perjuangan Hidup Abdul Wahab, Tak Patah karena Kusta

Kampung ini semakin ramai karena banyak penderita kusta tak ingin balik ke kota atau kampungnya. Keluarga-keluarga baru pun bermunculan. 

"Biasanya sesama penderita dulu ke sini saling kawin," ujarnya.

Raslijar mengaku bukan asli penduduk kampung ini. Akan tetapi sejak kecil dia terbiasa bermain ke sini. 

Bukan tanpa alasan, kedua orangtuanya bekerja di RS Sitanala dan sering mengunjungi Kampung Kusta. Lama-lama, terbiasa.

Saat ini, Raslijar juga bekerja di RS Sitanala. Lokasi rumahnya sekarang juga tak jauh dari Kampung Kusta. Menariknya, dia mengaku lebih sering nongkrong di kampung ini dibanding di kawasan rumahnya sendiri. 

Raslijar pun menegaskan, penghuni Kampung Sitanala tak lagi hanya penderita atau mantan penderita kusta. Tak sedikit warga tanpa penyakit itu tinggal di sana. 

"Di sini sudah campur. Ada yang keluarganya penderita kusta datang dan tinggal di sini. Ada lagi karena rumah dan kontrakan yang disewakan," tutur Raslijar.

Masuk perkampungan

Penjelasan Raslijar tak cukup membuat kami puas. Bukankah harusnya kampung ini hanya untuk para penderita atau mantan penderita kusta dan keluarganya? 

Pertanyaan itu langsung berjawab saat kami menjumpai Ibu Nani. Penampakannya sehat tanpa ada gejala apalagi bekas kusta. 

Baca juga: Indonesia Negara Penderita Kusta Terbanyak Ketiga di Dunia

Ketika ditanya, dia dengan ramah membenarkan bahwa dia bukan penderita atau mantan penderita kusta. 

Perempuan berusia 37 tahun ini tinggal di situ karena mengontrak salah satu rumah, bersama suami dan satu anak berusia 5 tahun.

"(Sudah) 4 tahun (tinggal di sini), senang saja. Semua orang kan enggak mau sakit. Wallahu a'lam," kata Nani.

Nani pun mengaku nyaman-nyaman saja berinteraksi dengan penghuni lain di kampung ini sekalipun memperlihatkan tanda mantan penderita kusta.

"Fisiknya mereka doang yang cacat tapi hatinya baik. Daripada di perumahan (yang interaksinya) lu gue, di sini berbaur. Ibarat kalau kita enggak punya, mereka bantu," tutur Nani.

Ia juga mengaku tak segan menitipkan anaknya kepada tetangga saat harus pergi keluar rumah bersama suaminya. 

"Jiwa sosial mereka tinggi. Anak main sering dititipin juga enggak apa-apa," kata dia.

Warga baru

Berbeda dengan Nani yang tinggal di Kampung Kusta karena mengontrak, Hendra berada di sana karena harus menjalani pengobatan di RS Sitanala.

Lelaki 36 tahun ini baru empat bulan di Kampung Sitanala. Secara berkala dia harus memeriksakan kondisinya ke rumah sakit. 

"Di (RS) Sitanala rawat jalan. Minimal 3 bulan sekali masa surat jalannya habis baru balik lagi ke rumah sakit," ujarnya.

Mengikuti saran dokter, Hendra pun tak banyak beraktivitas. Daya tahan tubuhnya harus dijaga baik-baik. Berobat dan istirahat mendominasi aktivitas hariannya. 

Baca juga: Waspada Gejala Kusta Sebelum Alami Cacat Tubuh Permanen

"Enggak boleh kerja. Harus istirahat biar obat cepat dan gampang reaksi. Harus jaga daya tahan tubuh," ungkap Hendra.

Saat ini dia tinggal di satu rumah bersama seorang kawan. Hendra berkeyakinan bisa sembuh dari penyakit yang sekarang sedang dia lawan itu.

"Yang penting pengobatan rutin enggak boleh minum obat terlewat sehari pun semoga tak banyak yang terjadi," tutupnya.

Ikuti juga liputan khusus Ada Kusta di Antara Kita di Kompas.com

Cerita ini bukan satu-satunya kisah dari Kampung Kusta. Dalam tulisan terpisah akan tersaji sejumlah upaya warga yang juga mantan penderita kusta untuk melawan stigma dan berdaya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bantah Pernyataan Ketua STIP soal Tak Ada Lagi Perpeloncoan, Alumni: Masih Ada, tapi pada Enggak Berani Berkoar

Bantah Pernyataan Ketua STIP soal Tak Ada Lagi Perpeloncoan, Alumni: Masih Ada, tapi pada Enggak Berani Berkoar

Megapolitan
Remaja Tusuk Seorang Ibu di Bogor Hingga Pisau Patah

Remaja Tusuk Seorang Ibu di Bogor Hingga Pisau Patah

Megapolitan
Jukir Liar Minimarket Ikhlas “Digusur” Asal Pemerintah Beri Pekerjaan Baru

Jukir Liar Minimarket Ikhlas “Digusur” Asal Pemerintah Beri Pekerjaan Baru

Megapolitan
Warga Bekasi Tewas Tertabrak Kereta di Kemayoran karena Terobos Palang Pelintasan

Warga Bekasi Tewas Tertabrak Kereta di Kemayoran karena Terobos Palang Pelintasan

Megapolitan
Manjakan Lansia, Asrama Haji Embarkasi Jakarta-Bekasi Tak Lagi Pakai Tempat Tidur Tingkat

Manjakan Lansia, Asrama Haji Embarkasi Jakarta-Bekasi Tak Lagi Pakai Tempat Tidur Tingkat

Megapolitan
KAI Commuter: Perjalanan Commuter Line Rangkasbitung-Tanah Abang Picu Pertumbuhan Ekonomi Lokal

KAI Commuter: Perjalanan Commuter Line Rangkasbitung-Tanah Abang Picu Pertumbuhan Ekonomi Lokal

Megapolitan
Tiga Jenazah ABK Kapal yang Terbakar di Muara Baru Telah Dijemput Keluarga

Tiga Jenazah ABK Kapal yang Terbakar di Muara Baru Telah Dijemput Keluarga

Megapolitan
Gangguan Jiwa Berat, Ibu yang Bunuh Anak Kandung di Bekasi Sempat Dirawat di RSJ

Gangguan Jiwa Berat, Ibu yang Bunuh Anak Kandung di Bekasi Sempat Dirawat di RSJ

Megapolitan
Jika Profesinya Dihilangkan, Jukir Liar Minimarket: Rawan Maling Motor dan Copet!

Jika Profesinya Dihilangkan, Jukir Liar Minimarket: Rawan Maling Motor dan Copet!

Megapolitan
Polisi: Ibu yang Bunuh Anak Kandung di Bekasi Alami Gangguan Kejiwaan Berat

Polisi: Ibu yang Bunuh Anak Kandung di Bekasi Alami Gangguan Kejiwaan Berat

Megapolitan
Imbas Tanah Longsor, Warga New Anggrek 2 GDC Depok Khawatir Harga Rumah Anjlok

Imbas Tanah Longsor, Warga New Anggrek 2 GDC Depok Khawatir Harga Rumah Anjlok

Megapolitan
Kisah Iyan, Korban Banjir Cipayung yang Terpaksa Mengungsi ke Rumah Mertua 2 Bulan Lamanya...

Kisah Iyan, Korban Banjir Cipayung yang Terpaksa Mengungsi ke Rumah Mertua 2 Bulan Lamanya...

Megapolitan
Maling Motor 'Ngadu' ke Ibunya Lewat 'Video Call' Saat Tertangkap Warga: Mak, Tolongin...

Maling Motor 'Ngadu' ke Ibunya Lewat 'Video Call' Saat Tertangkap Warga: Mak, Tolongin...

Megapolitan
Asrama Haji Embarkasi Jakarta-Bekasi Sediakan Alat Pijat dan 'Treadmill' untuk Calon Jemaah Haji

Asrama Haji Embarkasi Jakarta-Bekasi Sediakan Alat Pijat dan "Treadmill" untuk Calon Jemaah Haji

Megapolitan
Penampakan Rumah TKP Penusukan Seorang Ibu oleh Remaja Mabuk di Bogor, Sepi dan Tak Ada Garis Polisi

Penampakan Rumah TKP Penusukan Seorang Ibu oleh Remaja Mabuk di Bogor, Sepi dan Tak Ada Garis Polisi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com