BEKASI, KOMPAS.com – Nasib guru honorer tak banyak yang tahu.
Dalam skala nasional, masalah guru honorer yang tak kunjung diangkat menjadi pegawai negeri sipil, misalnya, hanya timbul sesaat pada momen-momen tertentu untuk kemudian tenggelam dalam waktu yang lebih lama.
Berita-berita mengenai guru honorer tak ubahnya kisah-kisah elegi mereka yang kakinya terseok-seok, tetapi tetap merekah senyum mengajari muridnya berlari.
Status sebagai PNS adalah idaman bagi sebagian besar guru honorer di Nusantara.
Tak terkecuali bagi 5.600 guru di Kota Bekasi, Jawa Barat, kota yang tahun ini saja menambah 8 unit SMP baru dan menggabungkan 61 SD.
"Aspirasi saya dan teman-teman se-Indonesia dari kemarin cuma satu, yaitu pengangkatan PNS tanpa tes. Itu kenapa kami menggugat Undang-undang ASN untuk direvisi," jelas Ketua Front Pembela Honorer Indonesia (FPHI) Firmansyah kepada Kompas.com, Senin (25/11/2019) malam.
Baca juga: Guru Honorer Bekasi Bersyukur Tetap Dapat Gaji Rutin, meski Sering Terlambat
Untuk diangkat sebagai PNS, jutaan guru honorer di Indonesia yang mengabdi hingga puluhan tahun menemui tebing terjal, yaitu peraturan.
Peraturan yang dimaksud adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Tahun lalu, UU ASN digugat ke Pengadilan karena dinilai tak berpihak pada guru-guru honorer.
Dalam UU tersebut, pemerintah coba menyodorkan jalan tengah bagi guru-guru honorer untuk memperoleh fasilitas “hampir setara PNS” melalui mekanisme Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Untuk menjadi PPPK, guru honorer diwajibkan menjalani uji kompetensi terlebih dulu. Pengujinya berasal dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB).
Namun, PPPK tak mendapatkan dana pensiun layaknya PNS.
Pemerintah kemudian meneken Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018.
Lebih jauh, pemerintah mengatur bahwa PPPK, tak terkecuali guru, dikontrak dalam perjanjian kerja minimal satu tahun dengan opsi perpanjangan sesuai penilaian kinerja.
Akan tetapi, nasib guru-guru PPPK pun tak juga jelas setelah 9 bulan dinyatakan lulus PPPK.
Dikutip dari Antara, Rabu (20/11/2019), Ketua Umum Perkumpulan Honorer K2 Indonesia (PHK2I) Titi Purwaningsih mendesak Presiden RI Joko Widodo agar segera menerbitkan Perpres mengenai kelulusan itu.
Baca juga: Peringatan Hari Guru, Ganjar Dorong Guru Honorer Jadi PPPK dan Dapat Gaji Layak
Tak kunjung adanya kejelasan membuat mereka terkatung-katung dan dibayar selayaknya guru honorer.
“Saat ini keadaan kami masih sama, digaji Rp 150.000 per bulan dan dibayarkan 3 bulan sekali,” kata Titi.
Ketentuan CPNS 2019 pun tak kalah bermasalah.
Peraturan Menteri PAN-RB Nomor 36 Tahun 2018 mengatur, seseorang harus berusia maksimal 35 tahun untuk menjadi guru PNS dalam CPNS 2019.
Beleid tersebut jelas sulit dipenuhi oleh guru-guru honorer atau kontrak yang sudah mengabdi belasan hingga puluhan tahun.
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi coba menyiasatinya dengan mekanisme tenaga kependidikan kontrak.
Mekanisme ini membuat sekitar 5.600 guru di Kota Bekasi bukan lagi berstatus honorer, melainkan guru kontrak, sejenis PPPK dalam lingkup nasional.
Jumlah ini setara lebih dari 50 persen dari ketersediaan guru di Kota Bekasi, yakni 11.065 orang.
"Sekarang kan sudah tidak ada guru digaji oleh sekolah. Sekarang semuanya oleh APBD," ujar Inayatullah, Kepala Dinas Pendidikan Kota Bekasi, Senin (25/11/2019) sore.
Inayatullah mengatakan, dari segi kesejahteraan, guru-guru kontrak di Kota Bekasi cukup baik karena digaji Rp 3.900.000 per bulan lewat rekening masing-masing.
Ketua FPHI Firmansyah tak menampik jika mekanisme itu cukup membantu meningkatkan kesejahteraan eks guru honorer di Bekasi.
Meskipun pernah gaji tidak turun hingga 3 bulan, dan kini mereka kerap telat gajian hingga 2 pekan, Firmansyah mengapresiasi langkah ini dari segi peningkatan kesejahteraan.
Namun, Firmansyah ogah berpuas pada mekanisme ini. Menurut dia, pengangkatan sebagai PNS tetap jadi desakan utama para guru honorer di mana pun berada.
Pasalnya, menjadi PNS, selain berarti kesejahteraan materiil yang lebih layak, juga soal masa depan yang lebih terjamin.
Bukan hanya soal dana pensiun. Dengan diangkat jadi PNS, guru-guru kontrak tak perlu menghadapi “opsi perpanjangan” tiap tahun atau, dalam kemungkinan terburuk, diputus kontrak dengan berbagai dalih soal kinerja yang bisa saja terjadi.
“Kalau tidak diperpanjang kan sama saja berarti seperti outsourcing, yaitu tidak ada kejelasan soal masa depan. Kalau PNS kan kita bukan outsourcing. Kita sudah tetap," ujar Firmansyah.
“Memang guru sebagai tenaga kependidikan kontrak di Bekasi ini sebetulnya cukup baik dan menunjuang, karena melihat di level nasional tidak bisa menjamin lewat PPPK,” imbuhnya.
Selain terhalang oleh deretan regulasi yang tak berpihak pada mereka, guru-guru honorer dan kontrak juga mesti menerima kenyataan pahit bahwa pemerintah sebetulnya punya slot untuk guru PNS, tanpa memprioritaskan mereka.
Baca juga: Pemkot Bekasi Diminta Angkat Guru Honorer Jadi PNS, Bukan Malah Buka CPNS
Di Kota Bekasi, misalnya, CPNS 2019 membuka 106 lowongan bagi tenaga kependidikan. Itu berarti, 62 persen dari 171 formasi CPNS 2019 yang dibuka di Kota Bekasi sebetulnya terbuka bagi para guru.
"Guru-guru honorer yang sudah mengabdi lama diangkat dulu lah menjadi CPNS. Jangan mengambil lagi yang baru-baru atau dites umum," tukas Firmansyah.
“Yang ada saja kita belum selesai, ini sudah dibuka lagi (pendaftaran guru PNS) lewat jalur umumnya,” tutup dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.