TANGERANG, KOMPAS.com - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyegel lima tempat yang diduga menyalahi aturan terkait pendistribusian obat-obatan keras daftar G.
Tiga dari lima tempat tersebut merupakan toko kosmetik yang dibuka di Kecamatan Kosambi, Tangerang.
Kepala BPOM Penny Lukito menjelaskan, penyegelan tersebut merupakan hasil pengamatan tim Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) selama satu bulan.
Ada 419 item dan 172.532 butir obat keras yang disita BPOM dalam penyegelan di lima tempat tersebut. Total nilainya Rp 270.496.510.
Tidak hanya menjual obat-obatan keras, kelima tempat tersebut juga diduga menjual kosmetik ilegal yang tidak terdaftar di dalam BPOM.
"Produk ilegal, produknya beragam dengan kamuflase," ujar dia saat konferensi persi di depan Toko Kosmetik Perancis yang sudah disegel di kawasan Mal Bandara City, Tangerang, Selasa (3/12/2019).
Berkamuflase toko kosmetik
Penny menjelaskan, modus pelaku menjual obat-obatan keras tersamarkan dengan tampilan toko yang menjual kosmetik saja.
"Modusnya adalah menjual obat-obatan tertentu yang sering disalahgunakan secara terselubung dengan kamuflase sebagai toko kosmetik," ujar Penny.
Penny menjelaskan, tidak hanya toko kosmetik di Mal Bandara City yang disegel BPOM.
Empat tempat lainnya yang berada terpisah juga disegel, dua di antaranya berupa toko kosmetik di Jalan Kosambi Barat, Rt 3 RW 2, Kelurahan Kosambi Barat.
"Satu toko obat di Jalan Salembaran Raya RT 3 RW 6 Kelurahan Selembaran dan satu rumah tinggal dijadikan Gudang beralamat di Jalan Kosambi Barat, Rt 3 RW 2 Tangerang," ujar dia.
Penny mengimbau masyarakat agar tidak membeli obat-obatan di toko kosmetik yang tak terpercaya.
Hal tersebut bisa membahayakan karena toko kosmetik bukanlah apotek yang legal mendistribusikan obat-obatan.
"(Membeli) obat keras harus di apotek, toko kosmetik tidak ada izin," kata dia.
Obat keras miliki efek halusinasi
Obat keras yang disita BPOM antara lain mengandung psikotropika, di antaranya jenis trhexiphenydyl, hexymer, tramadol dan obat-obat dafar G lainnya.
Penny menjelaskan, dampaknya bisa menimbulkan efek halusinasi bagi pengguna.
Efek tersebut ditimbulkan dari obat trihexiphenydyl dan hexymer yang merupakan golongan psikotropika.
"Ini bisa seperti fly, halusinasi," ujar dia.
Pengguna obat tanpa resep atau digunakan secara berlebihan akan menyebabkan ketergantungan dan memengaruhi aktivitas mental serta perilaku pengguna.
"Mental dan perilaku (pengguna) cenderung negatif," jelas dia.
Sedangkan obat keras jenis tramadol merupakan obat analgetika atau antinyeri. Obat tersebut, lanjut Penny, juga menimbulkan efek halusinasi terhadap penggunanya.
"Berdasarkan informasi dari keterangan saksi pembeli, Tramadol digunakan untuk meningkatkan stamina sehingga tidak mengantuk saat bekerja di malam hari," jelas dia.
Ancaman hukuman
Kepala BPOM juga meminta agar masyarakat membiasakan untuk membeli obat keras sesuai dengan petunjuk dokter dan dibeli di tempat resmi.
Jika tidak, lanjut Penny, ada konsekuensi hukum yang berlaku tidak hanya bagi pengedar, tapi juga pengguna obat-obatan keras.
Tindakan distribusi ilegal obat-obatan keras bisa dikenakan Pasal 197 Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan dengan hukuman maksimal penjara 15 tahun.
"Dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar," kata dia.
Sedangkan pengguna bisa dijerat dengan penyalahgunaan obat-obatan dengan pasal 198 Undang-undang No. 36 tahun 2009 yang tertulis; Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 100 juta.
Saat ini BPOM bersama kepolisian setempat sedang mendalami keterangan 20 saksi untuk mengembangkan perkara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.