Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Normalisasi Dinilai Bukan Solusi Atasi Banjir, Apa yang Sebaiknya Dilakukan?

Kompas.com - 06/01/2020, 14:03 WIB
Cynthia Lova,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Rujak Center for Urban Studies menilai upaya normalisasi belum menjadi opsi untuk menangani banjir Jakarta.

Hal itu berkaca dari kawasan Kampung Pulo dan Bukit Duri yang masih terendam banjir pada 1 Januari 2020 lalu meski sudah dinormalisasi.

Direktur Rujak Centre for Urban Studies, Elisa Sutanudjaja mengatakan, normalisasi justru menyebabkan cepatnya aliran air ke Teluk Jakarta sehingga memberi beban ke Banjir Kanal Timur Jakarta.

"Yang diperlukan daerah aliran sungai kita itu restorasi atau mengembalikan fungsi alam sungai secara menyeluruh dari hulu ke hilir," ujar Elisa Sutanudjaja saat ditemui dalam konferensi pers seruan darurat banjir DKI Jabar dan Banten, Senin (9/1/2020).

Baca juga: Bantah Silang Pendapat dengan Anies, Basuki: Normalisasi dan Naturalisasi Sama-sama Lebarkan Sungai

Elisa mengatakan, restorasi sungai bisa dilakukan dengan metode zero run off. Zero Run Off adalah penyerapan air semaksimal mungkin oleh tanah.

Untuk melakukan metode Zero Run Off dari hulu ke hilir, lanjut Elisa diperlukan koordinasi antara Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat menangani masalah banjir ini.

Misalnya, dengan menata kawasan Puncak.

Sebab sebagai kawasan hulu, Elisa menilai kawasan itu sudah banyak dialihfungsikan menjadi daerah komersial.

"Sementara, untuk Jakarta sendiri pengembalian ruang terbuka hijau (RTH) sudah dialihfungsikan jadi bangunan komersial juga belum dilaksanakan," kata Elisa.

Apalagi saat ini menurut data Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertahanan hampir 90 persen permukaan Jakarta sudah tertutup beton.

Baca juga: Menteri PUPR: Mau Normalisasi atau Naturalisasi yang Penting Dikerjakan

"Hampir mustahil jika air di permukaan dan limpasan dari 90 persen tersebut hanya bertumpu pada drainase kota dan badan air Jakarta yang hanya 3 persen dari total luas darat Jakarta," ujar Elisa.

Oleh karena itu, LBH, Greenpeace, Walhi, Rujak Centre for Urban Studies yang tergabung dalam masyarakat sipil mendesak pemerintah untuk mengembalikan penyerapan air yang saat ini kurang di Jakarta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Hanya Membunuh, Pria yang Buang Mayat Wanita di Dalam Koper Sempat Setubuhi Korban

Tak Hanya Membunuh, Pria yang Buang Mayat Wanita di Dalam Koper Sempat Setubuhi Korban

Megapolitan
Polisi Duga Ada Motif Persoalan Ekonomi dalam Kasus Pembunuhan Wanita di Dalam Koper

Polisi Duga Ada Motif Persoalan Ekonomi dalam Kasus Pembunuhan Wanita di Dalam Koper

Megapolitan
Pria di Pondok Aren yang Gigit Jari Rekannya hingga Putus Jadi Tersangka Penganiayaan

Pria di Pondok Aren yang Gigit Jari Rekannya hingga Putus Jadi Tersangka Penganiayaan

Megapolitan
Dituduh Gelapkan Uang Kebersihan, Ketua RW di Kalideres Dipecat

Dituduh Gelapkan Uang Kebersihan, Ketua RW di Kalideres Dipecat

Megapolitan
Pasien DBD di RSUD Tamansari Terus Meningkat sejak Awal 2024, April Capai 57 Orang

Pasien DBD di RSUD Tamansari Terus Meningkat sejak Awal 2024, April Capai 57 Orang

Megapolitan
Video Viral Keributan di Stasiun Manggarai, Diduga Suporter Sepak Bola

Video Viral Keributan di Stasiun Manggarai, Diduga Suporter Sepak Bola

Megapolitan
Terbakarnya Mobil di Tol Japek Imbas Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Terbakarnya Mobil di Tol Japek Imbas Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Megapolitan
Berebut Lahan Parkir, Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus

Berebut Lahan Parkir, Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus

Megapolitan
DLH DKI Angkut 83 Meter Kubik Sampah dari Pesisir Marunda Kepu

DLH DKI Angkut 83 Meter Kubik Sampah dari Pesisir Marunda Kepu

Megapolitan
Janggal, Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

Janggal, Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

Megapolitan
8 Pasien DBD Masih Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

8 Pasien DBD Masih Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

Megapolitan
Pengelola Imbau Warga Tak Mudah Tergiur Tawaran Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Pengelola Imbau Warga Tak Mudah Tergiur Tawaran Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Megapolitan
UPRS IV: Banyak Oknum yang Mengatasnamakan Pengelola dalam Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru

UPRS IV: Banyak Oknum yang Mengatasnamakan Pengelola dalam Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Megapolitan
9 Jam Berdarah: RM Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

9 Jam Berdarah: RM Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

Megapolitan
Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com