Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terungkapnya Pencabulan Anak-anak oleh Pengurus Gereja di Depok

Kompas.com - 16/06/2020, 08:05 WIB
Vitorio Mantalean,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

DEPOK, KOMPAS.com - Polisi meringkus SPM (42), seorang pengurus di salah satu gereja di bilangan Pancoranmas, Depok, Jawa Barat, Minggu (14/5/2020).

SPM diduga mencabuli anak-anak yang kerap berpartisipasi aktif dalam salah satu kegiatan di gereja tersebut, sedangkan SPM merupakan pembina kegiatan itu selama bertahun-tahun.

Baca juga: Cabuli Anak-anak, Pengurus Tempat Ibadah di Depok Ditangkap Polisi

"Dia ini pura-pura mengajak korbannya bebenah perkakas, tapi justru malah dilakukan pencabulan," ujar Kapolres Metro Depok Kombes Azis Andriansyah kepada wartawan, Senin (15/6/2020).

Polisi menjerat SPM dengan Pasal 82 Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Investigasi internal gereja

Kasus ini baru terungkap setelah pengurus gereja mencium gelagat tak beres dari SPM. Tersangka tampak sering memangku dan memeluk anak-anak di bawah naungannya itu, sesuatu yang dianggap kurang wajar.

Internal gereja membentuk tim investigasi. Para pengurus gereja mengundang orangtua-orangtua anak-anak yang tergabung dalam kegiatan gereja tersebut, meminta mereka agar menanyakan apakah putra-putri mereka jadi korban pelecehan seksual.

Baca juga: Korban Pencabulan Seorang Pengurus Gereja di Depok Diduga Lebih dari Satu Anak

Tak dinyana, pengakuan anak-anak mereka pun bermunculan. Seorang anak mengaku dilecehkan pada medio Maret 2020 lalu.

Sejak itu, temuan terus bergulir.

Pendamping hukum para korban, Azas Tigor Nainggolan menduga bahwa bukan hanya 1-2 anak-anak yang telah jadi sasaran pencabulan oleh SPM.

"Sekarang memang tim kami masih terus menerima laporan anak-anak yang mengaku menjadi korbannya pelaku," kata Tigor ketika dihubungi Kompas.com, Senin (15/6/2020).

"Yang mengaku langsung kepada saya, setidaknya yang sudah clear mengaku, ada enam orang. Tapi, yang masih butuh klarifikasi ada sekitar lima lagi," tambah dia.

Kejadian paling awal terlacak pada 2006

Tigor menyebutkan, sejauh ini pihaknya telah menerima pengakuan dari sejumlah anak-anak yang pernah jadi korban pencabulan oleh SPM.

Kebanyakan dari mereka merupakan anak-anak yang pernah dinaungi oleh SPM yang bertindak sebagai pembina salah satu kegiatan di gereja.

SPM sudah jadi pembina dalam kegiatan itu sejak awal 2000-an dan tak lama setelah itu pula ia melancarkan aksinya.

Baca juga: Pria yang Cabuli Anak-anak di Lingkungan Gereja di Depok Diduga Beraksi Sejak 2006

"Dari enam orang itu, pencabulan terjadi pada periode yang berbeda sejak beberapa tahun ke belakang. Yang saya terima, paling lama kejadian terlacak tahun 2006," jelas Tigor.

Ia berujar, tim internal gereja yang telah menginvestigasi kasus ini sebelum melaporkan SPM ke polisi akan terus bekerja.

"Kasus kayak gini, kalau kita baca pengalaman-pengalaman pada kasus seperti ini sebelumnya, korbannya tidak satu, bisa saja korbannya ada banyak," kata dia.

"Berangkat dari situ makanya saya dengan teman-teman terus menginvestigasi kasus ini supaya kita bisa melakukan perbaikan dengan bagus," tambah Tigor.

Korban mengaku dipaksa, kadang diancam

Tigor melanjutkan, hasil mendengarkan penuturan cerita pencabulan dari para korban, SPM kerap melontarkan tipu daya dan ancaman kepada anak-anak itu untuk melancarkan aksinya.

"Kalau menolak permintaannya si pelaku, mereka diancam, dibilang, 'Kamu tidak akan dapat tugas lagi'," ungkap Tigor.

"Ada juga yang kemudian keluar dan tidak aktif sejak kejadian itu. Mereka trauma. Mereka takut. Ada juga yang, misalnya, anak-anak itu menolak diberhentikan sama si pelaku, jadi enggak dikasih tugas lagi," imbuh dia.

Baca juga: Kasus Pencabulan Anak oleh Pengurus Gereja di Depok: Korban Diancam jika Tak Nurut

Ia beranggapan, terdapat sejumlah dimensi yang membuat kasus ini baru terendus setelah terjadi sekian lama dan menghantui belasan atau bahkan puluhan anak-anak lain sejak dulu.

"Saya melihat ini ada situasi di mana korban tidak tahu bahwa dirinya sedang dilecehkan karena mereka masih anak-anak, paling kecil 11 tahun," kata Tigor.

"Ketika saya mengobrol dengan orangtuanya, juga orangtuanya kadang tidak ngeh, tidak tahu. Anak-anaknya juga tidak menceritakan ke orangtuanya."

"Kemudian kalau mereka tahu, ada juga orangtua yang takut dan malu," lanjut dia.

Perihal paksaan ini juga dibenarkan oleh Kapolres Azis Andriansyah.

"Sedikit ancaman memang ada, tapi tidak sampai ancaman kekerasan," kata dia kepada wartawan, Senin.

Gereja akan bongkar kasus dan enggan menutupi

Pastor paroki Gereja, Yosep Sirilus Natet menjamin bahwa pihak gereja tak akan menutup-nutupi kasus ini.

Dengan besar hati, ia mengakui bahwa insiden ini terjadi dalam internal mereka. Natet menegaskan komitmennya melindungi para korban dam mengungkap kasus ini.

"Saya mengatakan bahwa, terungkapnya kasus ini, tidak menjadikan gereja merasa bangga atau bahagia. Akan tetapi, ini menjadi sebuah cermin bagi gereja untuk tetap berbenah," ungkap Natet kepada Kompas.com via telepon, Senin sore.

"Apa pun yang sekarang kita hadapi, harus kita berikan informasi yang dibutuhkan. Gereja akan membongkar sesuatu yang tidak benar yang terjadi di dalam gereja, dan juga gereja ingin mengupayakan agar hal-hal yang benar tetap bisa diwujudkan," tambah dia.

Komitmen ini telah ditunjukkan pihak gereja dengan dibentuknya tim investigasi internal yang pada akhirnya mengirim SPM ke sel tahanan polisi.

Natet menyatakan, saat ini pihaknya akan fokus melindungi serta mendampingi anak-anak yang menjadi korban pencabulan serta orangtua mereka.

Mereka, dengan begitu terbuka menceritakan segala sesuatunya, Natet anggap sebagai pahlawan dan pejuang bagi perbaikan internal gereja.

"Kita akan upayakan ini, walaupun sangat tidak mudah dan tidak murah, tapi menurut saya gereja mau bertanggung jawab dengan apa yang sudah terjadi, terutama untuk anak-anak," ujar dia.

"Kita harus tetap menegakkan keadilan dan tetap menjalankan hukum, bahwa yang apa yang terjadi adalah pelanggaran. Karena, selain menjadi anggota gereja, kami juga warga negara Indonesia yang harus taat kepada hukum," pungkas Natet.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Megapolitan
Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Megapolitan
Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Megapolitan
Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Megapolitan
Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Megapolitan
Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Megapolitan
Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Megapolitan
Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Megapolitan
Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Megapolitan
Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Megapolitan
Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Megapolitan
Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Megapolitan
Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Megapolitan
Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Megapolitan
Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, 'Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan'

Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, "Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com