Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Seniman Musik Batak, Hidup dari Pesta ke Pesta Kini Terdampak karena Corona

Kompas.com - 23/08/2020, 07:07 WIB
Walda Marison,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Hilangnya lapangan pekerjaan menjadi salah satu dampak yang dirasakan selama pandemi Covid-19.

Satu persatu karyawan dirumahkan sehinga berujung pada naiknya angka pengangguran. Alhasil, banyak warga yang tak kuat akan tekanan hidup di ibu kota dan memilih untuk pulang kampung.

Bukan hanya karyawan, seniman musik dan tari pun juga demikian.

Mereka yang biasa tampil depan khalayak ramai harus gigit jari lantaran tidak ada panggilan. Hal tersebut dikarenakan pemerintah melarang adanya krumunan dalam satu tempat. Jadi siapa yang mau menonton?

Yani Simbolon (51) salah satunya. Pria yang bekerja sebagai seniman musik Batak ini jadi pihak yang paling merasakan dampak Covid-19.

Baca juga: Apa Pun Akan Aku Jual demi Anak-anak Jadi Sarjana...

Dahulu dia biasa tampil sebagai pemusik di acara pernikahan adat Batak. Hampir setiap minggu jadwal tampi selalu terisi. Dari mulai resepsi sampai bahkan acara music keluarga pun Yani datangi tuk cari sesuap nasi.

Alat musik yang disiapkan pun terbilang banyak.

“Biasanya kalau acara pernikahan ada sulim, ada taganingnya satu, ada kecapi, ada sarune. Kalau Gondang bolon tambah musik lagi. Belum lagi sama tiga penyanyinya,” ucap dia saat ditemui Kompas.com, Jumat (21/8/2020).

Tak heran jika sekali tampil Yani bisa meraup bayaran dari Rp 9.000.000 hingga Rp 16.000.000.

Baca juga: Kisah Mahasiswa Bongkar Celengan Koin Keluarga Hasil Tambal Ban dan Jual Gorengan untuk Bayar Kuliah

“Itu pun harganya berbeda tiap gedung. Tergantung masing-masing gedung pesta,” ucap Yani.

Belum jika mengisi acara keluarga di daerah puncak atau sekitarnya. Bisa–bisa Yani mengantongi uang Rp 1.500.000 hingga Rp 2.000.000 sekali tampil.

Namun sekarang sudah berubah. Yani mungkin hanya bisa mengernyitkan dahi kala mengingat masa keemasan ketika ramai panggilan.

Yani bercerita malapetaka itu datang pada Maret tahun 2020 lalu. Masih ingat betul di benak Yani saat mendapatkan banyak job di bulan itu. Hampir belasan pihak memangil Yani dan timnya untuk mengisi acara di beberapa tempat.

“Bulan itulah pesanan teramai saya selama saya berkarir di musik Batak,” ucap Yani sambil menghela napas.

Baca juga: Nasib Sial Pedagang Gorengan di Pancoran, Ditipu Pembeli dan Motor Dibawa Kabur

Angan pun mulai melayang kala membayangkan total penghasilan yang dia dapat di akhir bulan. Kira-kira, lanjut dia, menyentuh Rp 20.000.000 lebih.

Namun semua kandas. Tepat di bulan itu Covid-19 pertama kali terdeteksi di Indonesia. Semua acara pun dibatalkan, satu persatu rezeki yang nyaris masuk kantong Yani perlahan pergi.

Yani hanya bisa pasrah. Tak mungkin dia memaksakan acara untuk terus berlanjut.

Bulan demi bulan tanpa panggilan mulai Yani rasakan. Bahkan, lanjut dia, pernah dalam satu bulan tidak ada panggilan sama sekali.

Baca juga: Rahman dan Rahim, Bayi Kembar Siam di Bekasi Meninggal Jelang Operasi Pemisahan

Beruntung putri sulungnnya masih bekerja sehingga bisa membantu perekonomian rumah tangga. Dia juga punya warung sembako di depan rumah.

Walau diakuinya penghasilan warung tak seberapa, Yani masih bersyukur uang tersebut cukup tuk kebutuhan dapur.

“Puji Tuhan anak saya masih kerja seperti biasa, tidak kena potongan gaji dan masih bisa bantu keluarga,” ucap dia.

Sesekali disela sepi, Yani memainkan alat musik yang terpajang rapih di rumahnya. Tuk sekedar menenangkan diri dan melatih beberapa lagu agar tetap lihai.

Namun di tengah alunan musik yang dia mainkan, pikiranya tak lepas dari tanggung jawab Yani sebagai kepala rumah tangga.

Baca juga: Kisah Pilot Jadi Pedagang Mi Ayam Bertahan di Tengah Pandemi Covid-19

Biar bagaimana pun, dia harus berperan mencari uang tuk kebutuhan perut istri dan dua anaknya.

Terbesit di kepala Yani ingin berjualan makan dan minuman ringan keliling. Mobil Toyota Kijang miliknya pun ingin disulapnya menjadi warung keliling demi menyambung hidup.

“Jadi setiap malam kita jualan di pintu Jambore atau di tempat- tempat ramai lain,” terang Yani.

Namun karena satu dan lain hal, rencana itu diurungkan.

Sering berjalan waktu, Yani mulai kembali lagi dapat panggilan bermain musik. Bukan untuk acara pernikahan atau acara keluarga, kali ini dia mengisi di acara ibadah untuk orang yang meninggal dunia.

Yani biasa membawakan lagu-lagi gereja untuk mengiringi ibadah pada acara tersebut.

“Ya Puji Tuhan bulan kemarin sama bulan ini sudah lima panggilang untuk main music di acara orang meninggal,” kata dia.

Walau perdatang hanya mendapat Rp 1.500.000 dan itu pun masih bisa ditawar, Yani tetap bersyukur. Setidaknya pelan-pelan uang mulai masuk guna menjaga dapur agat tetap ngebul.

Dari seniman kepada pemerintah

Yani nampak apatis ketika ditanya soal peran pemerintah dalam membantu seniman sepertinya selama pandemi. Dia mengaku tidak ada perhatian khusus yang dia dapatkan.

Yani dan seniman lainya bak lapisan masyarakat yang luput dari perhatian pemerintah. Padahal pekerjaan ini lah yang termasuk mendapat dampak paling besar selama pandemi Covid-19.

“Lihat saja kalau di televisi – televisi, tidak pernah ada disebut ‘perhatian khusus pada para seniman,” terang dia.

Mungkin pemerintah tak tahu masih banyak seniman yang bernasib lebih parah dari Yani. Tak mendapat bantuan, terlunta-lunta jalani hidup dan mungkin pulang kampung karena tak punya harapan di ibu kota.

Yani dan seniman lain bak dilupakan kaum elit, kurang dapat porsi untuk diperhatikan secara khusus. Padahal pekerjaan seperti Yani ini lah yang harus diperhatikan demi lestarinya adat istiadat dan kesenian daerah di Indonesia.

Namun apa daya, yang bisa dia syukuri dari pemerintah hanyalah mendapat sembako tiap bulannya.

“Ya kami bersyukur masih dapat (sembako) dari RT. Dari RT berarti kan dari pemerintah. Dari kalangan atas sampai bawah juga dapat,” kata Yani.

Dia berharap pandemi ini cepat berlalu walau entah kapan. Doa selalu dia panjatkan agar situasi kembali normal. Bukan hanya untuk Indonesia, tapi untuk dunia.

“Bahkan saat doa makan saja, saya sisipkan doa supaya Corona ini berakhir. Disetiap doa saya selalu saya sisipkan,” kata dia polos.

Dengan berakhirnya pandemi, niscaya pengahasilan bisa kembali normal dan kebutuhan keluarga pun bisa tercukupi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Megapolitan
Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Megapolitan
Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Megapolitan
Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Megapolitan
Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Megapolitan
Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Megapolitan
Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Megapolitan
Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Megapolitan
Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Megapolitan
Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Megapolitan
Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Megapolitan
Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Megapolitan
Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Megapolitan
Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Megapolitan
Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, 'Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan'

Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, "Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com