Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 12/11/2020, 18:24 WIB
Singgih Wiryono,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jika kebetulan melewati Jalan HOS Cokroaminoto dari arah Menteng menuju Kuningan, kemungkinan kita akan melihat seorang pria tua yang membawa peralatan cangkul, palu, dan alat-alat perkakas lainnya.

Gagang cangkul dia gunakan untuk menggantung sebuah kertas yang dilaminasi dengan isi tulisan "Beri Saya Kerja".

Pria bernama Sutrisno itu langsung menyambut Kompas.com dengan senyum dan menelungkupkan tangannya memberi tanda salam.

Dia menolak disebut tua, walapun dari ciri fisik yang antara lain rambut beruban, kulit keriput, dan beberapa gigi sudah tanggal.

"Masih muda kok," kata dia tersenyum. Dengan percaya diri Sutrisno mengatakan umurnya hanya setengah lebih tua dibandingkan reporter Kompas.com yang masih berusia 28 tahun.

Baca juga: Kisah Inu Ubah Pelepah Pisang Jadi Kerajinan Bernilai Jual

"Dua kali (usia) kamu, mungkin. Ha-ha-ha," kata Sutrisno seraya terbahak.

Untuk meyakinkan, Sutrisno mengeluarkan KTP-nya dari dompet yang ada di saku belakang celana. Barulah angka kelahiran yang tertera di KTP-nya tidak mau diajak berunding untuk dikatakan muda.

Pria yang sedang duduk mencari kerja di pinggir trotoar itu ternyata kelahiran 3 Juni, 78 tahun silam, atau tepatnya di tahun 1942. Usia yang dipandang dari sudut manapun tidak bisa disebut lagi muda.

"Saya sudah hidup (menjadi pemuda) dari zaman Trikora Irian Barat itu, kan banyak anak muda waktu itu semangat berjuang itu," kata dia.

Sutrisno bercerita, pandemi Covid-19 telah merenggut pekerjaannya sebagai buruh bangunan pada Maret 2020 lalu.

Dia awalnya bekerja sebagai buruh di sebuah proyek pembangunan di dekat Kedutaan Besar Jepang, Jalan MH Thamrin Jakarta Pusat.

Baca juga: Kisah Kakek Suharto Hidupi Istri dan 6 Anak dengan Rp 20.000 Per Hari di Masa Pandemi

Di sana dia biasa berjuang mencari penghidupan untuk dirinya. Sampai menginap, dan terkadang berjualan makanan untuk mendapat penghasilan tambahan.

Karena dia adalah pria senja yang hidup sebatang kara, hidup Sutrisno sehari-hari lebih banyak dihabiskan di luar rumahnya di Kalideres, Jakarta Barat.

Sebenarnya Sutrisno memiliki seorang anak perempuan dari istrinya yang sudah meninggal pada 1964 lalu.

Namun, ketika menceritakan anak sematawayangnya itu, suara Sutrisno bergetar.

"Anak saya satu-satunya kawin sama orang Bantul, sampai sekarang di Bantul. Karena pendidikannya enggak begitu (tinggi) itu, ikut suaminya ke Bantul, suaminya jualan. Itu, bagi saya itu enggak penting, yang penting cucu saya harus lebih baik daripada itu," kata dia.

Sutrisno agaknya enggan membahas mengapa anak satu-satunya yang dia miliki tega meninggalkan dia yang kini sudah berusia senja.

Sutrisno hanya berharap kalau cucunya bisa dilihat sebagai orang sukses di kemudian hari.

"Kita mikir ke depan, jangan berpikir ke belakang, kalau ke belakang kita mikir melulu," kata dia memotong ceritanya sendiri.

Sutrisno kembali bercerita ihwal cara dia mencari kerja di masa pandemi Covid-19. Ketika ditanya apakah ngeri dengan Covid-19? Sutrisno setengah tertawa menjawab, "Siapa sih yang enggak takut sakit, dek."

Tapi mau apalagi? Sutrisno bilang, yang terpenting adalah menjaga diri dengan masker yang saat diwawancara sedang dia kantongi di saku dada bagian kiri bajunya.

Dia mengaku akan duduk sambil menunggu pengguna jasanya dan membawa beragam alat perkakas rumah tangga tersebut ke satu titik selama tiga hari. Misalnya saja di titik saat dia ditemui Kompas.com di Jalan HOS Cokroaminoto.

Terkadang para pengendara yang lewat di tempat itu akan meminta Sutrisno untuk memperbaiki sesuatu di rumah mereka. Seperti memperbaiki taman atau sekadar mengecat tembok pagar.

"Tuan-tuan yang lewat ini yang kasih saya kerjaan. Kalau sudah tidak ada tiga hari, kadang saya pindah ke sekitar Monas, kadang di Juanda," tutur Sutrisno.

Meski tidak muda lagi, Sutrisno mengaku tidak ingin menjadi seorang pengemis dan hanya berharap berpangku tangan dengan orang lain.

Bagi dia mengharap rasa iba dan bantuan orang lain, padahal masih sanggup untuk bekerja sendiri adalah sebuah kemunduran. Bahkan dia sebut orang-orang yang mengemis tapi berbadan sehat sebagai "manusia apa".

"Iya harus berjuang, dek. Masak kita enggak mau usaha. Harus mencari, kalau enggak mencari manusia apaan. Biar dari pagi berangkat harus (berusaha) nyari," ucap dia.

Itulah sebabnya Sutrisno meski di usia senja, alat perkakas rumah tangga dan cangkul dengan tulisan "Beri Saya Kerja" menjadi saksi semangat hidupnya untuk terus berjuang mencari penghidupan meski harus terus bekerja di masa tua.

Dia bahkan sempat memberikan nasihat kepada reporter Kompas.com di akhir wawancara agar tidak menyerah dan berjuang untuk memberikan yang terbaik kepada keluarga.

"Adek masih muda, jangan pernah menyerah, kalau itu gagal berarti keberhasilan tertunda. Kalau kamu menyerah pulang kampung minta sama orangtua, (padahal) kamu harusnya yang kasih orangtua," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Megapolitan
Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Megapolitan
Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Megapolitan
Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Megapolitan
Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Megapolitan
Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Megapolitan
Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Megapolitan
Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Megapolitan
Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Megapolitan
Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Megapolitan
Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Megapolitan
Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Megapolitan
Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Megapolitan
Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Megapolitan
Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, 'Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan'

Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, "Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com