Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Relawan Contact Tracer di Jakarta, Terpaksa Gadaikan Emas karena Belum Terima Insentif

Kompas.com - 09/03/2021, 19:27 WIB
Muhammad Isa Bustomi,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - LS, seorang perempuan yang menjadi contact tracer di Jakarta harus mengelus dada. Sebab, insentif atas jasanya dua bulan terkhir belum dibayarkan.

Saat dihubungi Selasa (9/3/2021), dengan nada pilu LS mengaku bahwa dia belum menerima pembayaran insentif untuk Januari dan Februari 2021.

Pembayaran insentif yang terlambat itu membuat LS merasa tercekik saat melakoni pekerjaannya di Puskesmas kawasan Jakarta Utara.

Baca juga: Relawan Covid-19 Tersinggung, Datangi DPRD Bantul Sambil Bawa Keranda, Ini Penyebabnya

Bahkan, LS juga menampung curahan hati rekan seprofesinya, yang mengaku sempat menggadaikan emas untuk tetap bertahan hidup dan menjalani tugasnya.

"Kalau saya kebetulan sudah bersuami, jadi bisa menopang hidup, untuk makan saja ada dari gaji suami. Tapi ada teman yang sampai pinjam uang bahkan gadai emas segala macam," kata LS.

LS pun memaklumi upaya rekannya yang meminjam uang dan menggadaikan emas agar tetap bisa menuntaskan tanggung jawab sebagai contact tracer dalam penanganan kasus Covid-19 di Jakarta.

Baca juga: 12.000 Relawan Siap Kawal Protokol Kesehatan di Semua RT di Jakarta Pusat

Karena itu, insentif yang dihitung per hari kemudian diakumulasi dalam satu bulan sangat dibutuhkan bagi relawan contact tracer.

Padahal, dua bulan pertama kala dirinya baru bergabung sebagai contact tracer, yakni pada November dan Desember 2020, LS menyebut pembayaran insentif sangat lancar.

"Insentif Rp 210.000 dan uang transport Rp 150.000 jika turun ke lapangan atau ke rumah pasien. Uang pulsa Rp 200.000 per bulan. Nanti diakumulasikan dan dilaporkan setiap akhir bulan. Kemudian dibayarkan," ucap LS.

Hingga saat ini, LS dan rekan seprofesinya mengaku hanya dapat menelan janji manis soal pembayaran insentif, transport dan pulsa.

Berbagai alasan diterima LS dari hari ke hari soal keterlambatan haknya.

Pada 8 Februari, misalnya, LS menerima kabar melalui surat edaran BNPB berkait isu keterlambatan insentif Januari 2021 yang disebutnya terganjal persoalan harmonisasi dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

"Tanggal 22 Februari itu keluar lagi surat edaran kenapa bisa telat, karena harus penunjukan penanggungjawab keuangan dan ada laporan yang belum selesai di isi surat itu. Teman teman masih sabar menunggu," kata LS.

Kini kegelisahan LS dan sesama contact tracer bertambah. Bukan hanya soal keterlambatan pembayaran insentif, melainkan masa kontrak yang akan berakhir.

LS mengetahui kabar itu setelah rapat secara daring bersama BNPB pada 28 Februari 2021.

"Istilahnya kalau kontrak dengan BNPB selesai. Katanya akan di kontrak dengan Kemenkes. Tapi dari Kemenkes itu bukan dilanjutkan oleh tracer kita ini," katanya.

LS menyebut, jasanya yang selama ini diabdikan selama lebih dari tiga bulan akan digantikan Ketua RT atau RW lingkungan yang telah dilatih.

"Bahkan teman teman di lapangan sudah disiapkan kader di wilayah kelurahan RT atau RW itu yang jadi tracer. Jadi kita belum tahu nasib kita," katanya.

Saat ini, LS tak berharap lebih akan statusnya menjadi contact tracer. Hanya saja, ia masih berharap agar insentif dapat diterima sebelum masa kontrak berakhir.

LS yang sedang mengandung sangat membutuhkan insentif untuk ditabung guna mempersiapkan persalinannya.

"Sebenarnya kalau mau resign tidak masalah. Kalau mau berhenti ya berhenti saja. Kalau aku jujur saja, kalau aku kondisi sedang hamil dan cari kerjaan baru, sulit ada yang menerima. Jadi bertahan sambil menunggu," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Satpol PP Minta Pihak Keluarga Jemput dan Rawat Ibu Pengemis Viral Usai Dirawat di RSJ

Satpol PP Minta Pihak Keluarga Jemput dan Rawat Ibu Pengemis Viral Usai Dirawat di RSJ

Megapolitan
Mulai Hari Ini, KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Cagub Independen

Mulai Hari Ini, KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Cagub Independen

Megapolitan
Kala Senioritas dan Arogansi Hilangkan Nyawa Taruna STIP...

Kala Senioritas dan Arogansi Hilangkan Nyawa Taruna STIP...

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Megapolitan
Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com