JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam beberapa hari belakangan, sejumlah aksi teror kembali terjadi di Indonesia.
Pada Minggu (28/3/2021), aksi bom bunuh diri terjadi di depan Gereja Katedral Makassar, menewaskan dua pelaku dan melukai 20 orang yang terdiri dari warga, petugas keamanan, dan jemaat gereja.
Berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan pihak kepolisian, aksi teror tersebut dieksekusi oleh jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang berafiliasi dengan ISIS.
Teranyar, penembakan yang diduga terkait aksi teror juga terjadi di Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri) di Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Rabu (31/3/2021).
Baca juga: Terduga Teroris Penyerang Mabes Polri Lepaskan 6 Tembakan Saat Menorobos Masuk
Dalam sebuah video amatir dan rekaman CCTV yang disiarkan Kompas TV, terlihat seorang terduga teroris berjalan di dalam area Mabes Polri sambil mengacungkan senjata.
Ia kemudian melepaskan tembakan. Akibatnya, baku tembak pun terjadi antara terduga teroris dan polisi.
Tak lama, sang terduga teroris yang menggunakan kerudung biru dan baju panjang tersebut berhasil dilumpuhkan pihak kepolisian dengan timah panas. Ia tewas ditembak.
Terduga teroris tersebut belakangan diketahui adalah seorang wanita berinisial ZA (25). Ia merupakan warga Kelapa Dua, Ciracas, Jakarta Timur.
Kapolri (Pol) Listyo Sigit Prabowo mengatakan, ZA bergerak sendirian alias pelaku tunggal atau lone wolf.
Baca juga: Polisi Temukan Surat Wasiat di Rumah Pelaku Penyerangan Mabes Polri
"Berideologi radikal ISIS, yang dibuktikan postingan yang bersangkutan di media sosial," ujar Listyo dalam konferensi pers di Mabes Polri, Rabu (31/3/2021).
Dilihat dari pola serangannya, aksi penyerangan di Mabes Polri dan juga di Gereja Katedral Makassar mengikuti pola terorisme JAD.
Tak lama, sang terduga teroris yang menggunakan kerudung biru dan baju panjang tersebut berhasil dilumpuhkan pihak kepolisian dengan timah panas.
Pelaku yang diduga seorang wanita itu tewas di tempat. Hingga berita ini ditulis, belum ada keterangan dari polisi terkait aksi teror yang terjadi pada pukul 16.30 WIB itu.
Namun, jika dilihat dari pola serangannya, aksi penyerangan di Mabes Polri itu menyerupai pola teror yang dilakukan oleh JAD.
Baca juga: Keluarga ZA Pelaku Penyerangan Mabes Polri Disebut Tertutup
Apa saja pola penyerangan jaringan tersebut? Berikut ulasannya:
Berdasarkan jurnal studi terorisme yang ditulis oleh mahasiswa Universitas Indonesia (UI), Aysha Rizki Ramadhyas, diketahui bahwa target penyerangan dari kelompok JAD adalah otoritas keamanan dan non-muslim.
Ini terlihat dari serangkaian aksi bom bunuh diri yang mengguncang tiga gereja di Surabaya, Jawa Timur, pada Minggu (13/5/2018) pagi.
Tiga gereja tersebut yakni Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela, Gereja Kristen Indonesia Diponegoro Surabaya, dan Gereja Pantekosta Pusat Surabaya.
Keesokan harinya, sebuah ledakan juga terjadi di depan Polrestabes Surabaya.
Baca juga: Serangan Teroris di Mabes Polri, Kantor Polisi dan Istana Bogor Dijaga Ketat
"Penargetan sasaran kelompok JAD terdiri dari thagut atau otoritas keamanan, kafirun atau orang-orang non-muslim, dan fasiqun atau orang-muslim yang tidak menjalankan ajaran agama dengan baik (near enemy)," tulis Aysha dalam jurnal berjudul Menelaah Aksi Penargetan dan Pola Strategi Penyerangan Terorisme.
Menurut pengamat terorisme, penggunaan sel-sel kecil dan pelaku tunggal (lone wolf) dalam melakukan serangan teror menjadi strategi yang sering dijalankan untuk menjaga keamanan jaringan mereka.
Pengamat terorisme dan direktur Institute for Policy Analysis of Conflict, Sidney Jones, kepada BBC mengatakan, strategi ini diambil karena jaringan teror menilai "terlalu berbahaya bagi mereka untuk bergerak sebagai satu organisasi besar".
Sementara itu, pengamat terorisme Taufik Andrie mengatakan, pola eksekusi seorang diri atau dalam sel-sel kecil membuat serangan berikutnya sulit untuk dideteksi.
Baca juga: Kapolri Ungkap Kronologi Penyerangan di Mabes Polri
Dengan demikian, polisi ataupun intelijen akan kesusahan untuk mengantisipasi teror selanjutnya.
"Susah dideteksi (aksi dalam sel-sel kecil) seperti ini. Merencanakan sendiri, melakukan sendiri," ujar Taufik.
Menurut Jones, ISIS pernah mengeluarkan perintah untuk melakukan jihad dengan cara apa saja yang bisa dilakukan, bahkan tanpa harus menggunakan bom atau senjata.
"Misal mendorong orang dari gedung tinggi atau menabrak orang dengan motor, tidak perlu pakai bom atau senjata. Pola-polanya ada juga di Indonesia," kata Jones, dilansir dari bbc.com pada 2016.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.