Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Anak yang Kehilangan Ayahnya karena Covid-19

Kompas.com - 28/06/2021, 08:33 WIB
Wahyu Adityo Prodjo,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus Covid-19 di Indonesia terus melonjak. Jumlah pasien yang terinfeksi Covid-19 bertambah 21.342 orang pada Minggu (27/6/2021). Penambahan itu menyebabkan kasus Covid-19 di Indonesia kini mencapai 2.115.304 orang.

Namun, masih saja banyak warga yang abai dengan protokol kesehatan, bahkan ada yang tidak percaya adanya Covid-19.

Winda (30) dan Tommy, dua-duanya warga Jakarta, merupakan orang telah kehilangan ayah mereka setelah terpapar Covid-19. Mereka berharap, tidak ada lagi yang menyepelekan Covid-19, apalagi tidak mempercayainya. 

Baca juga: 50 Persen Pasien Covid-19 di Indonesia Punya Komorbid Hipertensi

"Mudah-mudahan enggak ada lagi deh orang-orang yang harus kehilangan bapak, ibu, anak, kakak, adik, dan saudara-saudara lain (karena Covid-19)," ujar Winda (30).

Kesulitan cari rumah sakit

Winda kehilangan ayahnya karena Covid-19 pada akhir Desember tahun lalu. Kesulitan mencari kamar di Instalasi Gawat Darurat (IGD) untuk Covid-19 untuk kedua orangtuanya dia rasakan, seperti yang dialami banyak para penderita Covid-19 saat ini.

"Awal Desember itu, pertama nyokap sakit kan. Itu gejalanya bukan gejala Covid-19, itu benar-benar kaya asam lambung tapi kok parah banget asam lambungnya," kata Winda.

Winda sudah berpindah-pindah rumah sakit untuk merawat inap ibunya. Sudah dua rumah sakit di Jakarta ia datangi tetapi kondisinya penuh.

"Nyokap pilihannya waiting list untuk masuk IGD. Yang pada saat itu ada pasien sudah tiga hari waiting list belum diapa-apain," tambah Winda.

Karena ibunya positif Covid-19, Winda memutuskan agar ayahnya menjalani swab test. Ayahnya kemudian dinyatakan Covid-19.

"Nyokap sudah kritis. Pas masuk sana langsung ke ICU. Bokap itu cuma OTG (Orang Tanpa Gejala)," kata Winda.

Ayah Winda dirawat di ruang rawat isolasi, sementara ibunya di ruang Intensive Care Unit (ICU).

Kondisi kesehatan ibunya berangsur-angsur membaik. Namun, tak demikian dengan ayahnya.

"Kalau bokap terbalik, di hari ke delapan, bokap di rumah sakit, dikabarin kondisi makin drop. saturasi turun, harus masuk ICU cuma disayangkan ICU penuh," kata Winda.

Penuhnya ruang ICU mengharuskan ayahnya untuk menunggu. Di hari kesepuluh, ayahnya masuk High Care Unit (HCU) sambil menyiapkan kamar ICU.

"Ternyata memang sudah umur juga, pas masuk waiting list itu gue dikabarin, segala sesuatu itu lewat telpon dan lewat tenda khusus. Di situ, bokap meninggal," ujar Winda.

Dari pengalamannya, Winda menegaskan, Covid-19 tak bisa disepelekan. Winda meminta warga untuk menjaga diri dan keluarga dengan menerapkan protokol kesehatan. Dia menegaskan, untuk mengatasi pandemi Covid-19, perlu kerja sama dari berbagai pihak.

"Kita harus sama-sama stop Covid-19 bareng-bareng. Vaksinasi. Jadi jangan pernah ragu untuk vaksinasi, selama punya kesempatan buat vaksin, segeralah vaksin. Jadi bisa sama-sama menjaga diri dan orang-orang di sekitar kita," ujar Winda.

Baca juga: Pemerintah Diminta Buat Terobosan Telemedicine Gratis untuk Pasien Covid-19

Pengalaman serupa juga dialami Tommy. Di bulan Januari, ayahnya mengalami meriang. Badannya sakit dan lemas. Saat itu, ayahnya menjalani swab test kali pertama dan dinyatakan negatif.

"Kedua kalinya baru positif. Dan dianjurkan di rumah aja, isolasi mandiri di rumah, nah sudah bagus tuh perkembangannya sudah lumayan, batuk-batuknya juga udah sembuhlah pokoknya dirawat tiga hari itu," ujar Tommy, Jumat.

Tommy harus menggunakan Alat Pelindung Dasar (APD) untuk bisa bertemu dengan ayahnya. Hari demi hari sampai hari keempat, kondisi ayahnya memburuk.

"Nah setelah lewat dari empat harilah, hari keempat itu sesak, sesaknya gak ketolongan, ya sudah mau enggak mau kami bawa ke rumah sakit," ujar Tommy.

Setibanya di rumah sakit, ayahnya sudah tak sesak lantaran bantuan oksigen. Namun, di hari ketiga dirawat di ruang ICU, saturasi oksigennya menurun drastis sehingga dipasang ventilator.

"Ya kita semua sambil berdoa deh harap- harap cemas dan paginya sekitar itu dikabarin sekitar jam 02.00 WIB, jam 21.00 WIB, bapak udah enggak ada," kata Tommy.

Rasa sedih menyelimuti Tommy. Ia bilang, ayahnya masih berumur 60 tahun dan relatif sehat.

"Ya harapannya mudah-mudahan udahlah stop gitu (abai protokol kesehatan). Kan kita juga enggak maulah kehilangan orang-orang yang kita sayangi dengan cepat gitu kan. Masa dalam waktu seminggu sudah hilang (meninggal)," kata Tommy.

Misleading dari pemerintah

Winda menilai adanya misleading dari pemerintah terkait penanganan Covid-19. Pemerintah di awal pandemi Covid-19 menganggap remeh Covid-19.

"Waktu itu bilang, Covid-19 enggak terlalu bahaya bahkan sempet dijadiin guyonan, Covid-19 enggak akan masuk Indonesia. Awalnya gue mikir sesepele itu, tapi pas ke belakangnya, ternyata ini enggak seringan itu, enggak sepele itu," kata Winda.

Winda menyatakan, dia awalnya agak skeptis dengan Covid-19 tetapi tetap berupaya mengamankan dirinya dan keluarga agar tak tertular.

"Gue sebisa mungkin mengamankan gue dan keluarga. Di berita bilang makin parah, gue gak berusaha mendengarkan itu supaya lebih tenang aja," ujar Winda.

Baginya, pemerintah pusat dan daerah tak tegas dalam membuat aturan. Peraturan terkait penanganan Covid-19 dinilai bertolak belakang antara satu aturan dengan aturan lainnya.

"Misalnya waktu itu ada aturan pas Lebaran, gengak boleh ke makam tapi mal buka. Enggak boleh mudik Lebaran tapi dibatesin waktunya. Jadi orang enggak mudik di tanggal segitu, tapi mudik di tanggal sebelumnya. Kebijakannya setengah-setengah. Warganya juga sudah bosan sudah terlalu jengah dengan pandemi tapi ya... mereka jadi kaya enggak peduli lagi," tambah Winda.

Kebijakan pemerintah yang dinilai setengah-setengah itu dinilai berdampak kepada lonjakan kasus Covid-19 saat ini.

"Tapi mudah-mudahan harapan gue ini semua jadi pelajaran buat semua warga Jakarta dan Indonesia, bahwa Covid-19 di Indonesia masih ada. Dan enggak bisa disepelein juga. jaga diri sendiri dan keluarga. Mudah-mudahan gak adalagi deh orang-orang yang harus kehilangan bapak, ibu, anak, kaka adik, dan saudara-saudara lain," kata Winda.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Lepas Rindu 'My Day', DAY6 Bawakan 10 Lagu di Saranghaeyo Indonesia 2024

Lepas Rindu "My Day", DAY6 Bawakan 10 Lagu di Saranghaeyo Indonesia 2024

Megapolitan
Jelang Pilkada 2024, 8 Nama Daftar Jadi Calon Wali Kota Bogor Melalui PKB

Jelang Pilkada 2024, 8 Nama Daftar Jadi Calon Wali Kota Bogor Melalui PKB

Megapolitan
Satpol PP Minta Pihak Keluarga Jemput dan Rawat Ibu Pengemis Viral Usai Dirawat di RSJ

Satpol PP Minta Pihak Keluarga Jemput dan Rawat Ibu Pengemis Viral Usai Dirawat di RSJ

Megapolitan
Mulai Hari Ini, KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Cagub Independen

Mulai Hari Ini, KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Cagub Independen

Megapolitan
Kala Senioritas dan Arogansi Hilangkan Nyawa Taruna STIP...

Kala Senioritas dan Arogansi Hilangkan Nyawa Taruna STIP...

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Megapolitan
Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com