Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Tengah Keterbatasan, Satu Per Satu Warga Miskin Jakarta Meninggal Saat Isolasi Mandiri

Kompas.com - 15/07/2021, 05:30 WIB
Ivany Atina Arbi

Penulis

Sumber Kompas.id

JAKARTA, KOMPAS.com - Bukannya mereda, kasus Covid-19 di Indonesia semakin memburuk beberapa waktu belakangan.

Pada Rabu (14/7/2021), Indonesia kembali mencatatkan rekor penambahan kasus harian, yakni di angka 54.517. Penambahan terbanyak ada di Ibu Kota Jakarta dengan 12.667 kasus.

Kondisi ini tentu merugikan bagi banyak pihak, terutama warga miskin Ibu Kota yang serba kekurangan.

Hidup dalam ketidakberdayaan

Koordinator Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK) Eny Rochayati mengatakan, masyarakat yang tinggal di kampung-kampung Jakarta, salah satunya di Jakarta Utara, kini hidup dalam ketidakberdayaan.

Baca juga: Potret Nyata Covid-19 Tak Terkendali di Jakarta: RS Kolaps, Antrean Pasien Terus Bertambah

Warga bertahan tanpa nafkah hingga ada yang meninggal sesak napas tanpa teridentifikasi secara medis penyebab kematian tersebut.

”Kejadian kematiannya tinggi sekali. Setiap hari, ada kematian, paling tidak itu dua orang. Gejalanya sama, sesak napas,” kata Eny, dilansir dari Kompas.id.

Mereka yang meninggal itu ada yang hanya bertahan di rumah hingga mengembuskan napas terakhir. Sebagian warga meninggal setelah ditolak rumah sakit karena kapasitas ruang perawatan penuh.

Salah satunya dialami kerabat Eny yang selama 10 hari menderita sakit kepala, lambung, dan sesak napas.

Baca juga: Tiba-tiba Drop Saat Isoman, Pasien Covid-19 asal Depok Wafat di Ambulans Usai Ditolak RS

Kerabatnya yang juga bagian dari pengurus JRMK itu mencari rumah sakit di berbagai tempat. Ia sempat diterima di salah satu rumah sakit di wilayah Penjaringan dan ditempatkan di tenda darurat.

Hanya saja, ia tidak mendapat banyak pelayanan kesehatan sehingga dibawa pulang ke rumah oleh keluarganya. Dalam perjalanan pulang itu, kerabat Eny meninggal, tepatnya pada 7 Juli 2021.

Satu per satu warga meninggal saat isolasi mandiri

Menurut Eny, warga yang menderita sakit sebagian memutuskan bertahan di rumah tanpa mengakses layanan kesehatan karena ada ketakutan tersendiri apabila menjalani tes usap.

Bagi warga, jika sakit dan dipastikan positif Covid-19, itu berarti mereka harus menjalani perawatan di rumah sakit dan tak bisa bertemu keluarga.

”Ada ketakutan, kalau ketika mereka berobat di rumah sakit, lalu swab dan misalnya dinyatakan positif karena kondisinya parah, berarti harus dirawat di rumah sakit. Itu menjadi ketakutan mereka karena mereka menganggap itu hari terakhir mereka melihat keluarganya,” kata Eny.

Baca juga: RS di Jabodetabek Penuh, Anggota DPR hingga Bupati Bekasi Meninggal Setelah Tak Dapat Ruang ICU

Sebagian warga memutuskan bertahan di rumah tanpa menjalani tes usap. Sayangnya, sebagian dari mereka yang bertahan di rumah itu lalu tak tertolong dan meninggal.

Di wilayah RW 019, Kelurahan Tugu Utara, Koja, Jakarta Utara, saat ini ada 48 keluarga yang sedang menjalani isolasi mandiri di rumah setelah dinyatakan Covid-19.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

4 Tersangka Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior Terancam 15 Tahun Penjara

4 Tersangka Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior Terancam 15 Tahun Penjara

Megapolitan
Pemerataan Air Bersih di Jakarta, Mungkinkah?

Pemerataan Air Bersih di Jakarta, Mungkinkah?

Megapolitan
Begini Peran 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Begini Peran 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Megapolitan
Bertambah 3, Kini Ada 4 Tersangka Kasus Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas

Bertambah 3, Kini Ada 4 Tersangka Kasus Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas

Megapolitan
Polisi Tak Ingin Gegabah dalam Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Polisi Tak Ingin Gegabah dalam Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Megapolitan
Polisi Bantah Senior Penganiaya Taruna STIP hingga Tewas adalah Anak Pejabat

Polisi Bantah Senior Penganiaya Taruna STIP hingga Tewas adalah Anak Pejabat

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta 9 Mei 2024 dan Besok: Tengah Malam ini Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta 9 Mei 2024 dan Besok: Tengah Malam ini Cerah Berawan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Cerita Eks Taruna STIP soal Lika-liku Perpeloncoan oleh Senior | Junior di STIP Disebut Wajib Panggil Senior dengan Sebutan “Nior”

[POPULER JABODETABEK] Cerita Eks Taruna STIP soal Lika-liku Perpeloncoan oleh Senior | Junior di STIP Disebut Wajib Panggil Senior dengan Sebutan “Nior”

Megapolitan
Rute Transjakarta 10A Rusun Marunda-Tanjung Priok

Rute Transjakarta 10A Rusun Marunda-Tanjung Priok

Megapolitan
Rute KA Cikuray, Tarif dan Jadwalnya 2024

Rute KA Cikuray, Tarif dan Jadwalnya 2024

Megapolitan
Bantah Pernyataan Ketua STIP soal Tak Ada Lagi Perpeloncoan, Alumni: Masih Ada, tapi pada Enggak Berani Berkoar

Bantah Pernyataan Ketua STIP soal Tak Ada Lagi Perpeloncoan, Alumni: Masih Ada, tapi pada Enggak Berani Berkoar

Megapolitan
Remaja Tusuk Seorang Ibu di Bogor Hingga Pisau Patah

Remaja Tusuk Seorang Ibu di Bogor Hingga Pisau Patah

Megapolitan
Jukir Liar Minimarket Ikhlas “Digusur” Asal Pemerintah Beri Pekerjaan Baru

Jukir Liar Minimarket Ikhlas “Digusur” Asal Pemerintah Beri Pekerjaan Baru

Megapolitan
Warga Bekasi Tewas Tertabrak Kereta di Kemayoran karena Terobos Palang Pelintasan

Warga Bekasi Tewas Tertabrak Kereta di Kemayoran karena Terobos Palang Pelintasan

Megapolitan
Manjakan Lansia, Asrama Haji Embarkasi Jakarta-Bekasi Tak Lagi Pakai Tempat Tidur Tingkat

Manjakan Lansia, Asrama Haji Embarkasi Jakarta-Bekasi Tak Lagi Pakai Tempat Tidur Tingkat

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com