JAKARTA, KOMPAS.com - Peluang warga untuk selamat dari paparan Covid-19 saat ini dinilai semakin tipis. Penilaian ini merujuk pada rendahnya tes, lacak, dan isolasi, yang menjadi syarat pengendalian wabah di samping pentingnya protokol kesehatan warga.
"Situasi penularan sekarang ini semakin dalam di komunitas, semakin meluas di masyarakat. Misalnya, belakangan banyak sekali korban ibu hamil, padahal seharusnya mereka adalah kelompok-kelompok yang paling terlindungi," ujar co-inisiator koalisi warga Lapor Covid-19, Ahmad Arif, kepada Kompas.com pada Kamis (22/7/2021).
"Risiko setiap orang untuk tertular menjadi sangat tinggi sekali, sehingga mungkin hampir-hampir kita bisa dibilang susah untuk tidak tertular," lanjutnya.
Baca juga: PPKM Level 4 Jakarta: Mal Tetap Ditutup, Pasar Tradisional Boleh Buka
Di India, ketika negeri Anak Benua itu menghadapi lonjakan drastis wabah Covid-19 seperti yang dialami Indonesia saat ini, pemerintah bukan hanya membatasi mobilitas penduduk melainkan juga menggencarkan tes, lacak, dan isolasi.
Di Indonesia, tes dan lacak belum bertambah signifikan sesuai harapan selama PPKM Darurat. Padahal, di awal PPKM Darurat, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menargetkan 400.000 orang dites PCR/TCM/antigen sehari.
Sejauh ini, rektor tertinggi tes Indonesia baru 188.551 pada 17 Juli 2021 lalu, alias jauh dari target. Dan saat ini, tren tes terus menurun.
Jumlah tes Indonesia saat ini pun masih didominasi tes dari DKI Jakarta yang SUDAH 20 kali lipat standar minimun WHO.
Baca juga: Bansos Tunai Rp 600.000 untuk Warga Tangsel Mulai Disalurkan, Total Penerima 93.000 Keluarga
Per kemarin, misalnya, DKI Jakarta mendominasi 36 persen tes PCR nasional dan 11 persen tes antigen nasional. Padahal, jumlah penduduk Ibukota hanya sekitar 3-4 persen penduduk Indonesia.
Itu baru segi tes. Dari segi pelacakan kontak, kemampuan Indonesia juga dinilai jauh dari ideal, baik dari segi jumlah maupun kecepatan kontak untuk dapat terlacak dan kemudian diisolasi.
"Kami juga melihat di lapangan bahwa tracing (pelacakan) tidak jalan. Tracing minimal kan 1 (orang positif) banding 30 (kontak dilacak). Kalau dia (warga positif Covid-19) tidak ditemukan, kan dia tetap menularkan ke sekitar," kata Arif.
"Itulah yang teman-teman pada bilang, kalau begini caranya, maka penularannya akan terus berlanjut sampai terjadi tadi: semua orang yang belum tertular akan tertular," lanjutnya.
Kondisi ini dikhawatirkan berdampak pada keadaan "survival of the fittest". Peluang warga bertahan hidup dari pandemi Covid-19 tergantung sejauh mana kekuatan masing-masing, baik kekuatan fisik maupun kekuatan sosial-ekonomi.
"Dampak pandemi, merujuk studi berbagai negara, bisa lebih keras pada masyarakat yang secara sosial ekonomi lebih marginal," kata Arif.
"Itu yang bahaya. Piramida korbannya akan mengikuti struktur. Yang paling miskin atau rentan secara sosial-ekonomi dan secara fisik akan paling tinggi korbannya," pungkasnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.