Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 22/07/2021, 13:14 WIB
Vitorio Mantalean,
Jessi Carina

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peluang warga untuk selamat dari paparan Covid-19 saat ini dinilai semakin tipis. Penilaian ini merujuk pada rendahnya tes, lacak, dan isolasi, yang menjadi syarat pengendalian wabah di samping pentingnya protokol kesehatan warga.

"Situasi penularan sekarang ini semakin dalam di komunitas, semakin meluas di masyarakat. Misalnya, belakangan banyak sekali korban ibu hamil, padahal seharusnya mereka adalah kelompok-kelompok yang paling terlindungi," ujar co-inisiator koalisi warga Lapor Covid-19, Ahmad Arif, kepada Kompas.com pada Kamis (22/7/2021).

"Risiko setiap orang untuk tertular menjadi sangat tinggi sekali, sehingga mungkin hampir-hampir kita bisa dibilang susah untuk tidak tertular," lanjutnya.

Baca juga: PPKM Level 4 Jakarta: Mal Tetap Ditutup, Pasar Tradisional Boleh Buka

Di India, ketika negeri Anak Benua itu menghadapi lonjakan drastis wabah Covid-19 seperti yang dialami Indonesia saat ini, pemerintah bukan hanya membatasi mobilitas penduduk melainkan juga menggencarkan tes, lacak, dan isolasi.

Di Indonesia, tes dan lacak belum bertambah signifikan sesuai harapan selama PPKM Darurat. Padahal, di awal PPKM Darurat, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menargetkan 400.000 orang dites PCR/TCM/antigen sehari.

Sejauh ini, rektor tertinggi tes Indonesia baru 188.551 pada 17 Juli 2021 lalu, alias jauh dari target. Dan saat ini, tren tes terus menurun.

Jumlah tes Indonesia saat ini pun masih didominasi tes dari DKI Jakarta yang SUDAH 20 kali lipat standar minimun WHO.

Baca juga: Bansos Tunai Rp 600.000 untuk Warga Tangsel Mulai Disalurkan, Total Penerima 93.000 Keluarga

Per kemarin, misalnya, DKI Jakarta mendominasi 36 persen tes PCR nasional dan 11 persen tes antigen nasional. Padahal, jumlah penduduk Ibukota hanya sekitar 3-4 persen penduduk Indonesia.

Itu baru segi tes. Dari segi pelacakan kontak, kemampuan Indonesia juga dinilai jauh dari ideal, baik dari segi jumlah maupun kecepatan kontak untuk dapat terlacak dan kemudian diisolasi.

"Kami juga melihat di lapangan bahwa tracing (pelacakan) tidak jalan. Tracing minimal kan 1 (orang positif) banding 30 (kontak dilacak). Kalau dia (warga positif Covid-19) tidak ditemukan, kan dia tetap menularkan ke sekitar," kata Arif.

"Itulah yang teman-teman pada bilang, kalau begini caranya, maka penularannya akan terus berlanjut sampai terjadi tadi: semua orang yang belum tertular akan tertular," lanjutnya.

Kondisi ini dikhawatirkan berdampak pada keadaan "survival of the fittest". Peluang warga bertahan hidup dari pandemi Covid-19 tergantung sejauh mana kekuatan masing-masing, baik kekuatan fisik maupun kekuatan sosial-ekonomi.

"Dampak pandemi, merujuk studi berbagai negara, bisa lebih keras pada masyarakat yang secara sosial ekonomi lebih marginal," kata Arif.

"Itu yang bahaya. Piramida korbannya akan mengikuti struktur. Yang paling miskin atau rentan secara sosial-ekonomi dan secara fisik akan paling tinggi korbannya," pungkasnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Heru Budi Bakal Kembangkan Kepulauan Seribu Jadi 'Food Estate' Jakarta

Heru Budi Bakal Kembangkan Kepulauan Seribu Jadi "Food Estate" Jakarta

Megapolitan
Ada Demo, Arus Lalu Lintas di Depan Gedung DPR/MPR Dialihkan

Ada Demo, Arus Lalu Lintas di Depan Gedung DPR/MPR Dialihkan

Megapolitan
Barista Kedai Kopi di Jaksel Luka-luka Usai Diserang Orang Tak Dikenal

Barista Kedai Kopi di Jaksel Luka-luka Usai Diserang Orang Tak Dikenal

Megapolitan
Ada Demo di Depan DPR, Polisi Tutup Jalan Gatot Subroto Arah ke Slipi

Ada Demo di Depan DPR, Polisi Tutup Jalan Gatot Subroto Arah ke Slipi

Megapolitan
Di Usia Senja, Marbut di Pondok Labu Ini Tak Punya Kartu Lansia dan BPJS

Di Usia Senja, Marbut di Pondok Labu Ini Tak Punya Kartu Lansia dan BPJS

Megapolitan
Megahnya Masjid As Sofia Bogor yang Disebut Miniatur Masjid Nabawi

Megahnya Masjid As Sofia Bogor yang Disebut Miniatur Masjid Nabawi

Megapolitan
Jadwal Buka Puasa di Kota Bogor Hari Ini, 19 Maret 2024

Jadwal Buka Puasa di Kota Bogor Hari Ini, 19 Maret 2024

Megapolitan
Soal Gaji Marbut Masjid, Tamin: Alhamdulillah, yang Penting Bersyukur

Soal Gaji Marbut Masjid, Tamin: Alhamdulillah, yang Penting Bersyukur

Megapolitan
KPU DKI Buka Pendaftaran Cagub Independen Mulai 5 Mei 2024, Syaratnya KTP Warga Pendukung

KPU DKI Buka Pendaftaran Cagub Independen Mulai 5 Mei 2024, Syaratnya KTP Warga Pendukung

Megapolitan
15 Remaja di Depok Gagal Tawuran, Langsung Dibawa ke Kantor Polisi

15 Remaja di Depok Gagal Tawuran, Langsung Dibawa ke Kantor Polisi

Megapolitan
Jadwal Buka Puasa di DKI Jakarta Hari Ini, 19 Maret 2024

Jadwal Buka Puasa di DKI Jakarta Hari Ini, 19 Maret 2024

Megapolitan
Jadwal Buka Puasa di Depok Hari Ini, 19 Maret 2024

Jadwal Buka Puasa di Depok Hari Ini, 19 Maret 2024

Megapolitan
Ponsel Jemaah Sering Ketinggalan, Marbut Masjid Al Jabr: Kalau Saya yang Temukan, Pasti Aman

Ponsel Jemaah Sering Ketinggalan, Marbut Masjid Al Jabr: Kalau Saya yang Temukan, Pasti Aman

Megapolitan
Polisi Tangkap Pasutri di Tangerang yang Tawarkan Prostitusi Anak secara 'Online'

Polisi Tangkap Pasutri di Tangerang yang Tawarkan Prostitusi Anak secara "Online"

Megapolitan
F-Golkar DKI Usul KJP Dialihkan untuk Sekolah Gratis dan Pertahankan KJMU

F-Golkar DKI Usul KJP Dialihkan untuk Sekolah Gratis dan Pertahankan KJMU

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com