Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Penyintas Covid-19 Harus Banyak Keluar Uang untuk Cek Kesehatan Setelah Negatif Covid-19

Kompas.com - 03/08/2021, 08:20 WIB
Vitorio Mantalean,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sehat itu mahal. Sakit lebih mahal lagi. Sejumlah penyintas Covid-19 tahu betul makna dua kalimat tersebut.

Nugroho Yudho (60) salah satunya. Cerita berawal ketika Nugroho menjemput istri yang baru selesai ikut hajatan doa bersama beberapa pekan lalu.

Setibanya di tempat berlangsungnya acara, Nugroho menyempatkan turun guna menyapa sejumlah rekan.

Keesokan hari, beredar kabar bahwa ada empat orang di acara itu yang positif Covid-19. Nugroho dan keluarga lalu mengisolasi diri.

Baca juga: Saya Sudah Negatif Covid-19, Saat Rontgen, Paru-paru Telah Dipenuhi Kabut dan Bercak

"Tapi berapa hari kemudian, yang gejala malah aku. Kepalaku pusing banget, menggigil, aku langsung periksa," kata Nugroho ketika berbincang dengan Kompas.com.

Ia sempat menyangka dirinya tertular demam berdarah dengue (DBD). Namun, belakangan, hasil swab PCR menyatakan dirinya positif Covid-19. Istrinya negatif.

Nugroho menjalani isolasi mandiri di rumahnya di bilangan Cibubur. Program telemedicine yang ia ikuti rupanya hanya menyediakan resep obat. Ia perlu membawa resep itu dan menebusnya ke apotek Kimia Farma.

Selama isolasi mandiri, ia merasa tubuhnya menggigil seperti terserang demam, padahal angka di termometer menunjukkan bahwa suhu tubuhnya hanya 35 derajat Celsius. Sakit kepalanya hebat. Ia mencurigai tertular varian lain virus SARS-CoV-2.

"Saya tidak kehilangan rasa dan penciuman, tapi rasa yang saya rasakan hanya asin dan pahit. Itu sebabnya nafsu makan saya hancur dalam proses dua minggu. Berat saya turun delapan kilogram," ungkap Nugroho.

Karena gejala itu, nafsu makannya ambruk. Di sisi lain, ia tak bisa dan tak berani tidur. Sebab, tiga menit sekali ia harus menghirup oksigen dari tabung.

Saturasi oksigennya sering turun hingga 94, membuatnya kerap merasa terengah-engah.

Hari keempat belas isolasi mandiri, ia tes dan dinyatakan negatif Covid-19. Bobotnya tubuhnya sudah anjlok karena jarang makan dan tidur.

Pengentalan darah dan pneumonia

Karena keadaan badannya sempat drop, Nugroho berinisiatif periksa ke laboratorium untuk cek hematologi lengkap, ditambah pemeriksaan d-dimer (uji pengentalan darah), serta paru-parunya dengan melakukan rontgen thorax.

Dari informasi yang ia temukan selama isolasi mandiri, sejumlah pasien maupun penyintas Covid-19 mengalami pengentalan darah dan pneumonia.

Baca juga: Vaksin Akan Jadi Syarat Aktivitas di Jakarta, Bagaimana Penyintas Covid-19 dan Orang Berpenyakit Tertentu?

"Hasil cek laboratorium, saya dapatkan d-dimer saya tinggi. Normalnya orang 500, saya 2.100," ungkapnya.

"Saya baru tahu paru-paru saya buruk. Yang kanan, atas, tengah, bawah, semuanya kabut. Yang kiri, seluruhnya bercak," ujar Nugroho.

"Saya kena pneumonia. Kena infeksi viral di seluruh paru," lanjutnya.

Keadaan itu tidak terdeteksi sebelumnya karena ia menjalani isolasi mandiri, bukan dirawat di rumah sakit di mana kesehatannya terpantau dokter dan sewaktu-waktu dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium.

Covid-19 memang sudah berlalu. Singkat kata, Nugroho sudah dinyatakan "sembuh" dari Covid-19. Namun, dengan pengentalan darah dan pneumonia yang ia derita kini, tubuhnya jauh dari kata pulih.

Keadaan itu ironis sebab Nugroho, walaupun sudah masuk usia lanjut, merupakan orang yang selama ini segar-bugar. Ia aktif bersepeda.

Ia pun mengaku, sejak 2016, ia tak pernah berobat ke dokter atau rumah sakit lantaran memang senantiasa dalam kondisi sehat.

"Paru-paru adalah bagian dari tubuh yang regenerasi selnya paling lambat. Kerusakan di tempat dia pulihnya selalu lama dibanding kerusakan di daerah lain. Jadi walaupun sudah tidak infeksi, dia belum bisa pulih."

Biaya membengkak

Untuk menyembuhkan paru-parunya dari pneumonia, ia bukan hanya mesti mengonsumsi obat, melainkan juga harus melakukan terapi dan kegiatan fisik.

Tapi, dengan darah yang mengental, aktivitas fisik justru dapat menimbulkan risiko serangan jantung dan stroke.

Karena itulah indikator d-dimer harus dipantau terus. Darahnya tak boleh lama dibiarkan mengental.

Nugroho jadi sering pergi ke dokter untuk berkonsultasi dan pergi ke laboratorium untuk memeriksakan tubuhnya secara berkala.

Sayangnya, untuk setiap lawatan itu, tentu harus ada biaya yang disisihkan. Dan biaya itu tidak kecil.

"Memang konsekuensinya itu di biaya. Biaya Covid-19 saya untuk obat-obatan semua itu mungkin habis Rp 1,2 – 1,3 juta, tapi biaya laboratorium..." kata Nugroho.

"Periksa d-dimer saja sekali periksa Rp 800.000-an. Saya sudah 3 kali periksa. Cek darah lengkap termasuk serologi itu habis sekitar 1,5 juta sekali periksa," ujar dia.

Hasil tes laboratorium kemudian dikonsultasikan dengan dokter spesialis. Ongkosnya bisa Rp 400.000-500.000.

Itu pun belum menghitung harga obat yang mesti ditebus -obat antistroke dan obat pengencer darah, misalnya.

"Saya bilang terus terang, 'dok, kalau bisa obatnya generik semua'. Untung, dia bisa memenuhi, kecuali dia tidak punya," ujar Nugroho.

"Jadi, totalnya sekali periksa itu bisa hingga Rp 2 juta. Sedikitnya saya sudah tiga kali periksa," lanjutnya.

Sudah begitu, lantaran statusnya sebagai lansia, Nugroho juga perlu mempercepat pemulihan dirinya dengan suplemen. Barang ini juga tidak murah.

"Di pasar itu ada yang Rp 200.000, ada yang jutaan. Beberapa saya dapat dikirim teman. Begitu saya cek ternyata yang harganya Rp 1,5 juta ini. Saya kebetulan saja banyak dapat bantuan walaupun posisi isolasi mandiri," ujar dia.

Ikhtiar kembali pulih

"Kalau ngomong stamina, saya orang yang fit. Begitu kena Covid-19, tumbang," sebut Nugroho.

"Memang kombinasi. Bukan hanya harus fit, tapi umur jangan tua. Kalau orang tua mau fit kayak apa, pasti dibikin hancur (oleh Covid-19). Umur menentukan," ujarnya.

Nugroho enggan meratap. Ia mengonsumsi semua asupan yang diperlukan untuk mengencerkan darah, semisal nanas dan kacang almon, juga mengonsumsi obat antistroke.

Sedikit berhasil. Indikator d-dimer dalam pemeriksaan kali kedua sudah turun ke 1.400. Namun, angka itu masih jauh dari 500.

Butuh waktu lama agar kekentalan darah itu bisa kembali normal, sementara paru-paru Nugroho butuh segera diterapi. Dokter kemudian memberikannya obat pengencer darah.

"Obat pengencer darah biasanya efektif. Tapi obat ini juga bahaya. Kalau penggumpalannya tidak tinggi, malah bisa pendarahan. Tersayat sedikit darah bisa keluar tidak habis-habisnya," ungkapnya.

Nugroho tak mau hanya mengandalkan obat pengencer darah. Sebagai orang yang selama ini doyan olahraga, ia juga melatih tubuhnya dengan berjalan kaki selama 4-5 jam, dengan jarak 10 kilometer lebih.

"Saya belum berani bersepeda lagi. Saya sering enggak bisa kontrol. Jalan kaki itu detak jantungnya paling 120-130. Kalau sepeda, saat kita terbawa, bisa 165," tambahnya.

Ikhtiar itu membawanya segera sembuh. Berdasarkan pemeriksaan teranyar yang hasilnya terbit kemarin, indikator d-dimer dari tes darah Nugroho sudah kembali ke kisaran 400.

Walau demikian, Nugroho merasa dirinya cukup terlambat memeriksakan darah dan paru-parunya. Ia menyarankan supaya para penderita Covid-19 segera memeriksakannya secepat mungkin.

"Sebaiknya orang yang memilih untuk berobat mandiri, isolasi mandiri, sebaiknya begitu dinyatakan positif, langsung memeriksakan darahnya, cek hematologi lengkap, lalu sebaiknya juga cek d-dimer, thorax, dan komorbidnya. Punya riwayat gula, periksakan gulanya. Sebaiknya orang melakukan itu semua di awal Covid-19," kata dia.

Sebelumnya, Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Zubairi Djoerban juga menyebutkan bahwa pasien Covid-19 kemungkinan memiliki pneumoni di paru-parunya.

"Ternyata cukup lumayan (banyak) orang yang OTG atau gejala ringan itu kalau dirontgen ditemukan ada pneumoni. Harusnya OTG dan gejala ringan yang rontgennya ada pneumoni itu dirawat inap," ujar Zubairi kepada Kompas.com.

"Kalau RS penuh ya harusnya dirawat di Wisma Atlet. Kalau semuanya penuh ya minta berobat di IGD Covid-19, minta obatnya, kemudian diobati di rumah namun dimonitor dengan IGD rumah sakit tersebut," ungkapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Terbentur Aturan, Wacana Duet Anies-Ahok pada Pilkada DKI 2024 Sirna

Terbentur Aturan, Wacana Duet Anies-Ahok pada Pilkada DKI 2024 Sirna

Megapolitan
Pria Diduga ODGJ Lempar Batu ke Kepala Ibu-ibu, Korban Jatuh Tersungkur

Pria Diduga ODGJ Lempar Batu ke Kepala Ibu-ibu, Korban Jatuh Tersungkur

Megapolitan
Epy Kusnandar dan Yogi Gamblez Positif Narkoba

Epy Kusnandar dan Yogi Gamblez Positif Narkoba

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Sabtu dan Besok: Tengah Malam Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Sabtu dan Besok: Tengah Malam Berawan

Megapolitan
Pencuri Motor yang Dihakimi Warga Pasar Minggu Ternyata Residivis, Pernah Dipenjara 3,5 Tahun

Pencuri Motor yang Dihakimi Warga Pasar Minggu Ternyata Residivis, Pernah Dipenjara 3,5 Tahun

Megapolitan
Aksinya Tepergok, Pencuri Motor Babak Belur Diamuk Warga di Pasar Minggu

Aksinya Tepergok, Pencuri Motor Babak Belur Diamuk Warga di Pasar Minggu

Megapolitan
Polisi Temukan Ganja dalam Penangkapan Epy Kusnandar dan Yogi Gamblez

Polisi Temukan Ganja dalam Penangkapan Epy Kusnandar dan Yogi Gamblez

Megapolitan
Bukan Hanya Epy Kusnandar, Polisi Juga Tangkap Yogi Gamblez Terkait Kasus Narkoba

Bukan Hanya Epy Kusnandar, Polisi Juga Tangkap Yogi Gamblez Terkait Kasus Narkoba

Megapolitan
Diduga Salahgunakan Narkoba, Epy Kusnandar dan Yogi Gamblez Ditangkap di Lokasi yang Sama

Diduga Salahgunakan Narkoba, Epy Kusnandar dan Yogi Gamblez Ditangkap di Lokasi yang Sama

Megapolitan
Anies-Ahok Disebut Sangat Mungkin Berpasangan di Pilkada DKI 2024

Anies-Ahok Disebut Sangat Mungkin Berpasangan di Pilkada DKI 2024

Megapolitan
Pria yang Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Cengkareng Ditetapkan Tersangka

Pria yang Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Cengkareng Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Disuruh Beli Rokok tapi Tidak Pulang-pulang, Ternyata AF Diamuk Warga

Disuruh Beli Rokok tapi Tidak Pulang-pulang, Ternyata AF Diamuk Warga

Megapolitan
Korban Pelecehan Payudara di Jaksel Trauma, Takut Saat Orang Asing Mendekat

Korban Pelecehan Payudara di Jaksel Trauma, Takut Saat Orang Asing Mendekat

Megapolitan
Dilecehkan Pria di Jakbar, 5 Bocah Laki-laki Tak Berani Lapor Orangtua

Dilecehkan Pria di Jakbar, 5 Bocah Laki-laki Tak Berani Lapor Orangtua

Megapolitan
Rute Transjakarta 12C Waduk Pluit-Penjaringan

Rute Transjakarta 12C Waduk Pluit-Penjaringan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com