JAKARTA, KOMPAS.com - Aktivis Papua menyesalkan tindakan kepolisian yang langsung membubarkan aksi mereka di Kedutaan Besar Amerika Serikat pada Kamis (30/9/2021) siang tadi.
Salah satu peserta aksi, Ambrosius Mulait, menilai bahwa polisi telah bertindak diskriminatif dan rasis terhadap warga Papua.
Ia membandingkan aksi unjuk rasa yang dilakukan kelompoknya dengan aksi unjuk rasa tiga hari sebelumnya di gedung KPK, Jakarta.
Baca juga: Polisi Tangkap 17 Aktivis Papua yang Akan Demo di Depan Kedubes AS
"Kami mempertanyakan kenapa polisi membiarkan aksi demo di depan KPK, tapi begitu rakyat Papua yang demo langsung ditangkap dan dibubarkan," kata Mulait saat dihubungi Kompas.com, Kamis (30/9/2021).
"Ini kan sama saja polisi itu telah bertindak rasis dan diskriminatif terhadap kami warga Papua," kata Ambrosius.
Dalam aksi unjuk rasa siang tadi, Ambrosius menyebut bahwa massa aksi yang berjumlah 17 orang langsung diangkut paksa begitu tiba di depan Kedubes AS.
Ambrosius juga menyebut polisi melakukan tindakan represif saat mengamankan peserta unjuk rasa dengan penyemprotan gas air mata hingga terjadi bentrok fisik.
Baca juga: Demo Aktivis Papua Ricuh, Polisi Sebut Massa Melawan dan Melukai Petugas
"Ada sekitar enam orang peserta aksi yang terluka akibat bentrok dan kena pukul," katanya.
Ambrosius pun menilai alasan polisi membubarkan aksi unjuk rasa itu untuk mencegah penyebaran Covid-19 tidak beralasan. Sebab, seluruh peserta aksi awalnya patuh mengenakan masker dan menjaga jarak. Jumlah peserta aksi juga jauh lebih kecil dibandingkan saat aksi di KPK tiga hari sebelumnya.
"Menegakkan prokes itu hanya akal-akalan saja," katanya.
Ia pun meminta Presiden Jokowi untuk mengevaluasi kepolisian. Ia menyebut peristiwa diskriminatif dan rasis dari kepolisian terhadap warga Papua ini sudah terjadi berulang kali.
Dikonfirmasi terpisah, Kapolres Jakarta Pusat Kombes Hengki Hariyadi membenarkan ada 17 aktivis Papua yang diamankan. Hengki menyebut, petugas kepolisian tak membolehkan aksi unjuk rasa itu karena saat ini Jakarta masih berstatus pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 3 untuk mencegah Covid-19.
"Jadi intinya pada saat PPKM level 3 ini bahwa segala kegiatan yang berpotensi menimbulkan kerumunan itu dilarang, dalam hal ini penyampaian pendapat di muka umum ini dilaksanakan mereka tanpa izin. Kemudian tanpa rekomendasi dari pihak pengamanan," kata Hengki.
Adapun aksi unjuk rasa yang digelar para aktivis Papua ini bertujuan untuk menyampaikan enam tuntutan, yakni:
1. Aksi dalam rangka memperingati Roma Agreement yang ke-59.