DEPOK, KOMPAS.com -Tersangka kasus penganiayaan terhadap anak kandungnya sendiri, R (45) sempat mengancam warga sekitar dengan senjata tajam berupa sebilah celurit.
Tindakan pengancaman tersebut terjadi saat pihak RT dan tetangga datang ke rumah pelaku untuk meminta klarifikasi atas dugaan penganiayaan kepada anak kandungnya.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Depok, AKBP Yogen Heroes Baruno, mengungkapkan, pengancaman dengan celurit itu terungkap saat polisi menangkap R.
Polisi menemukan sebilah celurit di rumah tersangka.
"Celurit itu digunakan pada saat si ibu melakukan laporan kepada tetangga dan RT, lalu tetangga dan RT datang ke rumah melakukan klarifikasi, tersangka ini acungkan celurit," kata Yogen kepada wartawan.
Baca juga: Ayah Aniaya Anaknya hingga Babak Belur, Polisi: Pelaku Sering Mabuk-mabukan
R sempat menantang pihak RT dan tetangganya berbekal celurit. Ia pun tak takut berhadapan dengan pihak RT dan tetangganya yang datang.
"Ayo siapa kalau yang berani maju kata pelaku,"ujar Yogen menirukan omongan tersangka.
Yogen menambahkan, pihaknya masih berfokus terhadap kasus penganiayaan anak. Untuk pengancaman dengan senjata tajam tak masuk dalam kasus penganiayaan anak.
"Itu berkas terpisah nanti kalau mau sangkakan pengancaman dan UU Darurat. Saat ini fokus pada penganiayaan anak. Dalam kasus yang dipersangkakan (penganiayaan anak), celurit tidak kita gunakan," kata Yogen.
Sebelumnya, R ditangkap pada Sabtu sore lalu atas kasus penganiayaan yang dilakukannya kepada anak kandungnya, KL.
Baca juga: Polisi Tangkap Ayah yang Aniaya Anaknya hingga Babak Belur
KL terakhir kali dianiaya hingga babak belur di bagian wajah dan tubuh. R pun tega membenturkan kepala anaknya ke tembok.
Yogen mengatakan, penganiayaan kerap terjadi saat R dalam kondisi mabuk.
Penganiayaan juga bermula dari hal yang relatif sepele.
"Jadi memang awalnya ayah korban ini sering mabuk-mabukan. Pada saat itu sepulang dari mabuk, lihat anak bermain, meminta anaknya untuk pulang. Namun si anak tetap bermain sehingga ayahnya emosi dan memukuli,” ujar Yogen.
R yang emosi kemudian menghajar KL hingga babak belur dengan tangan kosong. Ia mengalami sejumlah luka di wajah dan badan.
"Setiap bapaknya pulang mabuk, emosi. Bapaknya melakukan pukulan-pukulan. Tapi yang terakhir sampai benturkan ke kepalanya tembok beberapa kali,” kata Yogen.
Akibat penganiayaan oleh ayahnya, KL menderita sejumlah luka. Ada luka yang tampak dari luar maupun dalam.
“Beberapa luka yang terlihat jelas itu kedua mata, pelipis ya. Kanan kiri. Luka memar lebam. Dada perut. Anak mengalami pusing dan mual pada malam,” ujar Yogen.
Yogen mengungkapkan, R pernah menganiaya kakak kandung KL (9) yang kini telah almarhum.
R sendiri memiliki dua anak dari hasil pernikahannya dengan HE. R merupakan suami kedua HE.
"Si pelaku ini adalah suami yang kedua si ibunya korban. Memang Ibu korban juga sudah mengakui bahwa suaminya ini melakukan penganiayaan kepada anak pertamanya yang telah meninggal dunia tiga tahun lalu,” ujar Yogen.
Yogen menyebutkan, R sempat beberapa kali menganiaya anak pertama. Yogen memastikan anak pertama tersebut meninggal dunia bukan akibat penganiayaan.
"Namun anaknya meninggal karena sakit kanker. Sempat si ibu mengaku suaminya itu sempat melakukan penganiayaan terhadap anak pertamanya," kata Yogen.
Atas perbuatannya, RH dijerat pasal 44 Ayat 1 Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dengan ancaman hukuman penjara 10 tahun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.