TANGERANG, KOMPAS.com - Letih. Satu kata untuk menggambarkan raut wajah Wong, warga Gembor, Periuk, Kota Tangerang.
Pria berusia 56 tahun itu tampak sibuk memperbaiki sisi luar kontrakannya yang terletak di Garden City Blok H5, Gembor.
Persis di sisi kanan kontrakannya, terbentang poster bertuliskan 'RUMAH DIJUAL'.
"RUMAH DIJUAL. Tanpa perantara. Type: 36/72. PLN: 2.200 Watt. Air: Satelit," tulis poster di kontrakan miliknya.
Dia bercerita, kontrakan seluas 72 meter persegi itu dibeli dari pengembang pada tahun 2016 dengan harga Rp 375 juta.
Baca juga: 3 Wilayah Rawan Banjir di Kota Tangerang: Ciledug, Karang Tengah, dan Periuk
Saat itu, Wong berharap bangunan tersebut dapat disewakan untuk menambah penghasilan keluarganya. Sayang, kenyataan berkata lain.
Lokasi kontrakan sekaligus perumahan di sana menjadi langganan banjir hingga setinggi dua meter.
"Banjir tiap tahun kan. Setahun bisa 2-3 kali kebanjiran. Di sini sudah lima tahun, ya bisa dihitung sendiri aja berapa kali kebanjiran. Memang di sini tempat buangan air," urai Wong saat ditemui, Rabu (17/11/2021).
Karena permukiman itu sering dilanda banjir, orang-orang yang menyewa atau menempati kontrakan milik Wong tak pernah awet.
Selama lima tahun terakhir, sebanyak lima keluarga yang sudah menempati rumah berwarna krem tersebut.
Banjir jadi alasan mereka tidak melanjutkan sewa rumah.
"Di sini kan enggak ditinggalin. Dikontrakin, tapi ganti-ganti (yang menyewa). Setahun sekali ganti (orang yang menyewa)," ungkap dia.
Baca juga: Saat Banjir Terjadi di Periuk, BPBD Juga Akan Evakuasi Barang Berharga Milik Korban
Ketinggian banjir yang masuk ke rumahnya tak tanggung-tanggung, yakni hingga dua meter.
Karena banjir itu, barang-barang milik penyewa rumah kemudian rusak.
Bangunan rumah juga rusak. Cat dinding hingga tegel kontrakan turut terdampak.
Banjir juga membuat kontur tanah di kontrakannya ambles.
"Banjirnya dua meter. Ancur semua yang ada kalau banjir. Pada turun tanahnya, pada retak juga ubinnya, catnya, semennya kurang," ujar Wong.
Lelah kebanjiran, setelah lima tahun, dia akhirnya memutuskan untuk menjual kontrakannya.
"Mau menjual biar enggak pusing. Ya pusing lah, bayar ini itu, jual akhirnya," ungkapnya.
Di sisi lain, Wong khawatir kontrakannya tidak kunjung laku karena banjir tersebut. Namun, keputusan tersebut sudah bulat.
Dia juga tak mungkin menempati rumah itu karena alasan banjir tersebut.
"Susah ya. Ya takut enggak kejual," ujar dia.
Memiliki kontrakan di wilayah yang kerap dilanda banjir membuatnya harus mengeluarkan duit untuk perawatan.
Ia harus merogok kocek pascabanjir surut.
"Ya lumayan, kayak begini ini, kurang lebih Rp 50 juta selama ini. Tambal-tambal sulam setiap tahun," kata Wong.
Menurut dia, banjir di sana terjadi karena curah hujan yang tinggi.
Luapan dari Kali Ledug, kali yang melintas tepat berada di kediamannya, juga menjadi alasan munculnya banjir di sana.
Buruknya sistem drainase di permukiman itu juga menjadi ihwal munculnya banjir.
"Ini turap di kalinya (Kali Ledug) kan sudah dikerjain, kita lihat perkembangannya 1-2 bulan ini banjir apa enggak," ucap Wong.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.