Seperti dikutip dari apbd.jakarta.go.id mengenai RAPBD 2018, tertera anggota TGUPP berjumlah 60 orang, yang masing-masing mendapat honor Rp 24.930.000 saban bulannya. Besaran honor tersebut diberikan selama 13 bulan kerja.
Sedangkan untuk ketua tim, yang berjumlah 14 orang, masing-masing mendapat honor Rp 27.900.000. Biaya tersebut belum termasuk untuk membeli kertas, operasional kendaraan dinas, hingga pengadaan mesin presensi.
Selain untuk gaji, ada pula belanja barang dan jasa berupa alat tulis kantor, Anies menggelontorkan dana sebesar Rp 25 juta.
Kemudian, belanja ban kendaraan dinas operasional sebesar Rp 7,9 juta. Lalu belanja aki kendaraan dinas operasional sebesar Rp 2,6 juta.
Kemudian, belanja bahan bakar kendaraan dinas operasional sebesar Rp 51,3 juta. Belanja jasa servis kendaraan dinas sebesar Rp 6,6 juta. Pajak kendaraan bermotor sebesar Rp 3,8 juta. Untuk sewa mesin fotokopi sebanyak Rp 109 juta.
Selain itu, Anies juga mempersiapkan dana untuk narasumber sebanyak 2 orang untuk 15 bulan di 5 bidang kerja sehingga total menjadi Rp 120 juta.
Selain itu, ada pula narasumber profesional sebanyak 2 orang selama 4 kali di 5 bidang kerja sehingga total belanja sebesar Rp 56 juta.
Lalu, belanja makanan dan minuman rapat sebesar Rp 1.970.800.000, kemudian belanja modal mesin absensi sebesar Rp 15.244.280. Sehingga total biaya yang harus disiapkan untuk TGUPP sebesar Rp 28.572.315.630,- (Liputan6.com, 23 November 2017).
Namun dalam realisasinya karena terjadinya “keberatan” dan “perlawanan” dari DPRD DKI serta mendapat protes dari beragam kalangan, anggaran TGUPP dalam APBD 2017, yakni Rp 1,69 miliar kemudian berubah menjadi Rp 1 miliar dalam APBD-P 2017.
Untuk 2018, APBD menganggarkan Rp 19,8 miliar tetapi mendapat revisi menjadi Rp 16,2 miliar di APBD-P 2018.
Anggaran di 2019 tetap dianggarkan Rp 19,8 miliar dan di APBD-P 2019 turun “sedikit” menjadi Rp 18,99 miliar.
Untuk 2020, anggaran TGUPP yang dimasukkan dalam kegiatan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dengan nama kegiatan “Penyelenggaraan Tugas Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan atau TGUPP (Kompas.com, 03/10/2019).
Perlu tidaknya keberadaan TGUPP memang diserahkan kepada kepala daerah yang bersangkutan.
Ada kalanya seorang pejabat baru, tidak membutuhkan bahkan tidak memercayai keberadaan bahkan sumbang saran sekalipun dari TGUPP. Ada anggapan, “orang” rezim lama harus “dihabisi” karena tidak bisa menyesuaikan dengan visi-misi kepala daerah yang baru.
Eksistensi TGUPP sebetulnya diperlukan ketika beban kerja kepala daerah perlu mendapat “supporting” dari team yang dipercayai bisa mengawal dengan baik. Belum lagi untuk kompleksitas persoalan seperti Ibu Kota yang sedemikian peliknya.