Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menggali Makna Kebinekaan di Balik Bangunan Gereja Kristen Indonesia Kwitang

Kompas.com - 26/12/2022, 06:00 WIB
Ivany Atina Arbi

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Gereja Kristen Indonesia (GKI) di Jalan Kwitang Nomor 28, Jakarta Pusat, telah berdiri sejak tahun 1876.

Selama itu pulalah gereja ini berfungsi sebagai perawat kebinekaan dari bermacam suku dan imigran yang menjadi umat gereja.

Catatan yang dihimpun Kompas menyebutkan, sekitar 100 tahun setelah pemberontakan Tionghoa, 1740, terjadi kawin silang terbanyak di lingkungan suku Jawa, Sunda, Bali, Bugis, Ambon, Melayu, imigran India Gujarat, Arab, Tionghoa, Portugis, dan Belanda di Batavia.

Sebagian besar dari mereka kemudian memeluk agama Islam dan sebagian lainnya memeluk Kristen, Buddha, dan Khonghucu.

Sebagian dari yang memeluk agama Kristen Protestan beribadah di Gereja Kwitang ini.

Salah satu cermin kebinekaan di GKI Kwitang ini, antara lain, muncul lewat musik liturgi gereja tersebut. Tak heran jika di dalam gereja tampak seperangkat kolintang.

Baca juga: Misa Natal 2022, Jemaat Penuhi Gereja Katedral Jakarta

Musik liturgi daerah biasanya tampil di masa adven (masa puasa). Alat-alat musik liturgi di GKI Kwitang bermacam-macam, mulai dari gamelan, angklung, godang Tapanuli, dan sampai alat musik keroncong.

"Kami biasanya menyewa alat-alat musiknya,” papar Pendeta Agus Mulyono.

Pelayanan semula terbatas

Awal penginjilan di lingkungan gereja ini, menurut buku Menjadi Mitra Allah (GKI Kwitang, Jakarta 2004), dilakukan Zendeling E Haan pada 19 Desember 1873 sebagai bagian dari pengutusan Christelijk Gereformeerde Kerk.

”Mulanya, pelayanan terbatas di lingkungan orang-orang berkebangsaan Belanda di Batavia. Lambat laun berkembang berbhineka,” kata Pendeta Agus.

Bangunan gereja pertama kali masih berupa rumah berdinding bambu. Rumah ini dibangun dari dana sumbangan Nyonya R Rijks, Nona Hafland, dan Nyonya Blanket. Gereja bambu ini berlokasi di belakang gedung gereja permanen saat ini.

Baca juga: 8 Gereja Unik di Indonesia, Ada yang Mirip Kuil dan Pura 

Ibadah pertama gereja ini dilakukan pada 5 November 1876, diikuti 50 orang. Tahun 1886 gedung gereja permanen, seperti ditulis Adolf Heuken SJ dalam bukunya, Gereja-gereja Tua di Jakarta (Cipta Loka Caraka, Jakarta, 2003), dibangun oleh Pendeta Huysing.

Ia membeli sebidang tanah di pinggir Jalan Kwitang dari seorang perempuan Tionghoa seharga 11.500 gulden pada 1886. Tahun 1924, bagian depan gedung gereja dirombak.

Tahun 1951, saat orang Belanda sudah diusir dari Jakarta, Pendeta Liem Tjauw Liep masih memimpin umat dengan berbahasa Belanda. Tahun 1961, kelompok umat berbahasa Belanda ini bergabung kembali dengan umat yang berbahasa Indonesia.

Modernisasi

Saat Kompas mengunjungi kembali bangunan gereja, hampir seluruh perabot dan interior bangunan telah diperbarui.

Lampu-lampu yang menggantung di bawah plafon awalnya adalah lampu-lampu bohlam berkaca putih susu. Kini telah diganti dengan lampu-lampu berbentuk limasan. ”Lampu-lampu ini diganti 2-3 tahun lalu,” ujar Agus.

Baca juga: Antusiasme Jemaah Beribadah Natal di Gereja Immanuel Jakarta Usai 2 Tahun Vakum karena Pandemi

Dua layar gulung multimedia terpasang di kiri-kanan altar di tambah dua layar televisi.

”Tujuannya, antara lain, untuk menayangkan bagian kitab Perjanjian Baru dan Perjanjian Lama saat dibacakan, atau menayangkan syair dan notasi lagu gereja yang akan dan sedang dibawakan umat,” tuturnya.

Adapun sisi interior yang masih orisinil di antaranya kaca-kaca patri jendela, pintu dan jendela kayu berkisi-kisi, plafon melengkung lonjoran kayu yang disusun berjejer, serta brankas besi penyimpan barang-barang berharga di ruang konsistori (ruang pendeta mempersiapkan diri sebelum memimpin ibadah).

Berbeda dengan kondisi interiornya, eksterior gereja tersebut masih relatif orisinal sejak bagian muka gedung diubah tahun 1924.

Enam bangunan kisi sirkulasi udara yang dibuat seolah muncul dari atas atap tak dibongkar meski tampaknya sudah tidak berfungsi lagi sejak AC dipasang di gereja.

Baca juga: Perjuangan Jemaah Tunanetra Ibadah di Gereja Katedral, Bergandengan Bertiga Naik Transjakarta

Samping kiri-kanan dan bagian belakang gereja yang sebelumnya masih berupa tanah kosong kini dipenuhi bangunan berlantai tiga yang dibangun pada 1983.

”Bangunan tambahan ini dimanfaatkan untuk mengadakan bermacam kegiatan, seperti sekolah minggu, dan latihan bermacam keterampilan,” ujar Agus.

(Penulis: Windoro Adi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bungkamnya Epy Kusnandar Setelah Ditangkap Polisi karena Narkoba

Bungkamnya Epy Kusnandar Setelah Ditangkap Polisi karena Narkoba

Megapolitan
Polisi Cari Tahu Alasan Epy Kusnandar Konsumsi Narkoba

Polisi Cari Tahu Alasan Epy Kusnandar Konsumsi Narkoba

Megapolitan
Epy Kusnandar Terlihat Linglung Usai Tes Kesehatan, Polisi: Sudah dalam Kondisi Sehat

Epy Kusnandar Terlihat Linglung Usai Tes Kesehatan, Polisi: Sudah dalam Kondisi Sehat

Megapolitan
Usai Tes Kesehatan, Epy Kusnandar Bungkam Saat Dicecar Pertanyaan Awak Media

Usai Tes Kesehatan, Epy Kusnandar Bungkam Saat Dicecar Pertanyaan Awak Media

Megapolitan
Polisi Selidiki Penemuan Mayat Pria Terbungkus Kain di Tangsel

Polisi Selidiki Penemuan Mayat Pria Terbungkus Kain di Tangsel

Megapolitan
Polisi Tes Kesehatan Epy Kusnandar Usai Ditangkap Terkait Kasus Narkoba

Polisi Tes Kesehatan Epy Kusnandar Usai Ditangkap Terkait Kasus Narkoba

Megapolitan
Tersangkut Kasus Narkoba, Epy Kusnandar dan Yogi Gamblez Ditangkap Dalam Kondisi Sadar

Tersangkut Kasus Narkoba, Epy Kusnandar dan Yogi Gamblez Ditangkap Dalam Kondisi Sadar

Megapolitan
Mayat yang Ditemukan Dalam Sarung di Pamulang Berjenis Kelamin Pria dan Berusia Sekitar 40 Tahun

Mayat yang Ditemukan Dalam Sarung di Pamulang Berjenis Kelamin Pria dan Berusia Sekitar 40 Tahun

Megapolitan
Polisi Otopsi Mayat Pria Terbungkus Kain yang Ditemukan di Tangsel

Polisi Otopsi Mayat Pria Terbungkus Kain yang Ditemukan di Tangsel

Megapolitan
Polisi Temukan Luka di Leher dan Tangan pada Jasad Pria Dalam Sarung di Pamulang

Polisi Temukan Luka di Leher dan Tangan pada Jasad Pria Dalam Sarung di Pamulang

Megapolitan
Angkot di Ciracas Tabrak Motor dan Mobil akibat 'Ngebut'

Angkot di Ciracas Tabrak Motor dan Mobil akibat "Ngebut"

Megapolitan
 Mayat Terbungkus Kain Ditemukan di Pamulang, Tangsel

Mayat Terbungkus Kain Ditemukan di Pamulang, Tangsel

Megapolitan
Polresta Bogor Tangkap 6 Pelaku Tawuran, Dua Orang Positif Narkoba

Polresta Bogor Tangkap 6 Pelaku Tawuran, Dua Orang Positif Narkoba

Megapolitan
Dilempar Batu oleh Pria Diduga ODGJ, Korban Dapat 10 Jahitan di Kepala

Dilempar Batu oleh Pria Diduga ODGJ, Korban Dapat 10 Jahitan di Kepala

Megapolitan
Terbentur Aturan, Wacana Duet Anies-Ahok pada Pilkada DKI 2024 Sirna

Terbentur Aturan, Wacana Duet Anies-Ahok pada Pilkada DKI 2024 Sirna

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com