JAKARTA, KOMPAS.com - Jajaran buku bekas obral yang hanya dibanderol sebesar Rp 10.000 menyambut pengunjung Toko Buku Restu, Kwitang, Jakarta Pusat.
Menurut sang pedagang, sistem obral tersebut bertujuan untuk mempertahankan esensi ‘kaki lima’ bagi pembeli.
Pedagang itu bernama Subhil Khair Tobing (53), yang lebih akrab dipanggil Bill.
Pria asal Sibolga, Sumatera Utara, ini adalah salah satu dari lima pedagang buku yang mengontrak toko kecil di seberang lampu merah Pasar Senen tersebut.
Baca juga: Yuk Intip Buku Bekas di Kwitang, Mulai dari Novel hingga Edukasi
Perjalanan Bill berawal pada 1991, ketika dia merantau dari Riau dan memutuskan untuk ke Jakarta. Bill menjadi pedagang buku kaki lima karena membantu seorang teman.
“Ya, setelah mendapatkan modal sedikit, akhirnya memutuskan untuk membuka sendiri. Sekitar tahun 1993-1994-lah,” ceritanya saat dihampiri Kompas.com, Rabu (1/2/2023).
Namun, berjualan tanpa toko di Ibu Kota punya tantangan tersendiri. Lapaknya kerap kali digusur oleh Satpol PP.
“Waktu 2005 (jualan) di tikungan sempat digusur, 2008 penggusuran berdua di belakang. Akhirnya memutuskan untuk kontrak (toko) di belakang itu waktu 2011,” tuturnya.
Baca juga: Pedagang Pasar Buku Kwitang Sulit Dapat Lahan Sejak 2008
Saat pandemi Covid-19 berlangsung, Bill terpaksa menutup dagangan bukunya karena lapaknya makin sepi dan tak bisa menutup biaya sewa toko.
Ia pun beralih profesi menjadi seorang kuli panggul.
“Profesi darurat,” katanya dengan ramah.
“Mulai tahun 2020 itu saya off. Balik lagi Desember 2022 kemarin, kebetulan ditawarin karena di sini ada (tempat) kosong,” sambungnya.
Baca juga: Toko Restu Tak Pernah Lepas dari Sejarah dan Tradisi Pedagang Buku Kaki Lima di Kwitang
Meski jarak kediamannya dan toko buku ini relatif jauh, Bill tidak patah semangat untuk menjalankan kesehariannya. Dari Bekasi, Bill memanfaatkan KRL sebagai alat transportasinya.
Baginya, meski belum bisa hidup mapan, Bill bersyukur karena masih memiliki pekerjaan.
“Bangun pagi, enggak bingung mau ngapain. Saya percaya rezeki Allah yang atur,” kata penyuka novel John Grisham ini.