TANGERANG, KOMPAS.com - Field Trip menjadi kegiatan menarik bagi anak-anak di mana mereka bisa bermain sekaligus belajar dengan mendatangi destinasi yang telah ditentukan.
Namun, ada kisah anak berusia 4 tahun (K) yang terpaksa tidak bisa mengikuti field trip karena tidak diizinkan oleh guru-guru sekolahnya.
Alasannya, K terlambat datang meski hanya lima menit. Padahal, keberangkatan pun tertunda selama 30 menit dari jadwal semula.
Ibu K, N, sudah melayangkan protes ke sekolah putrinya. Tetapi, hanya permintaan maaf yang didapat. Sang anak tetap tidak dibolehkan ikut.
Baca juga: Sedihnya Bocah 4 Tahun Dilarang Guru Ikut Field Trip karena Telat 5 Menit
Kisah itu disoroti oleh Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait, yang menyebut bahwa sekolah itu telah melakukan tindakan kekerasan terhadap anak.
Telat karena kondisi cuaca
N menyebut, K sudah mengidam-idamkan field trip itu dari beberapa hari sebelumnya. Kegiatan ini menjadi yang kali pertama baginya.
Field trip sudah direncanakan pihak sekolah sejak jauh-jauh hari dengan tujuan Scientia Square Park di daerah Gading Serpong.
"Pengumumannya itu sudah dari sekitar sebulan lalu. Setiap minggu, sekolah juga reminder soal peraturannya. Salah satunya, anak-anak harus sudah sampai di sekolah pukul 07.00 WIB. Ada toleransi 15 menit," ujar N kepada Kompas.com, Jumat (3/3/2023).
K sangat antusias menyambut field trip itu. Sejak beberapa hari sebelumnya, ia sudah mempersiapkan diri membeli sejumlah peralatan kegiatan luar ruangan, jas hujan salah satunya.
Bahkan di malam sebelum hari keberangkatan, K memilih tidur dengan mengenakan seragam field trip-nya.
"Saking dia enggak mau ketinggalan acara ini. Malam itu, K sampai bilang, 'besok aku mau naik bus sama teman-teman di sekolah'. Wah, sudah senang banget pokoknya dia," ujar K.
Baca juga: Anaknya Ditinggal Field Trip di Depan Mata, Sang Ibu: Sekolah Tak Paham Perasaan dan Mental Anak
Namun tak disangka, pada hari keberangkatan, hujan turun sangat deras pada Kamis (2/3/2023) dini hari.
Namun, N sudah mengantisipasi agar sang anak tidak sampai terlambat ke sekolah. K lantas diantar neneknya ke sekolah karena ibunya harus berangkat ke kantor.
Sebagai informasi, N tinggal di Karang Tengah, sedangkan sekolahnya berada di Green Lake. Jarak tempuh dari rumah ke sekolah sekitar 5 kilometer dan membutuhkan waktu sekitar 15 menit dalam situasi normal.
"Sambil perjalanan ke kantor, aku selalu cek. K ini berangkat jam 06.10 WIB. Tapi karena hujan dan ada sungai banjir, mertuaku itu sampai ke sekolah jam 07.20 WIB. Artinya lewat lima menit dari ketentuan," ujar N.
Mertua N yang mengantar K menyampaikan permohonan maaf kepada guru karena keterlambatan di luar kontrol itu.
Sayangnya, guru tak mau memahami alasan itu. Para guru bersikukuh tak memperbolehkan K ikut di dalam field trip atas alasan menaati peraturan.
Bus juga terlambat berangkat
N mengatakan, hal yang menyedihkan baginya adalah pada saat K tiba di sekolah, teman-teman sekolahnya seluruhnya masih berada di dalam kelas.
Bus yang akan ditumpangi rombongan masih berada di depan sekolah dan belum ada tanda-tanda keberangkatan.
Bahkan, pihak sekolah memundurkan waktu keberangkatan yang semula pukul 07.30 WIB menjadi sekitar pukul 08.00 WIB.
Baca juga: Anaknya Ditinggal Field Trip di Depan Mata, Sang Ibu: Sekolah Tak Paham Perasaan dan Mental Anak
Walaupun waktu keberangkatan sudah dimundurkan atas alasan cuaca ekstrem, tapi guru tetap tidak memperbolehkan K ikut.
"Aku punya video parent lain memvideokan anak-anaknya naik ke bus. Sementara, K di luar kelas berdiri saja enggak bisa naik bus cuma bisa melihat teman-temannya saja. Benar-benar ngenes banget," ujar N.
K hanya bisa menangis melihat teman-temannya naik ke dalam bus.
N mengatakan, dirinya sempat melayangkan protes terhadap sekolah anaknya.
Tetapi, pihak sekolah hanya bisa memahami apa yang dirasakan N sebagai orangtua.
"Buat aku, mereka enggak memahami sih. Mereka enggak memahami perasaan anak, psikologi anak, mental anak. Kalau sekolah militer, it's okey lah, tapi ini playgroup. Apalagi tujuan field trip itu bagus untuk anak-anak. Ini aku sayangkan banget," ujar N.
Menangis dan merasa bersalah
Sebagaimana anak berusia 4 tahun, K cuma bisa menangis gagal berangkat untuk bermain bersama teman-temannya.
"Ya namanya anak kecil nangis dong. Dia ngamuk banget," ungkap N.
Selain bersedih, N mengatakan bahwa K juga jadi merasa bersalah karena tidak bisa mengikuti field trip akibat datang terlambat.
"Dia kadang masih suka merasa bersalah gitu. Dia bilang, 'iyaa, aku terlambat'. Dia ingat betul itu dia terlambat sehingga enggak boleh masuk," kata N.
N menjadi tak tega menceritakan keseruan kegiatan field trip yang diikuti oleh teman-teman K.
Kekerasan pada anak
Arist Merdeka Sirait selaku Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), menanggapi peristiwa itu. Menurut dia, ada satu hal yang dilupakan pihak sekolah dalam pendisiplinan anak.
Arist memahami bahwa pendisiplinan anak itu penting dilakukan sedini mungkin, tetapi harus dengan cara yang sesuai.
"Ya tentunya dalam perspektif anak ya, pendisiplinan penting sebagai proses untuk mendidik anak, tetapi harus fleksibel," ujar Arist kepada Kompas.com, Senin (6/3/2023).
Baca juga: Bocah 4 Tahun Dilarang Ikut Field Trip karena Telat, Komnas PA: Itu Kekerasan dan Tidak Mendidik
Arist mengatakan, sebuah kegiatan acara di luar sekolah harus mengedepankan waktu yang fleksibel karena ada sejumlah faktor yang bisa menjadi penghambat.
"Tidak bisa itu dipersalahkan karena cuaca, hambatan, tabrakan, itu kan mungkin bisa saja terjadi, jadi harus fleksibel di waktu," ujar Arist.
Terkait K yang sampai menangis dan merasa bersalah, Arist menilai adanya bentuk kekerasan di situ.
"Segala bentuk kegiatan yang mengakibatkan anak sakit hati, kemudian juga trauma, itu bentuk kekerasan. Jadi saya kira apa yang dilakukan pihak sekolah itu merupakan kekerasan," tambah Arist.
Arist sangat menyayangkan sikap pihak sekolah yang tidak mengizinkan K, apalagi dengan kenyataan keberangkatan juga tertunda.
"Berangkatnya kurang 30 menit lagi, anak itu sudah datang (tetap tidak boleh ikut), nah itu merupakan kekerasan, tidak mendidik," ujar Arist.
Kompas.com sudah mengonfirmasi peristiwa ini ke pihak sekolah K. Namun, pihak sekolah tidak bisa mengklarifikasi peristiwa itu secara langsung.
Pihak sekolah akan memberikan klarifikasi kepada Kompas.com dalam waktu dekat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.