JAKARTA, KOMPAS.com - Proses penegakan hukum yang tidak transparan dan bertele-tele dalam kasus kecelakaan yang melibatkan keluarga besar polri membuat publik geram.
Belum lama ini, publik dihebohkan dengan kasus kecelakaan maut yang melibatkan Maulana Malik Ibrahim (18).
Maulana adalah anak dari Kepala Biro Operasi Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat Komisaris Besar Abu Bakar.
Kecelakaan itu terjadi di sebuah perempatan lampu merah di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, 12 Maret 2023 lalu.
Mercedes-Benz yang dikemudikan Maulana menabrak sepeda motor yang dinaiki dua remaja bernama Syahlan Bayu Aji (13) dan Muhammad Syamil Akbar (19).
Akibat kecelakaan itu, Syamil meninggal dunia di lokasi, dan Syahlan masih dirawat sampai saat ini.
Menurut Kepala Satuan Lalu Lintas Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan Komisaris Bayu Marfiando, kecelakaan terjadi karena kedua korban menerobos lampu merah.
“(Sepeda motor) menerobos lampu merah. Itu hasil keterangan saksi,” ujar Bayu, Minggu (2/4/2023), dilansir dari Kompas.
Kuasa hukum korban, Andi Muttaqien mengatakan bahwa polisi tidak transparan dalam kasus ini. Menurut keluarga korban, polisi tidak membuka seluruh rekaman CCTV di sekitar lokasi.
"Penyelidikan yang dilakukan Satlantas Polres Metro Jakarta Selatan terhadap kasus kecelakaan yang melibatkan klien kami sangat tidak transparan dan akuntabel, sehingga terkesan ada hal yang ditutup-tutupi," ujar Andi, Minggu.
Andi juga mengungkapkan kejanggalan lain, yakni terkait surat kematian yang dikeluarkan rumah sakit.
“Sebab klien kami disebut (dalam surat itu) meninggal bukan karena kecelakaan, tetapi akibat penyakit tidak menular," ungkap Andi.
Andi mendorong Polda Metro Jaya untuk turun tangan dalam penyelidikan kasus ini.
Bak gayung bersambut, Polda Metro Jaya langsung turun tangan dengan memeriksa sejumlah saksi dan melakukan gelar perkara, Selasa (4/2/2023).
Kasus kecelakaan lainnya yang melibatkan seorang pensiunan polisi juga sempat menuai polemik.
Diberitakan bahwa mahasiswa Universitas Indonesia (UI) Muhammad Hasya Attalah Saputra (18) tewas usai terlibat kecelakaan dengan purnawirawan polisi Eko Setio Budi Wahono.
Penegakan hukum kasus itu berlarut-larut dan memakan waktu berbulan-bulan sejak terjadinya kecelakaan pada 6 Oktober 2022.
Hasya yang tewas dalam kecelakaan itu sempat ditetapkan sebagai tersangka oleh Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya. Hasya disebut tewas karena kelalaiannya sendiri.
Tekanan dari publik berujung permintaan maaf dari Polda Metro Jaya. Status tersangka Hasya dicabut dan para penyidik yang menangani kasus itu dinilai melanggar dan menjalani sidang etik.
Baca juga: Saat Perwira Tinggi TNI Turun Gunung Kawal Pengobatan Alternatif Ida Dayak di Depok...
Ketua Institut Studi Transportasi (Instran) Darmaningtyas mengatakan bahwa publik tidak akan gaduh jika polisi bekerja secara profesional.
“Selama polisi masih subyektif melihat siapa yang terlibat dalam kasus kecelakaan itu, tentu kasus seperti ini akan terulang. Jadi, kuncinya itu pada sikap obyektif dan profesional kepolisian,” ujarnya, Senin.
(Kompas: Stefanus Ato/ Kompas.com: Dzaky Nurcahyo)
Sebagian artikel ini telah tayang di Harian Kompas dengan judul “Kasus Kecelakaan yang Memantik Riak Publik”.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.