JAKARTA, KOMPAS.com - Eks Kapolres Bukittinggi AKBP Dody Prawiranegara mengaku kecewa lantaran tidak dihargai setelah membongkar kasus peredaran sabu yang dikendalikan Irjen Teddy Minahasa.
Hal tersebut disampaikan Dody dalam sidang pembacaan nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat pada Rabu (5/4/2023).
Pada kesempatan kali ini Dody menyatakan bahwa sejak awal ditetapkan sebagai tersangka dia telah mengungkapkan fakta dengan kooperatif, jujur dan terbuka di depan penyidik.
"Walaupun saya merasakan kejujuran saya dalam membuka kasus ini secara terang-benderang seolah tidak dihargai oleh beberapa pihak yang mana tidak menjadikan pertimbangan yang meringankan saya," ujar Dody.
Baca juga: Dalam Sidang, AKBP Dody Ungkap Merasa Dijebak dan Dikorbankan Teddy Minahasa
Kendati demikian, Dody tak menyebut sosok yang tak menghargai keterangannya selama diperiksa sebagai tersangka. Dody kemudian mengatakan, dirinya merasa tertekan hingga akhirnya menyanggupi perintah Teddy untuk menyisihkan barang bukti sabu.
Kepada majelis hakim, Dody mengakui terjerat peredaran narkoba karena tidak mampu mengatasi rasa takutnya kepada Teddy Minahasa, yang saat itu menjabat Kapolda Sumatera Barat.
"Perintah penyisihan tersebut sudah saya tolak dua kali kepada Kapolda. Namun, penolakan saya tersebut sama sekali tidak dihiraukan," jelas Dody.
Baca juga: Tukar Sabu Jadi Tawas, AKBP Dody: Perintah Atasan bagai Dua Mata Pedang
Dody menganggap dirinya sebagai sosok yang tidak berdaya menolak perintah Teddy Minahasa. Jenderal bintang dua itu memiliki pengaruh yang kuat di Polri dan unggul secara materi. Dody berpandangan, jika saat itu menolak perintah penyisihan sabu maka kariernya akan terancam.
"Hari demi hari saya dihantui oleh rasa ketakutan yang sangat luar biasa khawatir. Saya tidak kuasa lagi melakukan penolakan kepada seorang Kapolda yang pada akhirnya dengan sangat terpaksa saya melakukan perintah," papar Dody.
Dia menuturkan, tak memiliki niat untuk mengambil keuntungan dari hasil penjualan sabu. Sebab, Dody hanya mengikuti perintas sang jenderal.
Dengan suara bergetar, Dody menyatakan, karier selama 21 tahun di institusi kepolisian sirna karena perintah Teddy Minahasa.
Baca juga: AKBP Dody Menyesal, Karier Puluhan Tahun Sirna karena Perintah Teddy Minahasa
"Saya sangat menyesal kenapa saya harus menuruti perintah seorang Kapolda Teddy Minahasa yang tidak pernah sekalipun saya kecewakan, saat dia memerintahkan tugas-tugas dan arahan yang wajar," urainya.
Sebagai informasi, Teddy dan Dody saling lempar tuduhan dalam pusaran kasus narkoba yang menjerat keduanya.
Teddy menyatakan tidak terlibat dalam kasus peredaran narkoba, sedangkan Dody mengaku menyisihkan barang bukti sabu untuk dijual atas perintah Teddy.
Adapun pada Senin (27/3/2023) jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Dody dengan hukuman 20 tahun penjara dengan enam dan denda sebesar Rp 2 miliar. Sementara itu, Teddy dituntut hukuman mati pada Kamis (30/3/2023).
Baca juga: Bacakan Nota Pembelaan, AKBP Dody: Saya Begitu Rapuh, Tak Lagi Tangguh
Menurut jaksa dalam dakwaannya, Teddy terbukti bekerja sama dengan AKBP Dody Prawiranegara, Syamsul Maarif, dan Linda Pujiastuti (Anita) untuk menawarkan, membeli, menjual, dan menjadi perantara penyebaran narkotika.
Narkotika yang dijual itu merupakan hasil penyelundupan barang sitaan seberat lebih dari 5 kilogram.
Dalam persidangan terungkap bahwa Teddy meminta AKBP Dody mengambil sabu itu lalu menggantinya dengan tawas.
Awalnya, Dody sempat menolak. Namun, pada akhirnya Dody menyanggupi permintaan Teddy.
Dody kemudian memberikan sabu tersebut kepada Linda. Setelah itu, Linda menyerahkan sabu tersebut kepada Kasranto untuk kemudian dijual kepada bandar narkoba.
Total, ada 11 orang yang diduga terlibat dalam peredaran narkoba ini, termasuk Teddy Minahasa.
Sementara itu, 10 orang lainnya adalah Hendra, Aril Firmansyah, Aipda Achmad Darmawan, Mai Siska, Kompol Kasranto, Aiptu Janto Situmorang, Linda Pujiastuti, Syamsul Ma'arif, Muhamad Nasir, dan AKBP Dody Prawiranegara.
Teddy dan para terdakwa lainnya didakwa melanggar Pasal 114 Ayat 2 subsider Pasal 112 Ayat 2, juncto Pasal 132 Ayat 1, juncto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.