JAKARTA, KOMPAS.com - Firman (35) dan Ike (49), merupakan terapis pijat tunanetra yang siap memberikan layanan pijat refleksi gratis kepada para pemudik, di Terminal Pulogebang, Jakarta Timur.
Mereka berdua lulusan Panti Sosial Bina Netra (PSBN), Cawang, Jakarta Timur, yang telah mempelajari pijat untuk kesehatan selama menempuh pendidikan.
Keduanya ternyata bukan mengidap tunanetra sejak lahir. Firman dan Ike mulanya mengidap sakit mata yang berujung hilangnya penglihatan mereka.
Firman dan Ike membagikan kisahnya saat kali pertama belajar huruf braille di PSBN Cawang.
Baca juga: Kisah Firman dan Ike, Tunanetra yang Layani Pijat Gratis untuk Pemudik di Terminal Pulogebang
"Awal kami masuk panti, kami harus bisa belajar huruf braille. Itu kendalanya, tadinya kami bisa nulis ya, sekarang kami harus meraba," kata Ike saat ditemui Kompas.com di Terminal Pulogebang, Kamis (20/4/2023).
"Itu saya belajar baca tulis braille selama tiga bulan. Tadinya malah mau pulang, enggak sanggup susah," tambah Ike.
Ike memiliki kondisi mata low vision atau penglihatan yang kurang. Ia bisa melihat walaupun samar.
Saat belajar huruf braille, ia pun mengaku sempat berbuat curang.
"Saya kan masih bisa melihat sedikit ya, terus guru saya tahu. Dia bilang, 'Jangan pakai mata, diraba". Saya coba pelajari itu aja mata saya langsung kambuh, sakit banget," ujar Ike.
Baca juga: Serba-serbi Berangkat Mudik dari Terminal Pulogebang, Mayoritas dengan Destinasi Sumatera
Berbeda dengan Ike, penglihatan Firman sudah benar-benar hitam atau sudah tidak bisa melihat.
Firman juga menceritakan pengalaman susahnya mempelajari huruf braille saat itu.
"Pelajari huruf itu dua lembar, kepala sudah pusing," kata Firman.
Usai belajar baca dan tulis huruf braille, Firman dan Ike masuk ke kelas keterampilan massage. Ia pun harus membaca buku tentang anatomi, fisiologi, dan kesehatan.
"Nah itu ada pelajarannya (mengenai) anatomi, fisiologi, dan kesehatan," jelas Firman.
"Kan ada bukunya, jadi tujuan belajar huruf braille untuk baca buku itu, diraba dan dibaca," tambah Firman.
Baca juga: Pemudik Manfaatkan Fasilitas Penginapan di Terminal Pulogebang, Tarifnya Hanya Rp 15.000
Selain bisa baca tulis dengan huruf braille, Firman dan Ike juga harus mempunyai daya hafal yang kuat untuk mengikuti ujian praktik dan teori.
"Hafalannya juga harus kuat, ada ujian praktik dan teori juga. Soal itu aja pakai bahasa Yunani kami harus tahu," kata Firman.
"Jadi ibaratnya bahasa kedokteran atau anatomi kami sudah paham," papar Firman.
Ilmu kesehatan yang dipelajari oleh Firman dan Ike berbeda dari pelajaran yang mereka alami saat duduk di bangku sekolah.
"Saya IPS dulu, enggak mau biologi pusing. Sekarang ketemu," jelas Ike.
"Kalau saya malah tata boga jurusannya. Koki," kata Firman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.