JAKARTA, KOMPAS.com - Sardiman (54) merantau ke Jakarta dari kampung halamannya di Banjarnegara, Jawa Tengah, pada tahun 1980-an.
Pada saat itu, ia tergiur dengan orang-orang di kampung halamannya yang merantau ke Ibu Kota untuk mencari peruntungan.
Sejak merantau, berbagai macam pekerjaan sudah Sardiman lakukan sebelum akhirnya menjadi seorang porter atau kuli angkut di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur.
"Tahun 1992 jadi porter di Terminal Kampung Rambutan. Sempat berpindah-pindah tempat kerja. Sampai pada 2014, saya balik lagi ke Kampung Rambutan," ucap Sardiman di tempat kerjanya, Rabu (26/4/2023).
Mulanya Sardiman bekerja sebagai porter di Terminal Cililitan, Jakarta Timur, tetapi ia pindah ke Terminal Kampung Rambutan pada 1992.
Namun, pekerjaannya sebagai porter di sana tidaklah lama. Sardiman mencoba profesi lain di kawasan Pinang Ranti, Jakarta Timur.
Seiring berjalannya waktu, ada momen ketika Sardiman tidak bekerja selama setahun.
"Ada keponakan saya di Abepura, Papua. Saya dipanggil ke sana, katanya, 'Kamu mau enggak ke sini kerja?' Saya bilang mau karena udah setahun enggak kerja," ungkap dia.
Setelah melakukan berbagai persiapan, tiket menuju Abepura pun dibeli Sardiman.
Baca juga: Kerja Saat Lebaran, Porter di Terminal Kampung Rambutan Ini Tak Mudik karena Terkendala Biaya
Ia menghabiskan waktu selama tiga tahun di Abepura untuk berdagang es dawet.
"Peminatnya banyak sekali di sana. Lumayan kehidupan di sana. Nyari duit Rp 100.000-Rp 200.000 lebih mudah," ia berujar.
Sebenarnya Sardiman sudah kerasan bekerja selama bertahun-tahun di Papua.
Akan tetapi, karena kondisi kesehatannya yang kurang baik ia terpaksa kembali ke Ibu Kota.
Setibanya di Jakarta, Sardiman merasa kebingungan terkait jenis pekerjaan yang sekiranya bisa ia lakukan.
Baca juga: Cerita Porter di Kampung Rambutan Bantu Lansia hingga Disabilitas, Tak Patok Harga ke Pengguna Jasa
"Langsung saya ke Kampung Rambutan pada 2014. Kebetulan banyak kawan-kawan di sini. Jadi, saya gabung lagi jadi kuli panggul," tutur dia.
Pada saat itu, ia dibantu oleh sebuah koperasi untuk kembali menjadi seorang porter di Terminal Kampung Rambutan.
Dalam prosesnya, ia dibuatkan sebuah kartu tanda pengenal yang lengkap dengan nama lengkap dan foto dirinya.
"Langsung dibikinin kartu anggota porter. Itu harus karena porter yang enggak ada kartu anggota itu porter liar. Di sini bukan asal jadi kuli panggul," ucap Sardiman.
Kini, Sardiman sudah kembali menjadi porter. Pendapatannya berkisar Rp 50.000-Rp 80.000 per hari pada hari-hari biasa di luar momen libur nasional.
Baca juga: Lebaran Jadi Momen Paling Ditunggu Porter Terminal Kampung Rambutan, Raup Untung Rp 150.000 Per Hari
"Nominal terbesar, kalau peruntungan lagi bagus, bisa Rp 100.000-Rp 150.000 per hari. Ini biasanya kalau momen-momen khusus kayak Lebaran," ungkap Sardiman.
Pendapatan hariannya yang tidak menentu membuat Sardiman sulit mengukur kisaran pendapatan bulanan.
Meski begitu, ia tetap bersyukur karena sudah diberikan rezeki sekecil apa pun, dan ia masih diberi kesempatan untuk hidup pada usianya saat ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.