JAKARTA, KOMPAS.com - Profesi porter atau kuli angkut di terminal bus AKAP mengharuskan seseorang bertemu dengan berbagai jenis karakteristik manusia.
Mereka tidak boleh pandang bulu saat menawarkan jasa pengangkutan barang kepada semua penumpang yang hendak pergi atau baru tiba.
Pengalaman yang menyenangkan, menjengkelkan, hingga unik pun harus ditelan demi menafkahi keluarga.
Setidaknya, inilah yang dirasakan oleh Sardiman (54), salah satu porter di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur.
"Perilaku penumpang yang terkenang ada banyak, namanya manusia. Dilihat dari wajahnya bagus, tapi hati enggak, itu banyak," tutur dia di tempat kerjanya, Rabu (26/4/2023).
Baca juga: Kisah Jatuh Bangun Sardiman, Porter di Terminal Kampung Rambutan
Salah satu yang masih diingat dengan jelas adalah ketika seorang penumpang membentak Sardiman.
Pada saat itu, Sardiman hanya mengerjakan pekerjaannya sehari-hari di area kedatangan.
Ia menawarkan jasa kuli angkut kepada para penumpang yang baru tiba di Terminal Kampung Rambutan.
"Saya bilang, 'Pak, ingin dibantu?' Malah dijawabnya membentak, 'Enggak!'. Ada juga yang jawab, 'Enggak usah! Enggak usah!," ungkap Sardiman.
Meski dijawab dengan nada yang ketus, Sardiman tidak mengambil pusing dan melanjutkan pekerjaannya seperti biasa.
Sebab, ia memahami bahwa setiap penumpang memiliki karakter masing-masing.
Lebih lanjut, kata Sardiman, masih banyak penumpang yang berperilaku baik terhadapnya.
Baca juga: Kisah Sardiman, Porter di Terminal Kampung Rambutan yang Sempat Berjualan di Papua
Pada hari-hari biasa di luar momen libur nasional, pendapatannya berkisar Rp 50.000-Rp 80.000 per hari.
"Nominal terbesar, kalau peruntungan lagi bagus, bisa Rp 100.000-Rp 150.000 per hari. Ini biasanya kalau momen-momen khusus kayak Lebaran," ungkap Sardiman.
Namun, Sardiman pernah hanya dibayar Rp 5.000 oleh seorang lanjut usia (lansia).
Kisah ini bermula ketika ada seorang pria lansia yang membawa barang yang cukup banyak.
Ia kemudian meminta tolong ke Sardiman untuk membantu memanggul barang-barang bawaannya ke dalam bagasi bus.
"Ditanya, saya mau enggak bawain barang, tapi cuma dibayar Rp 5.000 karena dia cuma ada segitu. Saya jawab mau karena saya kerja sambil menolong," Sardiman berujar.
Baca juga: Cerita Porter di Kampung Rambutan Bantu Lansia hingga Disabilitas, Tak Patok Harga ke Pengguna Jasa
Nominal itu diakui memang lebih kecil daripada yang Sardiman kerap dapatkan dari penumpang lainnya.
Namun, ia berprinsip bahwa pekerjaannya tidak semata-mata untuk mencari uang, tetapi juga membantu orang lain.
Sardiman pernah menolak pemberian seorang penumpang tunanetra usai membantunya mengangkut barang.
Tunanetra itu sekaligus meminta tolong kepada Sardiman untuk menuntunnya ke tempat yang dituju.
Sebagai ucapan terima kasih, tunanetra itu hendak membayar jasa Sardiman, meski ditolak.
"Penumpang kalau perlu dibantu ya akan dibantu, kalau saya enggak ada tarif. Mereka mau kasih nominal besar ya alhamdulillah, kalau enggak ada uang, ya tetap dibantu," kata Sardiman.
"Hanya dibayar Rp 5.000 pun saya bantu. Bawa barang berat, tapi cuma ada Rp 10.000, ya saya mau bantu," sambung dia.
Baca juga: Lebaran Jadi Momen Paling Ditunggu Porter Terminal Kampung Rambutan, Raup Untung Rp 150.000 Per Hari
Sardiman menceritakan, pernah suatu ketika ia menerima imbalan dari seorang penumpang bukan berupa uang tunai.
Tentu saja, hal itu tidak lazim bagi Sardiman yang mencari rupiah dengan menjadi kuli angkut di terminal.
Sardiman menuturkan, ia pernah dibayar menggunakan barang oleh beberapa penumpang yang ia bantu.
"Pernah dibayar enggak pakai duit, tapi pakai barang. Pakai rokok," ungkap dia.
Tak jelas betul kapan momen itu terjadi, Sardiman ingat waktu itu ada seorang penumpang yang meminta bantuan kepada Sardiman untuk membawakan barang bawaannya.
Setelah dibantu, penumpang itu hendak membayar Sardiman lantaran sudah memanfaatkan jasanya.
Tak membayar dengan uang, penumpang itu justru memberinya rokok.
"Dia bilang enggak punya uang, saya ditawari rokok. Saya enggak ngerokok, tapi saya terima aja, enggak apa-apa," ucap Sardiman.
Baca juga: Kerja Saat Lebaran, Porter di Terminal Kampung Rambutan Ini Tak Mudik karena Terkendala Biaya
Barang lainnya yang pernah Sardiman terima sebagai pengganti uang adalah beras.
Ia tidak menghitung jumlah takaran beras yang diterima setelah membantu seorang penumpang untuk mengangkut barang.
Ia tetap bersyukur, beras yang diberikan menggunakan sebuah kantong plastik mampu membuat kenyang Sardiman, istri, dan enam anak-anaknya.
"Waktu itu juga pernah dikasih beras. Saya bilang, enggak apa-apa kalau mau dikasihnya banyak juga," ungkap Sardiman sambil tertawa.
Sardiman mengungkapkan, dia selalu menerima pembayaran jasa dalam bentuk barang.
Hanya saja, ada satu syarat yang wajib dipenuhi oleh semua penumpang yang hendak memanfaatkan dan membayar jasanya dengan barang.
"Yang penting, saat ngasih barang itu ke saya, dikasihnya dengan ikhlas," tutur Sardiman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.